Rencana Pengelolaan Perikanan (Pendekatan Humanistik)
1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pendekatan
humanistik adalah psikologi pendidikan terbaru menyatakan bahwa seseorang akan
belajar untuk mengaktualisasi dirinya. Mashab
ini diperkenalkan oleh Carl Roger (1960) yang dikenal dengan Student Centered Learning.
Pembelajaran berpusat pada siswa
dengan menekankan pada kebebasan pendapat dan potensi siswa. Belajar humanistik
menuntut warga belajar untuk aktif mencoba dan melakukan.
SCL menekankan pada proses belajar
bukan hasil belajar. Metode
pembelajaran dikembangkan melalui diskusi, problem
solving, proyek bersama, belajar secara kooperatif, dan belajar mandiri.
Humanistik dengan konsep berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri atau
memanusiakan manusia. Menurut teori ini orang belajar dari pengalaman
sendiri yang meliputi; pengalaman
konkrit,
pengalaman
aktif dan reflektif, konseptualisasi,
dan eksperimentasi
aktif, serta mengedepankan aspek sosial
dan budaya. Dalam perkembangannya banyak digunakan pada pendidikan orang dewasa
atau andragogy.
Andaragogi sebagai konsep dalam belajar orang dewasa
atau seorang Petani yang dianggap sebagai orang dewasa, sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat,
terutama di kalangan dunia akademik.
Andragogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “aner” yang berarti orang dewasa,
dan “agogos” yang berarti memimpin.
Malcolm Knowles, menyatakan lewat
bukunya The Adult Learner adalah
model andragogi sebagai teori belajar yang tepat untuk orang dewasa. Empat
konsepsi pokok Andragogi yang tertuang
dalam buku tersebut antara lain :
q Perubahan dalam konsep
diri (self concept), yaitu
seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan menuju
mandiri.
q
Peranan pengalaman, individu tumbuh matang dan mengumpulkan banyak
pengalaman, dalam hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar dan pada
waktu yang sama memberikan dasar yang kuat untuk belajar sesuatu yang baru.
q
Kesiapan belajar, tiap individu menjadi matang bukan ditentukan oleh
paksaan akademik dan perkembangan biologiknya, tetapi lebih ditentukan oleh
tuntutan tugas perkembangan untuk peranan sosialnya.
q
Orientasi belajar, orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi
belajar yang berpusat pada pemecahan problem-problem kehidupan (problem
centered orientation).
Penyuluhan dengan
humanistik sangat mendukung upaya pendidikan orang dewasa khususnya bagi
kelompok nelayan atau komunitas perikanan. Pengelolaan perikanan dewasa ini
dituntut untuk mengedepankan dimensi manusia dengan meningkatkan peran dan
partisipasi kelompok atau komunitas dalam mengelola perikanan. Otoritas
pengelolaan dari Pemerintah yang sentralistik diharapkan mulai bergeser ke
pengelolaan perikanan berbasis komunitas. Diharapkan komunitas dapat menemukan
dan membuat solusi permasalahannya. Kebijakan Pemerintah yang selama ini
bersifat top down dengan regulasi hukum yang disampaikan ke masyarakat
melalui Dinas terkait dianggap tidak humanistik, oleh karena formulasi
kebijakan yang bersumber dari basic riset formal tanpa melibatkan
masyarakat dalam penelitiannya mengakibatkan kebijakan itu tumpul dan akhirnya
terjadi pasang surut kebijakan. Kebijakan yang tidak menentu tersebut akhirnya
menjadikan masyarakat perikanan sebagai objek uji coba yang sangat merugikan
bahkan tanpa ada upaya ganti rugi.
1.2.
Tujuan
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk:
-
Memberikan contoh pendidikan humanistik
dalam pengelolaan perikanan
-
Menghasilkan implikasi makalah terhadap
ilmu pengetahuan.
2 PENGENALAN
KONSEP ECOSYSTEM APPROACH TO FISHERIES MANAGEMENT (EAFM)
Sebelum memperkenalkan konsep EAFM kepada
komunitas perikanan, bagi penyuluh atau trainer harus mengetahui terlebih
dahulu ciri-ciri orang dewasa sebagai berikut:
- mudah
menangkap dan mamahami pelajaran.
