PERIKANAN LAUT ARAFURA


A.    Persoalan  
Guna menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan di WPP–NRI 718, Pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 18 Februari 2014 telah menetapkan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) WPP–NRI 718 dan dokumen Reancana Aksi Nasional yang merupakan bagian penting RPP serta  akan menjadi acuan pengelolaan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam melaksanakan langkah-langkah pengelolaan perikanan tangkap dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penyusunan yang berpedoman pada alat penilaian Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM)  setidaknya telah berhasil mengelompokan isu prioritas menjadi 3 (tiga) bagian penting sebagai berikut:
a)    Sumberdaya ikan dan lingkungan:
        1)  Degradasi stok sumberdaya udang dan ikan demersal
        2)   Tingkat pemanfaatan udang diduga fully exploited
        3)   Keberlangsungan usaha penangkapan udang dan ikan demersal
        4)    Tingkat pemanfaatan ikan demersal diduga over-exploited
        5)    CPUE cenderung menurun setiap tahun

b)    Sosial Ekonomi:
       1)    Awak kapal berukuran 30 GT ke atas  didominasi oleh tenaga kerja/ABK asing
     2) Akurasi data armada penangkapan ikan SIPI Provinsi, Kab/Kota dan 5 GT ke bawah yang beroperasi di WPP NRI 718
     3) Akurasi data jumlah nelayan Indonesia yang beroperasi di WPP NRI 718 yang memanfaatkan udang dan kakap merah
       4)     Partisipsi pemangku kepentingan
5)            Kemiskinan nelayan

c)    Isu Tata Kelola:
       1)    Illegal fishing: penangkapan ikan tanpa ijin
    2) Unreported fishing:transhipment di laut, pendaratan ikan di luar pelabuhan perikanan, dugaan pengangkutan ikan dari fishing ground langsung ke luar negeri
       3)      Lemahnya penerapan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
      4) Belum adanya kebijakan pembatasan jumlah kapal dan jumlah tangkap di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota
       5)            Pengumpulan data hasil tangkapan/perikanan
Isu prioritas tersebut di atas kalau kita cermati saling berhubungan. Dengan analisis konektivitas sederhana dapat dijelaskan bahwa degradasi stok sumberdaya udang dan ikan demersal diakibatkan oleh isu lemahnya tata kelola dan sosial ekonomi yang perlu kita benahi dengan langkah-langkah pengelolaan yang tepat. Indikasi penurunan CPUE dimungkinkan terjadi akibat dari:
       1) Kelebihan upaya tangkap (fishing effort) oleh kapal berijin SIPI Pusat dan Daerah di WPP NRI 718.
      2) Kelebihan upaya tangkap (fishing effort) oleh kapal tanpa SIPI dan/atau kapal berijin yang melakukan cara penangkapan ikan tidak bertanggung jawab misalnya dengan sistem operasi pair trawl.
Dalam hal ini Pemerintah harus berhati-hati dalam memilih solusi alternatif langkah-langkah pengelolaan terhadap usaha penangkapan di WPP NRI 718, khususnya yang merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap diantaranya sebagai berikut:
       1)  Mengurangi jumlah hari operasi penangkapan setara jumlah hari operasi optimal (melalui mekanisme penerbitan Surat Persetujuan Berlayar/SPB) untuk armada pukat udang, pukat ikan, dan pancing prawai dasar ijin Pusat di WPP NRI 718.
     2) Menerapkan kebijakan penutupan musim penangkapan udang bagi kapal ijin Pusat di WPP NRI 718 melalui mekanisme penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
     3) Mengurangi cara penangkapan ikan tidak bertanggung jawab seperti sistem operasi pair trawl dan lainnya dengan menempatkan observer on board dan merevitalisasi tugasnya dalam pendampingan pengisian log book dan memantau Bycatch Reduction Device (BRD).
        4)   Meningkatkan verifikasi dokumen persyaratan dalam penerbitan SIPI untuk alat tangkap pukat udang, pukat ikan, dan pancing rawai dasar di WPP NRI 718.
      5) Membuat daftar hitam (black list) sistem perizinan bagi kapal penangkap ikan yang telah mendapatkan keputusan hukum tetap dari Pengadilan Perikanan, terbukti melakukan tindakan IUU fishing dan direkomendasikan terlebih dahulu oleh Dirjen PSDKP.
        6)  Mengendalikan usaha penangkapan ikan (input control) dengan mengembangkan sistem database perijinan kapal perikanan Pusat dan Daerah khususnya untuk WPP NRI 718.
      7) Tidak menerbitkan atau memperpanjang SIPI untuk kapal yang diawaki oleh orang asing.
       8)  Tidak menerbitkan SIPI baru untuk alat tangkap pukat udang, pukat ikan, dan pancing rawai dasar di WPP NRI 718 sampai dengan jangka waktu tertentu.
       9) Memperbaharui data potensi dan JTB (output control) sesuai perkembangan terkini khususnya di WPP NRI 718.
        10)         Merelokasi kapal pukat ikan dari WPP NRI 718 ke WPP NRI 711.
      11)         Menaikan tarif Pungutan Hasil Perikanan dari 2,5% menjadi 5% khusus untuk kapal pukat ikan di WPP NRI 718.

