PARTISIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA) PERENCANAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF


1.      Latar belakang
Keberhasilan program pemberdayaan dimanapun ditentukan oleh kemampuan penyuluh atau agen perubahan dalam melakukan penilaian potensi, masalah, dan kebutuhan kelayan. Penilaian ini sering dilakukan dengan teknik need assesment. Teknik ini termasuk kategori PRA. Metode PRA lebih komprehensif dalam perencanaan program pemberdayaan.
PRA adalah seperangkat metode pendekatan yang diharapkan dapat digunakan untuk memfasilitasi masyarakat sehingga dapat: saling berbagi pengetahuan dan pengalaman; menganalisis kondisi kehidupannya; membuat rencana kegiatan berdasarkan hasil analisisnya. Metode ini sangat bermanfaat terutama dalam mengenal masyarakat (diri mereka sendiri), mengenal masalah & identifikasi kebutuhannya dan penyadaran diri mereka.
Metode PRA dilandasi oleh prinsip pendidikan orang dewasa adalah bahwa pendidikan bukanlah sekedar pengalihan informasi baku dari guru kepada murid melainkan sesuai dengan sifat dasar orang dewasa sebagai insan mandiri, berpengetahuan tentang dunia nyata yang menjadi lingkungannya dan berpengalaman dalam pemecahan masalah-masalah keseharian.
PRA sebagai sarana kesempatan belajar bagi orang dewasa. Mereka mempunyai kemandirian belajar dengan gaya masing-masing. Belajar mandiri sebagai konsep praktis dan teoritis masih sangat terkait dengan pendapat Knowles dengan model pembelajar seumur hidup (lifelong learner), yang memiliki keterampilan berikut:
-          Kemampuan untuk mengembangkan dan berhubungan dengan keingintahuan (untuk terlibat dalam berpikir divergen).
-          Kemampuan merumuskan pertanyaan yang dijawab melalui penyelidikan (untuk terlibat dalam konvergen atau penalaran induktif-deduktif).
-          Kemampuan untuk mengidentifikasi data yang dibutuhkan untuk menjawab berbagai macam pertanyaan.
-          Kemampuan untuk menemukan sumber yang paling relevan dan data yang dapat diandalkan.
-          Kemampuan untuk memilih dan menggunakan cara yang paling efisien untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dari sumber-sumber yang tepat.   
-          Kemampuan untuk mengatur, menganalisis dan mengevaluasi data sehingga mendapatkan jawaban valid.
-          Kemampuan untuk menggeneralisasi, menerapkan dan mengkomunikasikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

PRA lahir sekitar tahun 1980-an untuk menjawab kebutuhan program yang efektif dan efisien. Program yang pada saat itu sangat top down dianggap belum mampu menyelesaiakan berbagai permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan. PRA melibatkan masyarakat dalam identifikasi masalah, analisis situasi, penyusunan rencana tindaklanjut, pelaksanaan dan evaluasi.
Namun demikian, perkembangan PRA di Indonesia belum berkembang karena perlu kemampuan sumberdaya manusia yang memahami metode PRA serta dukungan dari masyarakat setempat. Perubahan sosial masyarakat dari rural menuju urban mengakibatkan partisipasi masyarakat dalam bidang sosial menurun.

2.      Masalah
Makalah ini harus mampu untuk menjawab kritikan berikut ini:
-          Apakah metode PRA dapat dilakukan oleh seorang penyuluh dengan kelompok masyarakat?
-          Apakah metode PRA dapat dapat dipahami dan dilakukan oleh masyarakat desa?

3.      Teori yang relevan

Definisi PRA adalah suatu pengalaman belajar bersama secara intensif, sistematis, dan semi-terstruktur yang dilakukan di masyarakat dengan tim multi-disiplin, dimana anggota masyarakat termasuk sebagai peserta aktif (Bechsted, 1997).

Tujuan PRA  “.... to enable development practitioners, government officials, and local people to work together to plan context appropriate programs” (World Bank).

Partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga jasa lain. Menurut Pretty, J. (1995) ada 7 tipologi partisipasi, berturut-turut semakin ideal, yaitu: Partisipasi pasif atau partisipasi manipulatif. Masyarakat hanya menerima pemberitahuan. 
1)      Partisipasi informatif. Masyarakat hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan.
2)      Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, pihak luar mendengarkan serta menganalisa masalah dan pemecahannya. 
3)      Partisipasi insentif. Masyarakat tidak terlibat proses pembelajaran  atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. 
4)      Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek. Pada tahap awal masyarakat tergantung, kemudian mandiri.
5)      Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan dan mengontrol pelaksanaan keputusan-keputusan.
6)      Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar). Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.