- mudah
mengingat dan mengingatkan.
- memiliki
perbendaharaan kata yang bervariasi.
- penalaran
dan pola pikir yang tajam.
- daya
konsentrasi yang baik.
- berpengalaman
luas.
- senang
membaca mampu mengungkapkan pikiran secara lisan atau tertulis.
- mampu
mengamati dengan jelas terhadap setiap perubahan.
- rasa ingin
tahu yang tinggi
- mampu
mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, menguji gagasan, mencapai
kesimpulan
Disamping itu orang dewasa juga memiliki rasa
tanggung jawab terlihat jelas bahwa mereka: a)tekun menghadapi tugas dengan
tuntas, b) ulet, pantang menyerah dan putus asa, c) mampu berprestasi mandiri,
d) selalu ingin mendalami pengetahuan, e) berusaha berprestasi lebih baik, f) senang
dan rajin belajar, g) menghadapi masalah dengan kedewasaan, h) cepat bosan
dengan tugas rutin, i) mampu mempertahankan pendapat, j) menunda kepuasan
sesaat untuk mencapai tujuan lebih baik di kemudian hari
Ciri-ciri kreatif : memiliki rasa ingin tahu yang
dalam, sering mengajukan pertanyaan yang berbobot, banyak memberi gagasan
positif, mampu berpendapat secara spontan, menonjol dalam satu bidang studi, sulit
dipengaruhi oleh pendapat orang lain, mempunyai rasa humor, mempunyai daya
imajinasi, mempunyai ide-ide cemerlang dan bermanfaat bagi orang banyak, dan mampu
mengajukan pikiran, gagasan, dan pendapat yang berbeda dengan orang lain.
Memaknai Konsep EAFM dengan Mudah
EAFM dimaknai dengan pengelolaan perikanan dengan
memperhatikan berbagai aspek ekologi atau lingkungan, teknis, kelembagaan, dan sosial
ekonomi dengan mengedepankan dimensi manusia sebagai kunci utama pengelolaan.
Bentuk nyata EAFM adalah dokumen rencana pengelolaan perikanan (RPP) yang
dirumuskan oleh kelompok nelayan dan komunitas masyarakat perikanan dan
difasilitasi oleh Pemerintah.
Konsep EAFM dengan multi aspek menghasilkan
indikator EAFM yang digunakan sebagai komponen utama dalam Rencana Pengelolaan
Perikanan (RPP). Sebagaimana gambar dibawah ini.
Indikator tersebut di atas sebagai pedoman dalam
perencanaan pengelolaan perikanan yang dirumuskan oleh stakeholders. Jadi bentuk regulasi yang dihasilkan dokumen Rencana
Pengelolaan Perikanan.
Model pengelolaan perikanan dengan melibatkan
partisipasi masyarakat dan kelompok nelayan ini membutuhkan waktu lama dan
biaya yang cukup besar apabila Pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Dalam
prakteknya regulasi dibuat berdasarkan rekomendasi riset formal, birokrat, dan
akademisi.
Menyusun Bersama Rencana
Pengelolaan Perikanan
Rencana Pengelolaan Perikanan baik berbasis wilayah
perikanan ataupun komoditi hendaknya ditawarkan
terlebih dulu kepada para pemangku kepentingan (stakehoders) yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya ikan.
Penyususnan RPP tidak semata-mata amanah Undang-undang atau Peraturan yang
lebih tinggi, akan tetapi harus merupakan kebutuhan atau sebuah bentuk problem solving yang diharapkan. Sebuah
RPP yang disusun tanpa persetujuan stakehoders
boleh jadi bukan merupakan kebutuhan bagi mereka atau mungkin ada masukan
yang lebih baik sehingga RPP dapat diadopsi dengan baik.
Proses penawaran dan persetujuan dapat melalui media sosial atau
e-mail sehingga bisa didapatkan opini stakeholders
secepatnya. Hal ini merupakan langkah awal yang sangat penting dan
menentukan keputusan sebuah RPP layak untuk disusun atau tidak. Pendapat dan
partisipasi mereka sangat diharapkan dalam mengomentari sebuah rencana
pengelolaan.