B.   Praanggapan
Alternatif solusi di atas menurut hemat kami  dapat berdampak langsung terhadap ekonomi dan keberlangsungan usaha penangkapan udang dan ikan demersal di WPP NRI 718. Bagi Pemerintah menjaga keberlangsungan usaha menjadi hal yang sangat penting terutama seberapa jauh tingkat optimasi pemanfaatan sumberdaya udang dan demersal di WPP NRI-718 yang menguntungkan atau melebihi biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha penangkapan ikan setiap tahunnya. Sesuai amanat Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 6 bahwa prinsip pengelolaan perikanan adalah tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan.
Situasi armada penangkapan ikan berdasarkan data statistik perikanan tangkap seperti Tabel 1. Dibawah ini.
Kategori dan ukuran
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
%
12-05
Total
555.581
590.317
590.314
596.184
587.641
568.390
581.845
616.690
11
Perahu Tanpa Motor
244.471
249.955
241.889
212.003
193.798
172.907
170.938
172.333
-29
Kapal Motor
311.110
340.362
348.425
384.181
393.843
395.483
410.907
444.357
43
Motor Tempel
165.314
185.983
185.509
229.335
236.632
231.333
225.786
245.819
48
< 5 GT
102.456
106.609
114.273
107.934
105.121
110.163
123.748
137.587
34
5 – 10 GT
26.841
29.899
30.617
29.936
32.214
31.460
35.877
37.694
42
10 – 20 GT
6.968
8.190
8.194
7.728
8.842
10.988
13.201
11.583
45
20 – 30 GT
4.553
5.037
5.345
5.200
7.403
7.264
8.022
7.611
51
30 – 50 GT
1.092
970
913
747
680
857
914
917
-5
50 – 100 GT
2.160
1.926
1.832
1.665
1.502
1.747
1.801
1.641
-24
100 – 200 GT
1.403
1.381
1.322
1.230
1.135
1.290
1.204
1.167
-17
≥ 200 GT
323
367
420
406
314
381
354
338
5

Bedasarkan data di atas terlihat jelas bahwa:
        1)         Fishing effort kapal berukuran kurang dari 10 GT pada tahun 2012 mengalami kenaikan hingga 42% dibandingkan tahun 2005.
        2)         Fishing effort kapal berukuran 10 – 30 GT pada tahun 2012 mengalami kenaikan hingga 51% dibandingkan tahun 2005.
         3)         Fishing effort kapal berukuran lebih dari 30 GT Up pada tahun 2012 mengalami penurunan hingga -24% dibandingkan tahun 2005.

Kapal perikanan berukuran 30 GT ke atas telah mengalami penurunan rata-rata 3 – 4% setiap tahunnya sejak tahun 2005. Keberlangsungan usaha penangkapan ikan di daerah penangkapan lepas pantai diindikasikan mengalami penurunan benefit ekonomi bahkan mendekati break event point (BEP) atau BCR=1.
No.
Alat Tangkap
rata-rata GT
CPUE (Ton/GT/Tahun)
hari laut)*
Biaya Per tahun (C)
Penerimaan (R)

BBM (liter/tahun)*
Harga BBM per liter (Rp)*
Biaya BBM (Rp)
biaya lainnya (Rp)
Total
Harga Ikan Rp)*
Total
R/C rasio
1
Pukat Ikan ZEEI Arafura
294
1,97
225
      529.200
          9.000
  4.762.800.000
 1.587.600.000
   6.350.400.000
        18.000
   10.425.240.000
1,64
2
Pukat Udang
157
0,2
240
      226.080
          9.000
  2.034.720.000
    678.240.000
   2.712.960.000
        90.000
     2.826.000.000
1,04
3
Pancing Prawai Dasar (Bottom Long Line)
48
1,06
260
        49.920
          9.000
      449.280.000
    149.760.000
      599.040.000
        25.000
     1.272.000.000
2,12
Asumsi:
a. Harga BBM pasar
b. Hari laut : PI :45 hari per trip, PU:60 hari per trip, PD: 65 hari per trip
c. Kebutuhan BBM: PI 8 ltr/GT/hari, PU: 6 ltr/GT/hari, PD: 4 ltr/GT/hari
d. Harga ikan disesuaikan
e. Biaya Lainya 1/3 dari biaya BBM / Tahun