Partisipasi menurut FAO 1989b:
-          Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
-          Partisipasi adalah pemekaan pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.
-          Partisipasi suatu proses yang aktif, orang atau kelompok mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.
-          Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak sosial.
-          Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.
-          Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan masyarakat.
Pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan ini harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka dan memberikan sarana untuk mengembangkan diri (Pretty dan Guijt,1992:23).

Paradigma pembangunan partisipatoris mengindikasikan: (1) pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perencanaan dan pelaksanaan program yang mewarnai hidup mereka sehingga persepsi, sikap, nilai-nilai dan pengetahuan harus dipertimbangkan secara penuh, (2) umpan balik yang pada hakekatnya merupakan bagian dari pembangunan (Jamieson,1989).

Metode-metode PRA dan RRA bermula dipenghujung tahun 1970-an dengan penelitian sistem pertanian dan analisis agroekosistem (Conway, 1985). Metode ini diterapkan pada penelitian kawasan perbatasan perkotaan dan perdesaan (Fehler et al.,1988), proyek pengadaan air disebuah desa di Jawa Barat (COWIconsult,1991).


4.      Hasil dan pembahasan

A.     Sejarah PRA
1930-an  sampai dengan pasca perang dunia ke-2 sistem perencanaan pembangunan sangat top down. Paradigmanya saat itu “pembangunan adalah sesuatu yang dilakukan pemerintah untuk rakyatnya”.
Di Indonesia, tahun 1950-1960 dikenal era revoluasi hijau diakui bahwa introduksi finansial dan teknologi mampu meningkatkan produksi, namun terjadi kesenjangan yang dalam dan hanya petani kaya yang menikmati. Selain itu kerusakan lingkungan harus dibayar mahal.
Awal 1970-an: disadari bahwa program alih teknologi, meskipun terbukti unggul, ternyata tidak selalu sesuai untuk yang miskin. Rupanya ada hubungan yang kompleks antara faktor lingkungan, ekonomi, sosial, serta budaya pada satu masyarakat. Desa harus dipandang sebagai sebuah sistem yang terintegrasi. 
1970-an dan 1980-an RRA dikembangkan sebagai respon dari kesadaran bahwa pihak luar (outsiders) seringkali kehilangan (missing) atau salah paham (miscommunicating) dengan masayarakat lokal ketika melakukan kegiatan pembangunan bersama. Untuk menjawab tantangan tersebut pada tahun 1980-an lahir PRA.

B.     Tujuan PRA
Menurut Emami et. al., 2013 dijelaskan bahwa tujuan dari PRA adalah:
The objectives of the PRA are:
a.       to  enable  rural  people  to  organize  their  knowledge, share experience among themselves  and  gather  information  on  resources  they have
b.      to understand the rural environments and social as well as economic dynamism
c.       to  understand  the  trends  in  the  rural  socio  economic conditions
d.      to  enable  the  community  identify  their  problems, causes of these problems and possible solutions
e.       to enable the community develop a community action plan to address their problems

