CCTV atau Video Dapat Memperbaiki Karakter Siswa
1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam
menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi diperlukan sarana,salah
satunya adalah dengan diterapkannya pendidikan karakter. Hal ini mengingat banyak
permasalahan yang timbul justru dilakukan oleh beberapa pelajar di negeri ini. Fenomena
menyontek, tawuran antar pelajar, serta kejadian- kejadian lain yang tidak mencerminkan
perilaku seorang akademisi semakin hari malah semakin menjamur saja, di samping
itu, tingkat kesopanan seorang siswa terhadap gurunya atau seorang anak terhadap
kedua orang tuanya juga semakin memprihatinkan.
Pembiasaan
menjadi fungsi yang sangat penting bagi sebuah sekolah dasar. Pembiasaan ini
diharapkan membentuk sikap manusia sebagai makhluk sosial yang kelak mampu
hidup bersama dan berperan sosial sesuai dengan harapan atau cita-citanya.
Bakat dan minat siswa sudah mulai terlihat sejak di sekolah dasar.
Guru
wali kelas yang baik seharusnya dapat mengamati, memaknai, dan memepengaruhi
peristiwa dalam lingkungan belajar siswa sehingga dapat menjadi sebuah catatan
penting yang dapat dilaporkan secara tertulis maupun lisan kepada orang tua siswa.
Guru sekolah dasar selain memberikan pengetahuan dan keterampilan juga
diharapkan dapat membentuk sikap yang baik. Sikap siswa dapat dibentuk melalui
pembiasaan.
Pembiasaan
yang dilakukan SD Islam Al Fath Kelurahan Binong Tangerang terhadap siswa adalah
melalui apel pagi, sholat dhuha berjamaah, dan tahfidz/iqro. Pembiasaan
tersebut dilakukan sebelum kegiatan mata pelajaran dimulai dan membutuhkan
waktu 1 (satu) jam 45 menit setiap hari. Kegiatan tersebut yang membedakan SD
Islam Al Fath dengan SD Negeri. Oleh karena itu, siswa SD Islam Al Fath
membutuhkan waktu lebih lama dalam kegiatan belajar dibandingkan dengan SD
Negeri. Mereka mulai kegiatan belajar mengajar sejak pukul 06. 45 WIB sampai
dengan pukul 14.00 WIB bagi kelas 1 dan 2, sedangkan bagi kelas 3, 4, dan 6
sampai dengan pukul 15.00 WIB. Meskipun demikian, bagi siswa SD Islam Al Fath, hari
Sabtu dan Minggu menjadi hari libur.
Pembiasaan
tersebut apakah dapat menunjang dalam pembentukan nilai karakter bangsa. Berdasarkan
hal tersebut di atas peneliti mencoba untuk menganalisis pembiasaan dalam
pembentukan karakter siswa sebagai upaya memberikan sedikit masukan bahan
evaluasi pendidikan.
1.2.
Tujuan
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk:
-
Menganalisis pembiasaan dalam
pembentukan karakter bangsa.
-
Menghasilkan implikasi makalah terhadap kemajuan
pendidikan.
1.3.
Ruang lingkup
Penelitian
ini hanya dilakukan untuk menganalis pembiasaan pada kegiatan asmaul husna dan
sholat dhuha di SDIT Al Fath Binong Tangerang dalam pembentukan karakter
bangsa.
1.4.
Metode
Metode
yang digunakan dengan mendokumentasikan gambar dengan rekaman video selama
kegiatan berlangsung pada tanggal 7 Mei 2015 (dalam 1 hari). Gambar-gambar yang
bermuatan bahasa tubuh dan bahasa verbal
dianalisis secara kualitatif.
2 TINJAUAN
PUSTAKA
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
memiliki keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
(Pasal 1 butir 1 UU no 20 tahun 2003)
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika
Serikat (Ali Ibrahim Akbar,(2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen
oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang
tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan
soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pembentukan soft skill siswa dapat dilakukan melalui
pendidikan karakter. Tujuan
pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik, begitu
tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya
untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar,
dan cenderung memiliki tujuan hidup .pendidikan karakter yang efektif, ditemukan
di lingkungan sekolah yang memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi
mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. (Kepennas, 2010: 11).