Tahap
selanjutnya dengan melibatkan stakehoders Pemerintah menyiapkan baseline data dan informasi sebagai
bahan analisis situasi. Data dan informasi merupakan data yang bersumber dari
berbagai pihak yang disetujui oleh stakehoders
dan dianggap kredibel. Data dan informasi bisa dari hasil riset atau
berasal dari pengetahuan lokal.Analisis situasi sekurang-kurangnya memuat
sumberdaya ikan dan lingkungannya, teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan
kelembagaan pengelola serta stakehoders.
Tahap
selanjutnya menginventarisir isu
dan isu prioritas. Dalam proses ini seharusnya penyuluh atau fasilitator sudah
memberikan informasi awal kepada stakehoders
agar menginventarisasi isu dan isu prioritas bagi mereka sehingga pada saat
penyusunan RPP isu tersebut akan dikumpulkan dan akan dipilih sejumlah isu
prioritas berdasarkan bobot skor dan ranking yang diputuskan dalam rapat. Berikut
contoh penyususnan isu dan isu prioritas dalam tabel.
Untuk mendukung efektivitas pelaksanaan praktek
pengelolaan perikanan di WPP-NRI xxxxx, maka dilakukan inventarisasi berbagai
isu yang terkait dengan (i) sumberdaya ikan dan lingkungan, (ii) sosial ekonomi
dan (iii) tatakelola, seperti terlihat pada Tabel xxxx. Inventarisasi isu
pengelolaan secara umum didasarkan pada hasil analisis situasi perikanan di
WPP-NRI xxxx.
Tabel xxxxx
Isu dalam pengelolaan perikanan di WPP xxxx
ISU
|
SKOR
(1-5)
|
RANK
|
|
A
|
SUMBERDAYA
IKAN DAN LINGKUNGAN
|
||
1
|
Potensi
sumberdaya ikan yang sudah di tetapkan dengan Kepmen belum bisa diterapkan
dalam menentukan besaran alokasi di daerah
|
3
|
|
2
|
Masih rendahnya akurasi data potensi SDI tingkat
nasional dan lokal
|
4
|
|
3
|
Persentase
tertangkapnya ikan yuwana (juvenile) masih sangat tinggi
|
2
|
|
4
|
Semakin menurunnya ukuran ikan hasil tangkapan
|
1
|
|
B
|
SOSIAL
EKONOMI
|
||
1
|
Belum adanya
ketetapan pemerintah daerah tentang kawasan minapolitan
|
1
|
|
2
|
Partisipasi
stakeholder dalam pengelolaan belum terekam dengan baik dan masukan dari
mereka belum di manfaatkan untuk pengelolaan lokal
|
2
|
|
C
|
ISU TATA KELOLA
|
||
1
|
Lemahnya sistem pengawasan
(MCS) dalam pengelolaan SDI
|
2
|
|
2
|
Terjadinya konflik antara nelayan andon dengan nelayan
lokal
|
1
|
|
3
|
Belum
terbentuknya lembaga yang mengelola sumberdaya ikan di WPP-NRI xxxx
|
3
|
Sumber:
xxxxxxxxxxxxx
Isu prioritas ditetapkan dengan melakukan analisis
terhadap masing-masing isu, dengan memberikan nilai skor 1-5 untuk setiap isu.