C.     Manajemen PRA

Sebelum melaksanakan kegiatan PRA perlu mengetahui prinsip-prinsip yaitu: 1) Melibatkan kelompok masyarakat (mewakili), 2) Masyarakat setempat sebagai pelaku utama, 3) Penerapan prinsip trianggulasi, 4) Berorientasi praktis, 5) Optimalkan hasil, 6) Santai dan Informal dan 7) Prinsip demokrasi.
Dalam manajemen PRA perlu diperhatikan 3 aspek yaitu persiapan, pelaksanaan PRA, dan tindaklanjut. Persiapan terdiri dari pelatihan, penyusunan Tim PRA, pendefinisisan tujuan PRA, pembuatan Desain kegiatan PRA dan kunjungan Awal.
Setelah persiapan selesai selanjutnya proses pelaksanaan dengan penjelasan maksud, tujuan, dan proses PRA, diskusi penggalian informasi, pendokumentasian hasil diskusi, presentasi hasil diskusi dan perumusan rencana aksi. Rencana aksi yang telah dirumuskan ditindaklanjut dengan perincian rencana aksi, pelaksanaan secara partisipatif.
Beberapa teknik dalam pelaksanaan PRA sebagai berikut:
1)      Pemetaan
Maksud dari pemetaan adalah menggambarkan keadaan desa/keluarahan secara ruang (spatial) . dalam pembuatan peta tidak harus dengan skala yang tepat, memberikan gambaran lokasi penting (masalah & potensi), dan dibuat secara partisipatif. Gambarkan area-area yang penting secara ekonomi, sosial dan budaya (Sawah, kebun, pemukiman, padang gembala, jalan, sungai, pesisir, tempat wisata dsb). Gambarkan bangunan/ tempat yang berperan penting bagi kehidupan masyarakat (Mesjid, sekolah, posyandu, Gedung Serbaguna, Balai Desa, pasar dsb). Gambarkan komoditi utama bagi kehidupan masyarakat desa. Gambarkan hal-hal yang dianggap penting/strategis lainnya oleh masyarakat. Sewaktu pengamatan sebaiknya didampingi oleh orang desa yang menguasai medan. Hasil akhir dari pemetaan dibuat matriks masalah, potensi dan alternatif terkait hasil pemetaan potensi.
2)      Kalender Musim
Kalender musim dibuat untuk mengkaji kegiatan-kegiatan dan keadaan yang terjadi berulang dalam suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan dan keadaan tersebut dituangkan dalam jangka waktu 1 tahun (12 bulan). Penyusunan kalender musim diharapkan teridentifikasinya siklus kehidupan masyarakat selama setahun dalam bentuk kalender musim, masalah, potensi dan alternatif pemecahannya. Manfaatnya mengetahui masa-masa sulit dan masa-masa baik mereka, serta keadaan yang mempengaruhi pada masa itu.

3)      Kajian kelembagaan
Mengidentifikasi jenis kelembagaan yang ada, sistem norma/nilai, rantai tata niaga, personil dan fasilitas pendukung. Selanjutnya menganalisis masalah, potensi, dan alternatif solusi.
4)      Transek
Transek artinya “irisan muka bumi” yaitu penelusuran wilayah desa untuk melakukan pengamatan langsung secara cermat (observatif) terhadap lingkungan desa/kelurahan dengan cara berjalan menelusuri wilayah atau desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Jalur lintasan (garis lurus atau zig-zag) mewakili setiap keadaan yang diinginkan informasinya, hasil pengamatan kemudian dituangkan ke dalam bagan/gambar irisan muka bumi sebagai bahan diskusi lebih lanjut. Keluaran transek diharapkan teridentifikasinya keadaan lingkungan dan sumberdaya yang ada di desa/kelurahan, masalah, potensi dan alternatif pemecahannya. 
5)      Jadwal sehari
Jadwal sehari ini dibuat untuk mengetahui kondisi kehidupan masyarakat di rumah tangga khususnya dalam hal kapan (jam berapa) suatu pekerjaan dilakukan, siapa yang melakukannya dan berapa lama,bagaimana pembagian beban kerjanya. Keluaran teridentifikasinya aktivitas harian jender dalam rumah tangga, masalah, potensi dan alternative pemecahannya.

D.     Permasalahan PRA

Setelah selesai merumuskan masalah atau analisis situasi dilanjutkan dengan penyusunan rencana aksi sehingga masyarakat harus memahami istilah perencanaan 5 W 1 H apa yang dimaksud dengan maksud, tujuan, masalah, penyebab, sasaran, kegiatan solusi, pembiayaan, dan sebagainya. Disini mulai muncul masalah terkait metode PRA yang memiliki kelemahan sebagai berikut:
1)      Memerlukan tim lapangan yang handal (expert), kurang trampilnya tenaga praktisi. Tekknik penyusunan, integrasi dengan rencana aksi dan keterampilan mendengar.
2)      Anggota tim sulit untuk sungguh-sungguh saling berkomunikasi dengan baik, triangulasi tim sesuai tugasnya terkadang sulit dikoordinasikan.
3)      Prosedur agar tercapai proses yang partisipatif tidak mudah, pemaknaan istilah dan perumusan masalah setiap individu berbeda-beda.
4)      Partisipatif yang berkembang seringkali baru sampai pada “partisipasi pasif” atau “partisipasi informatif”. Banyak masyarakat yang pasif dalam diskusi, dan ini membuka kebiasaan lama dominasi opini oleh kaum terpelajar dan orang kaya.
5)      Rendahnya komitmen pada saat penyusunan dan tindaklanjut rencana aksi.