Pengendalian usaha penangkapan ikan/fishing effort untuk kapal perikanan kurang dari 30 GT mendesak dilakukan dengan cara memulai membuat rintisan pengembangan sistem perijinan kapal perikanan Pusat dan Daerah.
Kapal perikanan kurang dari 30 GT secara umum beroperasi di kawasan pesisir yang merupakan daerah potensial perikanan (90%, FAO 1999) termasuk tempat pemijahan ikan (spawning ground) yang harus dikelola secara baik. Degradasi sumberdaya ikan di kawasan pesisir  oleh bottom trawl dan sejenisnya apabila tidak terkendali akan sangat merugikan usaha perikanan lepas pantai yang dilakukan oleh pemilik kapal berukuran 30 GT ke atas.
 Berdasarkan Laporan Kegiatan Kapal Penangkap Ikan (LKP-A) tahun 2013 kondisi usaha penangkapan ikan saat ini seperti Tabel 2 berikut:

Berdasarkan Tabel 2 di atas nilai CPUE Tahun 2013 menurut data LKP A, untuk pukat ikan sebesar 1,97, pukat udang sebesar 0,2 dan  pancing perawai dasar sebesar 1,06 ( data terlampir ).

Berdasarkan penjelasan dari Tabel 2 di atas rasanya sangat sulit bagi para pelaku usaha khususnya pukat udang untuk menerima langkah-langkah pengelolaan tersebut di atas. Langkah-langkah pengelolaan dengan cara penutupan musim pada masa puncak udang memijah pada bulan bulan dan koordinat tertentu harus melalui konsultasi publik terlebih dahulu dengan para pelaku usaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Pukat Udang (HPPI).
Dengan RC rasio sebesar 1,04 dirasa sulit bagi para pelaku usaha pukat udang ijin pusat untuk menerima kebijakan pengurangan jumlah hari operasi dan penutupan musim (Open Close Session system).

C.  Fakta yang Mempengaruhi
Fakta yang terjadi adalah adanya penurunan jumlah kapal pukat udang yang beroperasi di WPP NRI 718 sebagaimana hasil analisis database perijinan kapal perikanan ijin pusat tahun 2004 sd 2013 seperti Tabel 3 di bawah ini.
No.
Alat tangkap
Jumlah kapal (unit)
% 13-08
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1.
Pukat Ikan ZEEI Arafura
318
320
342
356
443
433
36
2.
Pukat Udang
122
118
118
95
109
94
-23
3.
Pancing Prawai Dasar (Bottom Long Line)
168
188
165
153
135
131
-22







Penurunan jumlah kapal pukat udang sebesar – 23 % yang terjadi berdasarkan Tabel 3 di atas dipengaruhi oleh:
- fishing ground pukat udang sesuai ketentuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dioperasikan pada jalur penangkapan II (4-12 mil) dan III (12 mil up) dengan isobath -10 m, pada 1300BT ke arah Timur. Fishing ground ini telah  over eksploited oleh kapal-kapal pukat ikan eks lisensi asing.
- penangkapan ikan dengan cara yang tidak bertanggung jawab seperti: pair trawl, illegal transhipment, dan penyelundupan ikan hasil tangkapan ke luar negeri.
-harga udang di pasar Jepang yang terpengaruh oleh pasokan udang hasil budidaya.