Berdasarkan analisis tersebut, diusulkan 5 (lima) isu prioritas yang memiliki
skor tertinggi sehingga dianggap sangat penting untuk dikelola, seperti
terlihat pada Tabel xxx
Tabel
xxxx
Isu prioritas dalam perikanan di WPP xxxx
ISU
|
SKOR
(1-5)
|
RANK
|
|
A
|
SUMBERDAYA
IKAN DAN LINGKUNGAN
|
||
1
|
Semakin menurunnya ukuran ikan hasil tangkapan
|
1
|
|
2
|
Persentase
tertangkapnya ikan yuwana (juvenile) masih sangat tinggi
|
2
|
|
3
|
Potensi
sumberdaya ikan yang sudah di tetapkan dengan Kepmen belum bisa diterapkan
dalam menentukan besaran alokasi di daerah
|
3
|
|
4
|
Masih rendahnya akurasi data potensi SDI tingkat
nasional dan lokal
|
4
|
|
B
|
SOSIAL
EKONOMI
|
||
1
|
Belum adanya
ketetapan pemerintah daerah tentang kawasan minapolitan
|
1
|
|
2
|
Partisipasi
stakeholder dalam pengelolaan belum terekam dengan baik dan masukan dari
mereka belum di manfaatkan untuk pengelolaan lokal
|
2
|
|
C
|
ISU TATA KELOLA
|
||
1
|
Terjadinya konflik antara nelayan andon dengan nelayan
lokal
|
1
|
|
2
|
Lemahnya sistem
pengawasan (MCS) dalam pengelolaan SDI
|
2
|
|
3
|
Belum
terbentuknya lembaga yang mengelola sumberdaya ikan di WPP-NRI xxxx
|
3
|
Sumber: Hasil xxxxxxxxxxxxxxxxx
Isu
prioritas diatas merupakan dasar utama dalam menentukan tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai dalam rencana pengelolaan ini.
Tahap
selanjutnya menentukan
maksud, tujuan, dan sasaran rencana pengelolaan perikanan. Setelah disepakati
isu dan isu prioritas Penyuluh harus mengarahkan stakeholders menetapkan maksud. Maksud disini lebih cenderung
cita-cita umum disusunnya RPP. Pencapaian
maksud tersebut diatas dilakukan melalui pencapaian tujuan dan sasaran
pengelolaan perikanan yang meliputi 3 (tiga) perspektif yaitu:
1.
Sumberdaya Ikan dan Lingkungan;
2.
Sosial Ekonomi; dan
3.
Tatakelola.
Tujuan pengelolaan perikanan ditetapkan dan diarahkan untuk memecahkan isu
prioritas yang telah teridentifikasi, selanjutnya sasaran diarahkan untuk
mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Penetapan sasaran dilakukan dengan
pendekatan SMART yakni specific (rinci), measurable (dapat diukur), agreed
(disepakati bersama), realistic (realistis), dan time dependent (pertimbangan
waktu). Berikut ini contoh sinkronisasi tujuan dan sasaran.
Tujuan 1 :
Sumberdaya Ikan dan Lingkungan
“Sumberdaya ikan
dikelola secara berkelanjutan”
|
Untuk mewujudkan tujuan 1
tersebut diatas, ditentukan sasaran yang harus dicapai sebagai berikut:
1.
Melakukan koordinasi perijinan pemanfaatan
yang terkoordinasi antara tingkat nasional dan WPP untuk membuat pengaturan jumlah kapal yang diijinkan
melakukan pemanfaatan dalam 3 tahun;
2.
Sosialisasi
serta pelaksanaan Peraturan Menteri 2/2011 dan peraturan perubahannya tentang
pengaturan alat tangkap dalam 2 tahun;
3.
Menyempurnakan CPUE yang telah ada dengan menggunakan data log book dan
/atau observer dalam 2 tahun;
4.
Dilaksanakannya kajian lebih mendalam mengenai
potensi sumberdaya ikan yang dilakukan oleh tim pengkajian sumberdaya nasional
dengan BRKP untuk mendapatkan data yang terbaru mengenai potensi sumberdaya ikan di WPP xxx dalam 2
tahun;
5.
Masing-masing
daerah menyiapkan data yang terbaru mengenai kegiatan pemanfaatan sumber daya
ikan sebagai bahan analisis untuk kajian sumber daya dalam 2
tahun;
Tujuan 2 : Sosial Ekonomi
“Meningkatnya efektivitas perikanan tangkap dan budidaya sesuai
konsep minapolitan melalui pengelolaan kolaboratif”
|
Untuk mewujudkan tujuan 2
tersebut diatas, ditentukan sasaran yang harus dicapai sebagai berikut:
1. penetapan kawasan minapolitan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya melalui kajian karakteristik di tingkat WPP xxx daerahnya dalam
kurun waktu 2
tahun.