5.      Kasus

Kementerian Kelautan dan Perikanan diberikan mandat oleh negara untuk mengelola perikanan laut. Untuk mencapai manfaat yang optimal dan berkelanjutan dalam pemanfaatan sumber daya ikan maka disusun Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengatur:
-     Wilayah Pengelolaan Perikanan dengan pendekatan biologi dan ekologi. Berdasarkan ruang pemanfaatan sumber daya ikan  laut Indonesia menjadi 11 WPP.
-     Potensi dan status sumber daya ikan dengan pendekatan 11 WPP, jenis ikan, dan status pemanfaatan apakah over, fully, moderat atau under.
-     Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP).

Dalam penyusunan RPP digunakan metode partisipatif diperlukan SK Tim penyusun, pembagian tugas, dan tujuan penyusunan RPP, dan jadwal penyusunan.


Menyusun Bersama Rencana Pengelolaan Perikanan

Rencana Pengelolaan Perikanan baik berbasis wilayah perikanan ataupun komoditi hendaknya ditawarkan terlebih dulu kepada para pemangku kepentingan (stakehoders) yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya ikan. Penyususnan RPP tidak semata-mata amanah Undang-undang atau Peraturan yang lebih tinggi, akan tetapi harus merupakan kebutuhan atau sebuah bentuk problem solving yang diharapkan. Sebuah RPP yang disusun tanpa persetujuan stakehoders boleh jadi bukan merupakan kebutuhan bagi mereka atau mungkin ada masukan yang lebih baik sehingga RPP dapat diadopsi dengan baik.
Proses penawaran dan persetujuan dapat melalui media sosial atau e-mail sehingga bisa didapatkan opini stakeholders secepatnya. Hal ini merupakan langkah awal yang sangat penting dan menentukan keputusan sebuah RPP layak untuk disusun atau tidak. Pendapat dan partisipasi mereka sangat diharapkan dalam mengomentari sebuah rencana pengelolaan.
Tahap selanjutnya dengan melibatkan stakehoders Pemerintah menyiapkan baseline data dan informasi sebagai bahan analisis situasi. Data dan informasi merupakan data yang bersumber dari berbagai pihak yang disetujui oleh stakehoders dan dianggap kredibel. Data dan informasi bisa dari hasil riset atau berasal dari pengetahuan lokal.Analisis situasi sekurang-kurangnya memuat sumberdaya ikan dan lingkungannya, teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan kelembagaan pengelola serta stakehoders.
Tahap selanjutnya menginventarisir isu dan isu prioritas. Dalam proses ini seharusnya penyuluh atau fasilitator sudah memberikan informasi awal kepada stakehoders agar menginventarisasi isu dan isu prioritas bagi mereka sehingga pada saat penyusunan RPP isu tersebut akan dikumpulkan dan akan dipilih sejumlah isu prioritas berdasarkan bobot skor dan ranking yang diputuskan dalam rapat. Berikut contoh penyususnan isu dan isu prioritas dalam tabel.
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan praktek pengelolaan perikanan di WPP-NRI xxxxx, maka dilakukan inventarisasi berbagai isu yang terkait dengan (i) sumberdaya ikan dan lingkungan, (ii) sosial ekonomi dan (iii) tatakelola, seperti terlihat pada Tabel xxxx. Inventarisasi isu pengelolaan secara umum didasarkan pada hasil analisis situasi perikanan di WPP-NRI xxxx.
Tabel xxxxx
Isu dalam pengelolaan perikanan di WPP xxxx
ISU
SKOR
(1-5)
RANK
A
SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGAN


1
Potensi sumberdaya ikan yang sudah di tetapkan dengan Kepmen belum bisa diterapkan dalam menentukan besaran alokasi di daerah

3
2
Masih rendahnya akurasi data potensi SDI tingkat nasional dan lokal 

4
3
Persentase tertangkapnya ikan yuwana (juvenile) masih sangat tinggi

2
4
Semakin menurunnya ukuran ikan hasil tangkapan

1
B
SOSIAL EKONOMI


1
Belum adanya ketetapan pemerintah daerah tentang kawasan minapolitan

1
2
Partisipasi stakeholder dalam pengelolaan belum terekam dengan baik dan masukan dari mereka belum di manfaatkan untuk pengelolaan lokal