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing)
acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada
pengetahuan, karakter lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan
diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (component of
good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral
feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.
Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami, merasakan, dan
mengajarkan sekaligus nilai-nilai kebajikan. (Kepennas, 2010: 31).
Dalam menanamkan pendidikan nilai-nilai pendidikan
karakter pada diri peserta didik tentunya seorang guru dituntut untuk
memperhatikan kepribadian peserta didiknya. Hal ini diperlukan agar peserta
didik mampu memahami dan merasakan serta mengerjakan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat kelak. Untuk ini, dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan
pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari Agama,
Pancasila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional. ke 18 nilai tersebut adalah:
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,tanggung jawab.
Setiap manusia membutuhkan pengetahuan untuk tugas
perkembangannya. Pengetahuan yang kaya dan bijaksana akan mampu menjaga
keseimbangan antara pertumbuhan intelegensia dan perubahan lingkunagan (Joyce
et al., 2003).
Pendidikan harus mampu menciptakan kebebasan dari
ketertindasan. Seorang peserta didik selain membebaskan dirinya harus mampu
menyadarkan orang lain agar terbebas dari ketertindasan. Dialog dan lingkungan
belajar dapat diciptakan dengan nyaman tanpa ada rasa ketertindasan. Guru dan
siswa tidak merasa asing (Macedo, 2005 dalam Freire 30th Anniversary).
Guru atau praktisi yang baik tidak hanya mampu untuk
mengamati, berdialog, memaknai, dan mempengaruhi peristiwa dalam lingkungan
belajar akan tetapi harus mampu mengkritisi teori-teori psikologi yang
mempengaruhi baik kelebihan, kelemahan dan asal-usul sosial, politik, dan
budaya yang membentuk teori tersebut (Tennant, 1997).
Sholeh (2013) menjelaskan bahwa dampak pembiasaan
sholat dhuha terhadap pembinaan akhlak sangat baik terlihat pada perilaku
produktif dalam pemanfaatan waktu, hormat, disiplin, murah hati, dan peduli
sesama. Peserta didik dapat mengontrol emosi atau amarah, selain itu pikiran
dan hati peserta didik juga menjadi lebih tenang, sehingga akan memperlancar
proses belajar. Menahan amarah yaitu upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai
oleh perasaan marah terhadap orang lain. Shalat dhuha sebagai sarana agar dengan
shalat dhuha seseorang mampu mengendalikan diri sehingga tidak melakukan perbuatan
keji dan munkar, serta perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang
lain. Pengendalian diri ini pada akhirnya akan memunculkan suatu perilaku atau
akhlak yang mulia bagi lingkungan dan orang-orang disekitarnya.
.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pembiasaan Asmaul Husna
Kegiatan
pembacaan asmaul husna dilakukan setiap hari Senin hingga Jumát pukul 06.45 –
07.00 WIB selama 15 menit. Waktu 15 menit tersebut dipandang cukup dan tidak
melelahkan, bahkan secara fisik sangat bermanfaat untuk menambah stamina dan
mendukung pertumbuhan badan siswa.
Namun
demikian, peneliti perlu menganalisis pengaruh pembiasaan tersebut dalam
pembentukan karakter bangsa. Gambar-gambar dibawah ini yang diperoleh dari
rekaman video selama kegiatan asmaul husna berlangsung. Gambar tersebut
diharapkan membantu peneliti. Hasil penelitian dan pembahasannya sebagai
berikut:
(1)
Siswa membentuk formasi barisan dan
membaca asmaul husna.
Guru
memberikan aba-aba membentuk barisan diikuti oleh siswa. Siswa kelas 5 ditunjuk
untuk memimpin pembacaan asmaul husna. Dari 18 nilai karakter bangsa yang
terlihat pada kegiatan ini hanya 8 nilai karakter yaitu religius, toleransi, disiplin,
kerja keras, demokratis, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, tanggung jawab.