2. Terlaksananya pertemuan koordinasi pengelolaan
perikanan yang memastikan semua pemangku kepentingan dapat hadir dan
menyampaikan pendapatnya setiap tahun
Tujuan
3 : Tatakelola
Meningkatnya
partisipasi aktif dan kepatuhan pemangku kepentingan dalam rangka memberantas
kegiatan IUU Fishing
|
Untuk mewujudkan tujuan 3 tersebut di atas, ditentukan sasaran yang harus dicapai sebagai berikut:
1.
Membuat kesepakatan bersama(MoU) antara daerah asal dan
daerah tujuan andon dalam kurun waktu 2 tahun;
2.
Sosialisasi penegakan hukum dan dibuatnya skema MCS yang melibatkan stakeholder
terkait, serta adanya sosialisasi terhadap proses penanganan pelanggaran dan
tindakan yang di berikan setiap tahun;
3.
Perlunya dibentuk Satker/UPT/Pokja sebagai
sekertariat pengelola WPP xxx. Disarankan Satker pengelola WPP menjadi salah
satu Tupoksi pelabuhan perikanan UPT pusat yang berada di dalam WPP xxx. dalam
kurun waktu 4 tahun;
Tahap
selanjutnya adalah menetapkan
indikator dan benchmark. Seorang penyuluh harus memberikan pemahaman awal
tentang indikator dan benchmark sebagai titik acuan yang dapat diukur
perubahannya. Untuk memastikan
keberhasilan pencapaian sasaran diatas, ditetapkan indikator dan titik acuan untuk perikanan di WPP xxx. Indikator adalah suatu peubah yang terukur yang dapat dipantau dalam menentukan status
suatu sistem perikanan pada suatu saat tertentu (FAO, 2003). Penetapan indikator dan benchmark ditetapkan melalui partisipasi aktif stakeholders dalam diskusi, dan didukung dengan data yang
disepakati. Berikut ini contoh penentuan indikator dan benchmark.
Indikator dan Benchmark
Sasaran untuk mencapai Tujuan No. 1: “Sumberdaya
ikan dikelola secara berkelanjutan”
|
Untuk
memastikan keberhasilan pencapaian sasaran pada Tujuan No. 1, ditetapkan indikator dan benchmark
untuk setiap sasaran yang ingin dicapai seperti Tabel xxx dibawah ini:
Tabel xxx
Indikator dan Benchmark Tujuan 1
No
|
Sasaran
|
Indikator
|
Benchmark
|
1
|
Melakukan koordinasi perijinan
pemanfaatan yang terkoordinasi antara tingkat nasional dan WPP untuk membuat
pengaturan jumlah kapal yang diijinkan melakukan pemanfaatan dalam 3 tahun
|
Sistem
perijinan beroperasi
|
Belum ada
koordinasi perijinan
|
2
|
Sosialisasi
serta pelaksanaan Peraturan Menteri 2/2011 dan peraturan perubahannya tentang
pengaturan alat tangkap dalam 2 tahun
|
Jumlah
yuwana (juvenile) yang tertangkap
|
Ikan
yuwana (juvenile) yang tertangkap adalah sebesar xxx%
|
3
|
menyempurnakan CPUE yang telah ada
dengan menggunakan data log book dan /atau observer untuk
spesies ekonomis penting
dalam 2 tahun;
|
Analisis CPUE
|
CPUE belum
dihitung
|
4
|
Dilaksanakannya kajian lebih mendalam mengenai potensi sumberdaya ikan
yang dilakukan oleh tim pengkajian sumberdaya nasional dengan BRKP untuk
mendapatkan data yang terbaru mengenai
potensi sumberdaya ikan di WPP xxx dalam 2
tahun
|
Dokumen
pengelolaan
|
Belum ada
informasi jumlah pemanfaatan sumberdaya di tingkat WPP
|
5
|
Masing-masing
daerah menyiapkan data yang terbaru mengenai kegiatan pemanfaatan sumber daya
ikan sebagai bahan analisis untuk kajian sumber daya dalam 2
tahun