2




C
TATA KELOLA


1
Lemahnya sistem pengawasan (MCS)  dalam pengelolaan SDI

2
2
Terjadinya konflik antara nelayan andon dengan nelayan lokal

1
3
Belum terbentuknya lembaga yang mengelola sumberdaya ikan di WPP-NRI xxxx

3
Sumber: xxxxxxxxxxxxx

Isu prioritas ditetapkan dengan melakukan analisis terhadap masing-masing isu, dengan memberikan nilai skor 1-5 untuk setiap isu. Berdasarkan analisis tersebut, diusulkan 5 (lima) isu prioritas yang memiliki skor tertinggi sehingga dianggap sangat penting untuk dikelola, seperti terlihat pada Tabel xxx

Tabel xxxx
Isu prioritas dalam perikanan di WPP xxxx
ISU
SKOR
(1-5)
RANK
A
SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGAN


1
Semakin menurunnya ukuran ikan hasil tangkapan

1
2
Persentase tertangkapnya ikan yuwana (juvenile) masih sangat tinggi

2
3
Potensi sumberdaya ikan yang sudah di tetapkan dengan Kepmen belum bisa diterapkan dalam menentukan besaran alokasi di daerah

3
4
Masih rendahnya akurasi data potensi SDI tingkat nasional dan lokal 

4
B
SOSIAL EKONOMI


1
Belum adanya ketetapan pemerintah daerah tentang kawasan minapolitan

1
2
Partisipasi stakeholder dalam pengelolaan belum terekam dengan baik dan masukan dari mereka belum di manfaatkan untuk pengelolaan lokal

2
C
TATA KELOLA


1
Terjadinya konflik antara nelayan andon dengan nelayan lokal

1
2
Lemahnya sistem pengawasan (MCS)  dalam pengelolaan SDI

2
3
Belum terbentuknya lembaga yang mengelola sumberdaya ikan di WPP-NRI xxxx

3
Sumber: Hasil xxxxxxxxxxxxxxxxx

Isu prioritas diatas merupakan dasar utama dalam menentukan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam rencana pengelolaan ini.
Tahap selanjutnya menentukan maksud, tujuan, dan sasaran rencana pengelolaan perikanan. Setelah disepakati isu dan isu prioritas Penyuluh harus mengarahkan stakeholders menetapkan maksud. Maksud disini lebih cenderung cita-cita umum disusunnya RPP. Pencapaian maksud tersebut diatas dilakukan melalui pencapaian tujuan dan sasaran pengelolaan perikanan yang meliputi 3 (tiga) perspektif yaitu:
1.      Sumberdaya Ikan dan Lingkungan;
2.      Sosial Ekonomi; dan
3.      Tatakelola.

Tujuan pengelolaan perikanan  ditetapkan dan diarahkan untuk memecahkan isu prioritas yang telah teridentifikasi, selanjutnya sasaran diarahkan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Penetapan sasaran dilakukan dengan pendekatan SMART yakni specific (rinci), measurable (dapat diukur), agreed (disepakati bersama), realistic (realistis), dan time dependent (pertimbangan waktu). Berikut ini contoh sinkronisasi tujuan dan sasaran.
Tujuan 1 : Sumberdaya Ikan dan Lingkungan
Sumberdaya ikan dikelola secara berkelanjutan

Untuk mewujudkan tujuan 1 tersebut diatas, ditentukan sasaran yang harus dicapai  sebagai berikut:
1.        Melakukan koordinasi perijinan pemanfaatan yang terkoordinasi antara tingkat nasional dan WPP untuk membuat pengaturan jumlah kapal yang diijinkan melakukan pemanfaatan dalam 3 tahun;
2.        Sosialisasi serta pelaksanaan Peraturan Menteri 2/2011 dan peraturan perubahannya tentang pengaturan alat tangkap dalam 2 tahun;
3.        Menyempurnakan CPUE yang telah ada dengan menggunakan data log book dan /atau observer dalam 2 tahun;
4.        Dilaksanakannya kajian lebih mendalam mengenai potensi sumberdaya ikan yang dilakukan oleh tim pengkajian sumberdaya nasional dengan BRKP untuk mendapatkan data yang terbaru mengenai potensi sumberdaya ikan di WPP xxx dalam 2 tahun;
5.        Masing-masing daerah menyiapkan data yang terbaru mengenai kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan sebagai bahan analisis untuk kajian sumber daya dalam 2 tahun;