(2)
Siswa menyalami tangan Guru sesaat
setelah pembacaan asmaul husna
Siswa
membubarkan diri secara tertib dan menyalami tangan Guru. Dari 18 nilai
karakter bangsa yang terlihat pada kegiatan ini hanya 4 nilai karakter bangsa
yaitu toleransi, disiplin, cinta damai, dan peduli sosial.
(3)
Sebagian siswa berkomunikasi singkat sesaat
setelah menyalami Guru
Dalam
waktu yang relatif sempit sebagian siswa mampu menyempatkan diri untuk
berkomunikasi dengan teman lainnya. Kebiasaan ini membentuk 9 nilai karakter
yaitu jujur, toleransi, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli sosial, dan tanggung jawab.
3.2. Pembiasaan sholat dhuha
Kegiatan
sholat dhuha dilakukan setiap hari Senin hingga Jumát pukul 07.00 – 07.30 WIB
selama 30 menit. Kegiatan tersebut diharapkan menumbuhkan 18 nilai karakter
bangsa yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial,tanggung jawab. Namun demikian, peneliti perlu
menganalisis pengaruh pembiasaan
tersebut dalam pembentukan karakter bangsa. Gambar-gambar dibawah ini yang
diperoleh dari rekaman video selama kegiatan sholat dhuha berlangsung. Gambar
tersebut diharapkan membantu peneliti. Hasil penelitian dan pembahasannya
sebagai berikut:
(1)
Tidak mengantri untuk wudhu, sebagian
besar sudah berwudhu di rumah
Sebelum
melaksanakan sholat dhuha siswa mengambil wudhu. Berdasarkan rekaman video
selama pengamatan tidak terjadi antrian karena sebagian besar siswa telah
berwudhu di rumah sebelum berangkat ke sekolah. Tindakan ini dilakukan siswa
untuk menghemat waktu dan menghindari antrian. Dari 18 nilai karakter bangsa yang
terlihat dari 9 karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, peduli lingkungan, dan peduli sosial.
(2)
Arahan Guru sebelum sholat agar siswa
mendoakan kelas 6 yang akan ujian nasional
Siswa
diharapkan dapat mendoakan kelas 6 yang akan melaksanakan ujian nasional pada
tanggal 18 Mei 2015. 7 nilai karakter siswa yang terbentuk saat kegiatan ini
yaitu religius, jujur, toleransi, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif,
peduli sosial, dan tanggung jawab.
(3)
Sholat dhuha
Guru
membimbing siswa untuk melaksanakan sholat secara benar. Siswa diharapkan mampu
melaksanakan sholat secara baik dan membiasakan diri sejak kecil. Sholat adalah
pembiasaan diri untuk introspeksi dan Allah sebagai tempat bergantung. 18 nilai
karakter siswa yang terbentuk saat kegiatan ini yaitu religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial,tanggung jawab.
(4)
Merapikan perlengkapan sholat
masing-masing
Setelah
selesai sholat dhuha siswa harus merapikan perlengkapan sholat masing-masing. 7
nilai karakter yang terbentuk yaitu disiplin, kerja keras, mandiri,
bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
(5)
Guru menguji kejujuran siswa
Guru
sedang menguji kejujuran siswa dengan menanyakan pisang milik siapa yang tidak
dimakan, guru menjelaskan arti penting bersyukur atas nikmat Allah. Namun saat
itu tidak ada yang mengakui pisang itu. Guru sangat ingin membentuk nilai
karakter jujur. Nilai karakter bangsa dapat diuji dan diamati.
Sesuai
tujuan pendidikan nasional yang menekankan pada pembentukan karakter bangsa
sehingga Balitbang-Kepennas mengembangkan kurikulum pendidikan karakter bangsa
dengan mengembangkan 18 nilai karakter. Karakter dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing) acting, menuju kebiasaan (habit).