|
laporan
kegiatan per kabupaten
|
Jumlah enumerator di per Kabupaten/Kota dalam
wilayah WPP xxx (50 di bagi sejumlah kabupaten/ kota pesisir di WPP xx)
|
Indikator dan Benchmark
Sasaran untuk mencapai Tujuan No. 2: “Meningkatnya efektivitas perikanan
tangkap dan budidaya sesuai konsep minapolitan melalui pengelolaan
kolaboratif”
|
Untuk
memastikan keberhasilan pencapaian sasaran pada Tujuan No. 2, ditetapkan indikator dan benchmark
untuk setiap sasaran yang ingin dicapai seperti Tabel xx dibawah ini:
Tabel xx
Indikator
dan Benchmark Tujuan 2
No
|
Sasaran
|
Indikator
|
Benchmark
|
1
|
penetapan kawasan minapolitan perikanan tangkap dan perikanan budidaya
melalui kajian karakteristik di tingkat WPP xxx daerahnya dalam kurun waktu 2
tahun
|
tersedianya rencana pengelolaan untuk kawasan
minapolitan
|
pelabuhan dan sentra budidaya telah teridentifikasi
|
2
|
Terlaksananya pertemuan koordinasi pengelolaan perikanan yang
memastikan semua pemangku kepentingan dapat hadir dan menyampaikan
pendapatnya setiap tahun
|
Laporan
pertemuan koordinasi
|
Belum
semua pemangku kepentingan diundang dan atau memberikan masukannya untuk
pengelolaan perikanan
|
Indikator
dan Benchmark Sasaran untuk
mencapai Tujuan No.3:“Meningkatnya partisipasi aktif dan kepatuhan pemangku
kepentingan dalam rangka memberantas kegiatan IUU Fishing“
|
Untuk
memastikan keberhasilan pencapaian sasaran pada Tujuan No. 3, ditetapkan indikator dan benchmark
untuk setiap sasaran yang ingin dicapai seperti Tabel xx dibawah ini:
Tabel xx
Indikator
dan Benchmark Tujuan 3
No
|
Sasaran
|
Indikator
|
Benchmark
|
1
|
Membuat kesepakatan bersama (MoU)
antara daerah asal dan daerah tujuan andon dalam kurun waktu 2 tahun
|
MoU antar daerah beroperasi dan dilaksanakan oleh
30% nelayan andon
|
Belum ada MoU antar daerah untuk pengaturan andon
|
2
|
Sosialisasi penegakan
hukum ditingkatkan sebanyak 30% dan dibuatnya skema MCS yang melibatkan
stakeholder terkait, serta adanya sosialisasi terhadap proses penanganan
pelanggaran dan tindakan yang di berikan setiap tahun
|
1. Laporan sosialisasi penegakan hukum
2. Terbentuknya skema MCS terstruktur yang melibatkan stakeholder terkait
3.
Laporan proses penanganan pelanggaran
|
1. Sosialisasi penegakan hukum baru dilakukan sebanyak xxx kali/tahun
2. Kurang efektifnya skema MCS yang ada
3.
Belum ada laporan proses penanganan pelanggaran
|
3
|
Perlunya dibentuk Satker/UPT/Pokja sebagai
sekertariat pengelola WPP xxx. Disarankan Satker pengelola WPP menjadi salah
satu Tupoksi pelabuhan perikanan UPT pusat yang berada di dalam WPP xxx.
dalam kurun waktu 4 tahun
|
SK pembentukan Satker/UPT/Pokja
|
Pengelolaan di tingkat WPP dilakukan oleh propinsi
dan kabupaten/kota
|
Tahap
selanjutnya
adalah menetapkan rencana aksi (plan of action)
dan pembagian tugas diantara stakeholders
berikut dengan pembiayaannya. Rencana aksi ditetapkan mengikuti indikator
dan benchmark yang telah disepakati
guna pencapaian tujuan dalam menyelesaikan masalah pengelolaan perikanan. Faktor
pembiayaan dan pembagian tugas menjadi faktor yang sangat penting dalam sebuah
rencana pengelolaan perikanan.