Tujuan 2 : Sosial Ekonomi
Meningkatnya efektivitas perikanan tangkap dan budidaya sesuai konsep minapolitan melalui pengelolaan kolaboratif”

Untuk mewujudkan tujuan 2 tersebut diatas, ditentukan sasaran yang harus dicapai  sebagai berikut:
1.   penetapan kawasan minapolitan perikanan tangkap dan perikanan budidaya melalui kajian karakteristik di tingkat WPP xxx daerahnya dalam kurun waktu 2 tahun.
2.   Terlaksananya pertemuan koordinasi pengelolaan perikanan yang memastikan semua pemangku kepentingan dapat hadir dan menyampaikan pendapatnya setiap tahun


Tujuan 3 : Tatakelola
Meningkatnya partisipasi aktif dan kepatuhan pemangku kepentingan dalam rangka memberantas kegiatan IUU Fishing

Untuk mewujudkan tujuan 3 tersebut di atas, ditentukan sasaran yang harus dicapai  sebagai berikut:
1.        Membuat kesepakatan bersama(MoU) antara daerah asal dan daerah tujuan andon dalam kurun waktu 2 tahun;
2.        Sosialisasi penegakan hukum dan dibuatnya skema MCS yang melibatkan stakeholder terkait, serta adanya sosialisasi terhadap proses penanganan pelanggaran dan tindakan yang di berikan setiap tahun;
3.        Perlunya dibentuk Satker/UPT/Pokja sebagai sekertariat pengelola WPP xxx. Disarankan Satker pengelola WPP menjadi salah satu Tupoksi pelabuhan perikanan UPT pusat yang berada di dalam WPP xxx. dalam kurun waktu 4 tahun;

Tahap selanjutnya adalah menetapkan indikator dan benchmark. Seorang penyuluh harus memberikan pemahaman awal tentang indikator dan benchmark sebagai titik acuan yang dapat diukur perubahannya. Untuk memastikan keberhasilan pencapaian sasaran diatas, ditetapkan indikator dan titik acuan  untuk perikanan di WPP xxx.  Indikator  adalah suatu peubah yang terukur  yang dapat dipantau dalam menentukan status suatu sistem perikanan pada suatu saat tertentu (FAO, 2003). Penetapan indikator dan benchmark ditetapkan melalui partisipasi aktif stakeholders dalam diskusi, dan didukung dengan data yang disepakati. Berikut ini contoh penentuan indikator dan benchmark.


Indikator dan Benchmark Sasaran untuk mencapai Tujuan No. 1:                                     Sumberdaya ikan dikelola secara berkelanjutan

Untuk memastikan keberhasilan pencapaian sasaran pada Tujuan No. 1, ditetapkan indikator dan benchmark untuk setiap sasaran yang ingin dicapai seperti Tabel xxx dibawah ini:



Tabel xxx
Indikator dan Benchmark Tujuan 1
No
Sasaran
Indikator
Benchmark
1
Melakukan koordinasi perijinan pemanfaatan yang terkoordinasi antara tingkat nasional dan WPP untuk membuat pengaturan jumlah kapal yang diijinkan melakukan pemanfaatan dalam 3 tahun
Sistem perijinan beroperasi
Belum ada koordinasi perijinan
2
Sosialisasi serta pelaksanaan Peraturan Menteri 2/2011 dan peraturan perubahannya tentang pengaturan alat tangkap dalam 2 tahun
Jumlah yuwana (juvenile) yang tertangkap

Ikan yuwana (juvenile) yang tertangkap adalah sebesar xxx%
3
menyempurnakan CPUE yang telah ada dengan menggunakan data log book dan /atau observer untuk spesies ekonomis penting dalam 2 tahun;
Analisis CPUE
CPUE belum dihitung
4
Dilaksanakannya kajian lebih mendalam mengenai potensi sumberdaya ikan yang dilakukan oleh tim pengkajian sumberdaya nasional dengan BRKP untuk mendapatkan data yang terbaru mengenai potensi sumberdaya ikan di WPP xxx dalam 2 tahun
Dokumen pengelolaan
Belum ada informasi jumlah pemanfaatan sumberdaya di tingkat WPP