Pembiasaan
yang dilakukan harus dilandasi dengan pengetahuan tentang nilai karakter
bangsa. Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan, karakter
lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik (component of good character) yaitu
moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar
peserta didik mampu memahami, merasakan, dan mengajarkan sekaligus nilai-nilai
kebajikan. (Kepennas, 2010: 31). Guru sekolah dasar Al Fath harus mengenalkan
nilai karakter bangsa melalui model pembelajaran yang tepat, misalnya siswa
disuruh menganalisa cerita yang mengandung nilai karakter dan motivasi untuk
melakukannya atau model multiple
causation (Lippitt, Fox, and Schaible, l969a, pp. 24—25). Guru selanjutnya
mengembangkan dialog untuk memotivasi dan menguji sejauh mana pemahaman siswa
terhadap cerita yang berkarakter tersebut, mengembangkan pertanyaan ‘apa yang
akan dilakukan siswa terhadap kejadian dalam cerita tersebut. Hasil penelitian
membuktikan bahwa nilai karakter jujur sulit untuk diterapkan seperti kasus
pisang yang tidak dimakan dan tidak ada yang mengaku siapa pemiliknya. Hal itu
terjadi dimungkinkan karena siswa takut untuk berbuat jujur dan mengakui
kesalahannya atau tidak percaya diri/malu.
Karakter yang terbentuk sebagai soft skill yang dimiliki siswa akan menunjang keberhasilan siswa sesuai
penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar,(2000),
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft
skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih
banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting
untuk ditingkatkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa karakter
yang terbentuk diluar 18 nilai karakter bangsa yang ada dikurikulum seperti well organized dimana siswa mampu
mengelola dirinya seperti berwudhu sebelum berangkat ke sekolah. Nilai lain
yang muncul adalah rasa percaya diri bhwa tidak ada tempat bergantung dan
meminta pertolongan kecuali Allah SWT. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakter komunikatif/bersahabat sangat digemari oleh siswa dan akan
menumbuhkan nilai karakter bangsa lainnya apabila diberikan kesempatan yang
lebih besar untuk berkomunikasi antar siswa. Erat kaitannya antara individu dan
lingkungan sosial dalam proses belajar. Tidak ada gaya atau model belajar yang
tepat karena lingkungan selalu berubah. Teori psikoanalisis atau gaya belajar
humanistik tidak cukup untuk mempengaruhi peristiwa dalam lingkungan belajar.
Siswa sangat membutuhkan pendidikan dan pengetahuan
terutama nilai-nilai karakter. Manusia yang berkaraker dapat menyeimbangkan dan
melaksanakan peran sosial. Setiap manusia membutuhkan pengetahuan untuk tugas
perkembangannya. Pengetahuan yang kaya dan bijaksana akan mampu menjaga
keseimbangan antara pertumbuhan intelegensia dan perubahan lingkunagan (Joyce
et al., 2003).
Oleh karena
itu, Guru atau praktisi yang baik dituntut tidak hanya mampu untuk mengamati,
berdialog, memaknai, dan mempengaruhi peristiwa dalam lingkungan belajar akan
tetapi harus mampu mengkritisi teori-teori psikologi yang mempengaruhi baik
kelebihan, kelemahan dan asal-usul sosial, politik, dan budaya yang membentuk
teori tersebut (Tennant, 1997).
Pelaksanaan sholat dhuha yang dibimbing oleh Guru
terlihat akan menumbuhkan 18 nilai karakter sekaligus karena nilai religius dan
ikhlas meninmbulkan rasa percaya diri yang luar biasa sehingga dapat
memunculkan karaker lainnya. Sesuai dengan Sholeh (2013) menjelaskan bahwa
dampak pembiasaan sholat dhuha terhadap pembinaan akhlak sangat baik terlihat
pada perilaku produktif dalam pemanfaatan waktu, hormat, disiplin, murah hati,
dan peduli sesama. Pengendalian diri ini pada akhirnya akan memunculkan suatu
perilaku atau akhlak yang mulia bagi lingkungan dan orang-orang disekitarnya.