Tahap
selanjutnya
adalah pelaksanaan rencana pengelolaan perikanan yang telah disusun. Dalam
pelaksanaan RPP makna peningkatan partisipasi komunitas perikanan atau stakeholders. Posisi Pemerintah disini
sebagai pemantau pelaksanaan dan fasilitator jika diperlukan. Pemerintah harus
mengelola konflik dengan baik karena dimungkinkan terjadi perselisihan antar
pemangku kepentingan.
Tahap
selanjutnya
adalah monitoring dan evaluasi, Pemerintah dan Penyuluh mendorong stakeholders untuk memberikan umpan
balik terhadap penyempurnaan rencana pengelolaan perikanan sehingga RPP dapat
direview secara periodik.
3 PENYEDERHANAAN
SILABUS PENYUSUNAN RPP
Sebagai bahan ajar dibutuhkan
tahapan pembelajaran yang ringkas dan sederhana. Penyusunan rencana pengelolaan
perikanan dapat diajarkan oleh Penyuluh melalui tahapan modul atau silabus
sebagai berikut:
Setiap langkah dalam proses
tersebut di atas, memiliki kegiatan spesifik
yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sebagai berikut:
# Langkah 1: Mendefinisikan dan menetapkan ruang lingkup unit
pengelolaan perikanan (fisheries management unit)
· Langkah 1.1 : Mendefinisikan unit
pengelolaan perikanan
· Langkah 1.2 : Menyepakati visi RPP
· Langkah 1.3 : Penetapan ruang lingkup unit pengelolaan perikanan
# Langkah 2 : Identifikasi dan
prioritisasi isu dan tujuan
· Langkah 2.1 : Identifikasi ancaman dan isu
· Langkah 2.2 : Penyusunan ancaman dan isu prioritas
· Langkah 2.3 : Mendefinisikan tujuan RPP
· Langkah 2.4 : Mempertimbangkan isu, hambatan dan peluang untuk
mencapai tujuan
# Langkah 3 : Menyusun Rencana EAFM
· Langkah 3.1: Menetapkan tujuan operasional
· Langkah 3.2: Menyusun indikator dan benchmarks
· Langkah 3.3 : Mengelola aksi dan kepatuhan
· Langkah 3.4 : Mekanisme pembiayaan
· Langkah 3.5 : Finalisasi Rencana Pengelolaan Perikanan
# Langkah 4 : Melaksanakan Rencana Pengelolaan Perikanan
· Langkah 4.1 : Formalisasi, komunikasi dan keikutsertaan (engage)
· Langkah 4.2 : Governance check
· Langkah 4.3 : Co-management
untuk pelaksanaan
· Langkah 4.4 : Pengelolaan konflik
# Langkah 5 : Monitoring, Evaluasi dan
Adaptasi
· Langkah 5.1 : Monitor kinerja
rencana aksi
· Langkah 5.2 : Evaluasi dan adaptasi Rencana
Berdasarkan proses atau tahapan tersebut
di atas, tenaga Ahli NOAA
merekomendasikan komponen penyusunan RPP WPP-NRI 714 sebagai berikut:
1. Pendahuluan
2. Langkah 1 : Analisis Situasi
·
Batasan wilayah dan
Ruang Lingkup
·
Biologi
·
Ekologi
·
Sosial
·
Ekonomi
·
Pemangku kepentingan
·
Pendekatan
pengelolaan
·
Unit Pengelolaan
Perikanan
3. Langkah 2 : Maksud dan Tujuan
4. Langkah 3 : Rencana Aksi
·
Standar pengelolaan
·
Pendanaan
5. Langkah 4 : Pelaksananaan
6. Langkah 5 : Pemantauan, Evaluasi dan Adaptasi
·
Monitoring dan
Evaluasi
·
Rencana Kepatuhan
·
Review
Perencanaan penyusunan rencana pengelolaan perikanan merupakan
suatu proses yang berlangsung secara terus-menerus, yang setidaknya terdiri
dari 5 (lima) tahapan seperti pada Gambar xx
(Heenan et al.,
2013 yang juga
diadopsi oleh NOAA).