5
Masing-masing daerah menyiapkan data yang terbaru mengenai kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan sebagai bahan analisis untuk kajian sumber daya dalam 2 tahun
laporan kegiatan per kabupaten
Jumlah enumerator di per Kabupaten/Kota dalam wilayah WPP xxx (50 di bagi sejumlah kabupaten/ kota pesisir di WPP xx)


Indikator dan Benchmark Sasaran untuk mencapai Tujuan No. 2:“Meningkatnya efektivitas perikanan tangkap dan budidaya sesuai konsep minapolitan melalui pengelolaan kolaboratif”

Untuk memastikan keberhasilan pencapaian sasaran pada Tujuan No. 2, ditetapkan indikator dan benchmark untuk setiap sasaran yang ingin dicapai seperti Tabel xx dibawah ini:
Tabel xx
Indikator dan Benchmark Tujuan 2
No
Sasaran
Indikator
Benchmark
1
penetapan kawasan minapolitan perikanan tangkap dan perikanan budidaya melalui kajian karakteristik di tingkat WPP xxx daerahnya dalam kurun waktu 2 tahun
tersedianya rencana pengelolaan untuk kawasan minapolitan
pelabuhan dan sentra budidaya telah teridentifikasi
2
Terlaksananya pertemuan koordinasi pengelolaan perikanan yang memastikan semua pemangku kepentingan dapat hadir dan menyampaikan pendapatnya setiap tahun
Laporan pertemuan koordinasi
Belum semua pemangku kepentingan diundang dan atau memberikan masukannya untuk pengelolaan perikanan





Indikator dan Benchmark Sasaran untuk mencapai Tujuan No.3:“Meningkatnya partisipasi aktif dan kepatuhan pemangku kepentingan dalam rangka memberantas kegiatan IUU Fishing

Untuk memastikan keberhasilan pencapaian sasaran pada Tujuan No. 3, ditetapkan indikator dan benchmark untuk setiap sasaran yang ingin dicapai seperti Tabel xx dibawah ini:

Tabel xx
Indikator dan Benchmark Tujuan 3
No
Sasaran
Indikator
Benchmark
1
Membuat kesepakatan bersama (MoU) antara daerah asal dan daerah tujuan andon dalam kurun waktu 2 tahun
MoU antar daerah beroperasi dan dilaksanakan oleh 30% nelayan andon
Belum ada MoU antar daerah untuk pengaturan andon
2
Sosialisasi penegakan hukum ditingkatkan sebanyak 30% dan dibuatnya skema MCS yang melibatkan stakeholder terkait, serta adanya sosialisasi terhadap proses penanganan pelanggaran dan tindakan yang di berikan setiap tahun
1.    Laporan sosialisasi penegakan hukum
2.    Terbentuknya skema MCS terstruktur yang melibatkan stakeholder terkait
3.    Laporan proses penanganan pelanggaran
1.    Sosialisasi penegakan hukum baru dilakukan sebanyak xxx kali/tahun
2.    Kurang efektifnya skema MCS yang ada
3.    Belum ada laporan proses penanganan pelanggaran
3
Perlunya dibentuk Satker/UPT/Pokja sebagai sekertariat pengelola WPP xxx. Disarankan Satker pengelola WPP menjadi salah satu Tupoksi pelabuhan perikanan UPT pusat yang berada di dalam WPP xxx. dalam kurun waktu 4 tahun
SK pembentukan Satker/UPT/Pokja
Pengelolaan di tingkat WPP dilakukan oleh propinsi dan kabupaten/kota