D.  Analisis
Berdasarkan praanggapan dan fakta di atas langkah-langkah pengelolaan terhadap usaha penangkapan udang di WPP NRI 718  yang terdiri dari 11 langkah dapat dijelaskan sebagai berikut:
       1)  Mengurangi jumlah hari operasi penangkapan setara jumlah hari operasi optimal (melalui mekanisme penerbitan Surat Persetujuan Berlayar/SPB) untuk armada pukat udang, pukat ikan, dan pancing prawai dasar ijin Pusat di WPP NRI 718.
(catatan: kebijakan ini bagian dari input control dan sulit dilakukan karena usaha penangkapan ikan di Indonesia beresiko tinggi dan susah diprediksi)
     2) Menerapkan kebijakan penutupan musim penangkapan udang bagi kapal ijin Pusat di WPP NRI 718 melalui mekanisme penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
(catatan: kebijakan ini bagian dari input control dan sulit dilakukan kecuali pada area tertentu dan bulan tertentu serta harus melalui konsultasi publik)
      3) Mengurangi cara penangkapan ikan tidak bertanggung jawab seperti sistem operasi pair trawl dan lainnya dengan menempatkan observer on board dan merevitalisasi tugasnya dalam pendampingan pengisian log book dan memantau Bycatch Reduction Device (BRD).
(catatan: penempatan observer on board bagi kapal pukat ikan eks asing agak sullit dan bisa efektif jika ada ABK Indonesia (tidak seluruhnya ABK asing)
        4)   Meningkatkan verifikasi dokumen persyaratan dalam penerbitan SIPI untuk alat tangkap pukat udang, pukat ikan, dan pancing rawai dasar di WPP NRI 718.
(catatan: dapat dilakukan MoU antara Ditjen Hubla dan DJPT dalam sharing informasi untuk memverifikasi dokumen persyaratan SIPI seperti tanda kebangsaan yang dibuktikan dengan surat laut atau pas kapal dan telah didaftarkan di Indonesia khususnya untuk kapal pukat ikan di WPP NRI 718 sekaligus mengurangi kemungkinan markdown GT)
      5)  Membuat daftar hitam (black list) sistem perizinan bagi kapal penangkap ikan yang telah mendapatkan keputusan hukum tetap dari Pengadilan Perikanan, terbukti melakukan tindakan IUU fishing dan direkomendasikan terlebih dahulu oleh Dirjen PSDKP.
(catatan: dapat dilakukan dengan membuat SOP black list sistem perijinan meniru publikasi IUU Vessel List pada RFMO, koordinasi dengan Ditjen PSDKP termasuk tindakan pencabutan ijin)
      6)      Mengendalikan usaha penangkapan ikan (input control) dengan mengembangkan sistem database perijinan kapal perikanan Pusat dan Daerah khususnya untuk WPP NRI 718.
(catatan: mendesak dilakukan pengembangan sistem perijinan kapal perikanan Pusat dan Daerah, agar tidak terkesan open akses dan ini prioritas utama dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan)
      7) Tidak menerbitkan atau memperpanjang SIPI untuk kapal yang diawaki oleh orang asing.
(catatan: penegakan UU Nomor 31 tahun 2004 yang sudah berjalan 10 tahun sebagai alasan untuk mengurangi input dan menindak tegas syahbandar yang menerbitkan SPB tanpa melihat ketentuan perundang-undangan)
        8)   Tidak menerbitkan SIPI baru untuk alat tangkap pukat udang, pukat ikan, dan pancing rawai dasar di WPP NRI 718 sampai dengan jangka waktu tertentu.
(catatan: perlu kesepakatan bersama Pusat dan daerah untuk tidak menerbitkan SIPI baru bisa dilakukan di FKPPS 2014 sampai dengan proses pendataan realisasi SIPI)
       9)Memperbaharui data potensi dan JTB (output control) sesuai perkembangan terkini khususnya di WPP NRI 718.
(catatan: proses sedang berlangsung)
        10)         Merelokasi kapal pukat ikan dari WPP NRI 718 ke WPP NRI 711.
(catatan: bentuk tawaran kepada pelaku usaha  pukat ikan WPP NRI 718 untuk merelokasi armadanya ke  WPP NRI 711)
       11)  Menaikan tarif Pungutan Hasil Perikanan dari 2,5% menjadi 5% khusus untuk kapal pukat ikan di WPP NRI 718.
(catatan: dampak kenaikan tarif PHP bagi kapal pukat ikan di WPP NRI 718 setidaknya secara perlahan dapat mengurangi fishing effort)
Berdasarkan pra anggapan dan fakta yang mempengaruhi degradasi sumberdaya ikan dan udang  di WPP NRI 718 disebabkan oleh  :
(1).   Penerbitan SIPI Kapal Perikanan Propinsi dan Kabupaten tidak terkendali ( Over Capacity ).
(2).   Kegiatan Penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab / IUU Fishing.
(3).   Over exploited oleh kapal-kapal pukat ikan Eks asing

E.  Simpulan
Kebijakan penutupan musim dan pengurangan jumlah hari operasi merupakan suatu hal yang baru sehingga dalam penerapannya akan menimbulkan resistensi dari para pelaku usaha. Namun suatu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa sebenarnya benefit pemanfaatan sumberdaya ikan di WPP NRI 718 untuk siapa?
Negara harus mampu menegakkan kedaulatannya untuk menanggulangi kegiatan IUU fishing di WPP NRI 718 yang mengarah pada dominasi penguasaan sumberdaya ikan oleh suatu negara dengan berbagai cara. Benefit dari keberadaan kapal pukat ikan eks asing (China,dll) harus dievaluasi.

F.  Saran 
Untuk melakukan langkah-langkah pengelolaan tersebut di atas perlu cara-cara cerdas, penuh kesungguhan, dan keberanian. Kalau tidak demikian tidak akan terjadi perubahan apapun bahkan hanya akan menjadi beban permasalahan bagi generasi berikutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

Cara Menilai atau Evaluasi Hasil Study Tour atau Studi Banding

TEORI BELAJAR SOSIAL (SOCIAL LEARNING THEORY)