4 KESIMPULAN
Dalam
penerapan falsafah pendidikan orang dewasa yang lebih humanistik dapat
meningkatkan kualitas sebuah dokumen pengelolaan perikanan. Penyusunan tersebut
sepenuhnya melalui partisipasi dan kolaborasi stakeholders. Kebutuhan akan penyuluhan dalam penyusunan Rencana
Pengelolaan Perikanan dengan pendekatan ekosistem perikanan (EAFM) seiring
dengan:
1.
meningkatnya kesadaran akan pentingnya
interaksi antara sumber daya perikanan dan ekosistem di mana mereka ada;
2.
pengakuan dari berbagai tujuan sosial
untuk, dan nilai-nilai, sumber daya perikanan dan ekosistem laut dalam konteks
pembangunan berkelanjutan;
3.
kinerja yang buruk dari pendekatan
manajemen saat ini seperti yang disaksikan oleh banyak negara miskin perikanan
dunia; dan
4.
kemajuan terbaru dalam ilmu pengetahuan,
yang menyoroti pengetahuan dan ketidakpastian tentang nilai fungsional
ekosistem bagi manusia (yaitu barang dan jasa yang mereka mampu memberikan).
Secara
keseluruhan, ada peningkatan kesadaran akan pentingnya sumber daya dan tentang
status perikanan (seperti terjadinya umum overfishing, limbah ekonomi dan
dampak negatif pada habitat, sering ada tangkapan spesies non-target, kerusakan
fisik habitat, efek rantai makanan, atau perubahan keanekaragaman hayati).
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pengelolaan perikanan yang bertanggung
jawab harus mempertimbangkan dampak yang lebih luas pada ekosistem secara
keseluruhan. Tujuannya adalah pemanfaatan berkelanjutan dari seluruh sistem,
bukan hanya spesies yang ditargetkan.
Kebutuhan
pertimbangan yang lebih luas dari isu-isu lingkungan dan ekosistem perikanan
juga telah diakui di banyak forum, dan prinsip-prinsip dan aspirasi untuk EAFM
telah didokumentasikan dengan baik. Meskipun implementasi penuh prinsip dan
aspirasi yang disepakati mungkin sulit saat ini, status quo bukanlah pilihan
yang dapat diterima dalam terang pemahaman yang berkembang ekosistem dan
menggunakan mereka dengan masyarakat. Kemajuan dalam menerapkan EAFM adalah
mungkin, apa pun pendekatan saat ini untuk mengelola berbagai jenis perikanan
Secara
teori, semua aspek perikanan yang bertanggung jawab, yang dituangkan dalam Kode
Etik FAO Perikanan Bertanggung Jawab, dapat diatasi melalui EAFM. Namun, fokus
dari pedoman ini adalah pada pengelolaan perikanan (Pasal 7) dengan beberapa
cakupan penelitian (Pasal 11), integrasi perikanan ke pengelolaan pesisir
daerah (Pasal 10) dan persyaratan khusus negara-negara berkembang (Pasal 5).
Kebutuhan untuk mencegah polusi dari kegiatan penangkapan ikan dan dampak
pencemar pada ikan juga disertakan, tapi tidak sepenuhnya diuraikan.
Tujuan
EAFM dapat disimpulkan dari banyak instrumen internasional, laporan dan
publikasi ilmiah (lihat pembahasan prinsip-prinsip dan konsep-konsep, di
bawah). Secara umum, tujuan dari pendekatan ekosistem untuk perikanan adalah
merencanakan, mengembangkan dan mengelola
perikanan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat, tanpa membahayakan
pilihan untuk generasi mendatang untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai
barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut.
Referensi:
FAO. 2009. Fisheries Management 2. The ecosystem
approach to fisheries. The human dimensions of the ecosystem approach to
fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries No. 4, Suppl.2,
Rome, FAO. 88p.
Roger CR. 1969. Freedom
to Learn. Columbus, OH: Charles E Merill Publishing Co.
Comments
Post a Comment