Tahap selanjutnya adalah menetapkan rencana aksi (plan of action) dan pembagian tugas diantara stakeholders berikut dengan pembiayaannya. Rencana aksi ditetapkan mengikuti indikator dan benchmark yang telah disepakati guna pencapaian tujuan dalam menyelesaikan masalah pengelolaan perikanan. Faktor pembiayaan dan pembagian tugas menjadi faktor yang sangat penting dalam sebuah rencana pengelolaan perikanan.
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan rencana pengelolaan perikanan yang telah disusun. Dalam pelaksanaan RPP makna peningkatan partisipasi komunitas perikanan atau stakeholders. Posisi Pemerintah disini sebagai pemantau pelaksanaan dan fasilitator jika diperlukan. Pemerintah harus mengelola konflik dengan baik karena dimungkinkan terjadi perselisihan antar pemangku kepentingan.
Tahap selanjutnya adalah monitoring dan evaluasi, Pemerintah dan Penyuluh mendorong stakeholders untuk memberikan umpan balik terhadap penyempurnaan rencana pengelolaan perikanan sehingga RPP dapat direview secara periodik.
Dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan yang melibatkan Pemerintah Daerah, LSM, Badan Internasional, Pelaku Usaha seringkali dijumpai permasalahan sebagai berikut:
a)      Masih rendahnya pemahaman tentang istilah yang ada dalam penyusunan seperti visi, misi, maksud, tujuan, sasaran, indikator, benchmark, dan rencana aksi, sehingga proses penyusunan membutuhkan waktu yang lama dan sering terjadi bias konsep.
b)      Peserta umumnya kalangan cendekiawan yang mampu menyampaikan banyak masalah sehingga rencana pengelolaan menjadi gemuk dan sulit diimplementasikan.
c)      Masih tingginya ego emosional dan berkepentingan terhadap usulannya.
d)      Dalam penyusunan rencana aksi, institusi cenderung menolak dalam pembagian tugas.
e)      Komitmen tindaklanjut pembagian tugas dan pembiayaan sangat rendah.

PRA dapat dikembangkan oleh penyuluh atau agen perubahan baik perorangan maupun kelompok dengan syarat:
a)      Penyuluh harus terampil menguasai teknik PRA terutama ranking dan scoring.
b)      Penyuluh harus berpikiran sederhana sesuai dengan kondisi perilaku petani dan kelompok tani, sehingga dalam penyusunannya mudah dipahami.
c)      Mampu menetapkan skala prioritas sesuai dengan kemampuan petani baik waktu, tenaga, dan biaya.
d)      Menyusun dengan beberapa masalah bukan dengan banyak masalah.
Masalah
Kendala-kendala dalam Produksi Petani (Persepsi responden)

A
B
C
D
E
F
Total skor
Ranking
Kekeringan
5
5
3
5
4
5
27
1
Hama pengganggu
4
3
5
4
5
4
25
2
Tanaman pengganggu
3
4
4
1
3
3
18
3
Biaya input produksi
2
1
2
2
2
2
11
4
Kurangnya tenaga kerja
1
2
1
3
1
1
9
5
5= sangat penting
1= sangat tidak penting
Menurut Theis dan Grady, 1991:64







6.    














             
                Kesimpulan

Metode PRA dapat dilakukan oleh seorang penyuluh dengan kelompok masyarakat terutama untuk menyelesaiakn masalah yang ada pada kelompok tani. Penyuluh disarankan hanya mengadopsi prinsip-prinsip PRA dan dalam pelaksanaanya dimodifikasi sesuai kebutuhan dan kemampuan penyuluh dan kelompok petani. Penyuluh dapat menggunakan teknik rating scale atau pemeringkatan masalah dan solusinya sesuai dengan keinginan petani.
PRA dapat dipahami kelompok tani apabila dijelaskan kepada kelompok tani dengan bahasa sederhana dan tidak rumit. Data yang dibutuhkan juga bisa melalui wawancara dengan mereka atau melihat catatan penjualan masing-masing anggota kelompok.





Referensi:
CARE IPB. 2012. Participatory Rural Appraisal (PRA)/ Perencanaan Pedesaan Secara Partisipatif (PPSP). Bogor (ID).
Conway, G. 1985. Agroecosystem Analysis. Jurnal Agricultural Administration No. 20.
COWIconsult. 1991. 51 IKK watwr Supply Sector Project in West Java. Jurnal Community Programme Manual.
Emami, H., Ghorbani, M. 2013. Participatory Rural Appraisal (PRA) and Rapid Rural Appraisal (RRA). Journal of American Science: 9(2s)
Knowles, M. (1980) The Modern Practice of Adult Education (2nd edn), Chicago: Association Press.
Pretty, J.,I.Guijt. 1992. Primary Environtmental Care:An Alternative Paradigm for Development Assistance. Jurnal Environtment and Urbanization: Edisi (4)1.
FAO. 1989. Community Forestry, Participatory Assessment, Monitoring and Evaluation. Roma Italy.
Jameson, N. 1989. The Paradigmaric Significance of Rapid Rural Appraisal. KKU Proceedings. Thailand.
Theis, J.,  Heather M. Grady. 1991. Partcipatry Rapid Appraisal for Community Deveopment.A Training Manual Based on Experiences in The Middle And North Africa.IIED,Save The Children.


Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

DOKUMEN HARVEST STRATEGY RAJUNGAN