Namun demikian dalam pembiasaan tersebut tidak
diharapkan adanya pemaksaan atau penindasan. Suasana yang asing bagi siswa atau
suasana yang menakutkan akan menutup nilai karakter tersebut sehingga sulit
diterapkan oleh siswa. Guru harus mampu berdialog dengan rendah hati, penuh
rasa cinta, dan mengungkap kebenaran. Guru juga pandai memilih kata-kata yang
baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Guru dan siswa masih asing dan Guru
memberikan arahan saat kegiatan sholat dhuha masih terkesan menekan siswa. Pendidikan
harus mampu menciptakan kebebasan dari ketertindasan. Seorang peserta didik
selain membebaskan dirinya harus mampu menyadarkan orang lain agar terbebas
dari ketertindasan. Dialog dan lingkungan belajar dapat diciptakan dengan
nyaman tanpa ada rasa ketertindasan. Guru dan siswa tidak merasa asing (Macedo,
2005 dalam Freire 30th Anniversary).
4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Proses
pembiasaan sholat dhuha dan pembacaan asmaul husna berpengaruh dalam menumbuhkan
18 nilai karakter bangsa. Bahkan dapat
memunculkan nilai karakter lainnya seperti well
organized dan rasa percaya diri. Selain itu nilai karakter
komunikasi/bersahabat mengakibatkan munculnya nilai karakter lainnya. Pengaruh
tersebut akan semakin baik dan dapat diterapkan dalam lingkungan sosial siswa
dengan syarat:
(1)
Guru mengenalkan pengetahuan tentang
nilai karakter dengan model belajar atau gaya belajar yang menyenangkan siswa
seperti multiple causation atau siswa
yang ditunjuk secara bergiliran dan periodik memaknai cerita bergambar.
(2)
Guru mengembangkan dialog atau
memberikan pengarahan saat kegiatan tersebut dengan memilih kata-kata yang baik
dan menyenangkan karena siswa sekolah dasar masih dalam masa pertumbuhan dan
bermain. Guru tidak menakutkan dan menekan siswa dengan arahannya.
(3)
Guru memahami variabel yang berpengaruh
terhadap proses belajar siswa. Guru juga diharapkan mampu memaknai dan
mempengaruhi peristiwa dalam lingkungan belajar karena tidak ada teori
psikologi dan teori pendidikan yang dapat diterapkan secara baku.
4.2. Saran
Berdasarkan
hasil penelitian ini disarankan agar pihak sekolah memberikan pemahaman kepada
Guru untuk menciptakan suasana dan proses belajar yang menyenangan khususnya
dalam proses pembiasaan sholat dhuha dan pembacaan asmaul husna. Guru harus
memahami 18 nilai karakter bangsa dan mengenalkannya kepada siswa secara baik
saat kegiatan sholat dhuha dan asmaul husna berlangsung.
Pihak
sekolah dapat memasang rekaman CCTV untuk memantau, memaknai, dan menyiapkan
tindakan yang diperlukan dalam memperbaiki proses pembiasaan tersebut.
Pemasangan CCTV harus disepakati oleh orang tua siswa dan tidak melanggar norma
hukum dan sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
Joyce, B., Weil, M.. 2003. Models of Teaching (Fifth Edition). Prentice
Hall, New Delhi, India.
Kementerian
Pendidikan Nasional, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Puskurbuk, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan Perbukuan 2011
Kepennas,
2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Badan Penelitian dan
Pengembangan kurikulum, Jakarta
Lippitt, R., Fox, R., & Schaible, L. (l969a). Cause and effect: Social
sci-ence resource book. Chicago: Science Research Associates.
Ramos, BM. 2005. Paulo Freire Pedagogy of The Oppressed 30th Anniversary.
Continuum, London, New York.
Santrock, J.W.(2000). Life Span Development. Jakarta : Erlangga.
Tennant, M. 1997. Psychology and adult learning (second edition).
Routledge. London, New York.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Comments
Post a Comment