Perikanan Kapal Bagan Perahu di Samudera Hindia Barat Sumatera
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Samudera
Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda adalah Wilayah Pengelolaan
Perikanan 572. WPPNRI ini memiliki kedalaman lebih dari 200 meter ( Peraturan
Menteri Nomor 71/PERMEN - KP/ 2016). Perairan dengan kedalaman sampai dengan
1000 meter ini disebut dengan zona epipelagis hingga mesopelagis. Zona ini
mendapatkan penetrasi cahaya matahari sehingga phytopankton sangat produktif dan sebagai tempat berkembangbiaknya
mayoritas jenis ikan pelagis, sedangkan kedalaman di atas 200 meter daerah yang
remang-remang di dominasi ikan-ikan predator (Sartimbul et al. 2017).
Potensi
lestari perikanan WPPNRI 572 diperkirakan sebesar 1.240.975 ton per tahun dan
sekitar 80% nya boleh dimanfaatkan (Keputusan Menteri Nomor 5 0 / K E P ME N - K P / 2 0 1 7). Tingkat
pemanfaatan pelagis besar dan lobster diperkirakan melebihi 0,80. Artinya,
satus pemanfaatan di area ini cenderung fully-exploited
sehingga upaya penangkapan harus dimonitor ketat. Bahkan, telah
terjadi degradasi sumberdaya
ikan di Samudera Hindia barat Sumatera,
dimana pelagis kecil rata-rata
tingkat degradasi setiap
tahunnya sebesar 26%
sedangkan untuk ikan
pelagis besar sebesar
25% (Desniarti et al. 2007).
Salah satu
alat penangkapan yang direkomendasikan yaitu bagan apung, alat ini lebih unggul
daripada pancing dan payang di Palabuhan Ratu karena alat ini lebih produktif,
menguntungkan, dan minim potensi konflik nelayan (Silaban et al. 2017). Namun, bagan merupakan alat yang kurang selektif karena
tidak memiliki alat khusus untuk memilah ikan hasil tangkapan sehingga hasil
tangkapan non target jauh lebih besar dibandingkan dengan ikan target (Apriliani et al. 2018).
1.2.
Tujuan
Analisis perikanan WPPNRI 572 tahun 2019 sebagai bahan kebijakan pengendalian kapasitas
penangkapan ikan.
2.
METODE dan ALAT
2.1.
Lokasi dan
Waktu Kegiatan
Kegiatan
analisis data ini dilaksanakan di
Jakarta pada bulan Januari 2019 menggunakan data LBPI di
WPPNRI 572 bulan Januari tahun 2019.
2.2.
Pengumpulan
Data
Pengambilan data/sampling dilakukan secara sengaja (purposive sampling) terhadap kapal
perikanan bagan perahu yang menyampaikan logbook penangkapan ikan pada bulan
Januari atau sekitar 122 unit kapal (ID-logbook).
2.3.
Cara
Analisis
Aplikasi yang digunakan dalam menganalisis:
(1) Microsoft
access sebagai database untuk memudahkan dalam pengelompokan dan rekapitulasi data.
(2) Statistika
8 sebagai pengolah data ke dalam bentuk grafik box plot dan korelasi bivariat.
(3) Microsoft
excell sebagai pengolah data ke dalam bentuk grafik pie.
2.4.
Peralatan
Pelaksanaan
kegiatan pengumpulan
data LBPI ini menggunakan:
1)
Komputer;
2)
Literatur;
3)
ATK.
3.
HASIL
Kegiatan
pengumpulan data LBPI ini diunduh dari aplikasi SILOPI. Berdasarkan hasil analisis data, untuk perikanan di WPPNRI 572 selama bulan
Januari tahun 2019 diperoleh sebagai berikut:
3.1.
Kapasitas Penangkapan Bagan Perahu
Secara umum kapal bagan perahu yang
digunakan untuk menangkap ikan di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan
Selat Sunda berukuran antara 40 – 47 GT dengan nilai median kapal sebesar 44.
Namun, masih banyak juga kapal yang digunakan berukuran di atas 47 GT bahkan
sampai dengan 59 GT. Gambar 1 menunjukkan ukuran kapal bagan perahu yang
digunakan di WPPNRI 572.
Gambar 1 memberikan informasi yang
jelas bahwa kapal-kapal bagan perahu yang berukuran 40 GT ke bawah diperkirakan
sebesar 25% dari total keseluruhan kapal bagan di WPPNRI 572. Sementara,
kapal-kapal berukuran 40 GT ke atas mencapai 75%. Nilai pertengahan GT adalah 44.
Selanjutnya, kapasitas penangkapan
ikan juga bisa dilihat dari hari laut. Hari laut termasuk di dalamnya hari
efektif menangkap ikan dan perjalanan keberangkatan dan kedatangan kapal. Hari
laut ini sangat mudah untuk mengukurnya dibandingkan dengan menggunakan hari
efektif menangkap ikan. Disamping itu,
data hari efektif akan lebih valid jika diperoleh melalui pengamatan langsung
di atas kapal.
Gambar 2 menunjukkan bahwa hari
melaut kapal-kapal bagan perahu di WPPNRI 572 selama 8 hari per trip. Mayoritas kapal beroperasi selama 7 sampai dengan 11
hari laut per trip. Bahkan, sebagiannya ada yang beroperasi lebih dari 11 hari
sampai dengan 17 hari di laut per trip.
FAO memberikan asumsi bahwa
aktivitas kapal penangkapan ikan di laut dalam kondisi full capacity tidak melebihi
260 hari laut per tahun (FAO 2008). Sementara, kapal-kapal bagan perahu di Samudera
Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda beroperasi 8 hari laut per trip.
Apabila kapal tersebut beroperasi 3 trip per bulan maka diperkirakan mencapai 288
hari laut per tahun. Artinya jumlah hari laut kapal bagan perahu di WPPNRI 572
telah melebihi kapasitas penangkapan ikan atau over capacity.
Biaya penangkapan ikan setidaknya
dipengaruhi oleh lamanya hari melaut dan
jumlah awak yang dipekerjakan di atas kapal pada saat operasi. Jumlah awak
kapal bagan perahu di WPPNRI 572 mencapai 21 orang. Nilai pertengahan
penggunaan awak yaitu 15 orang (Gambar 3).
Secara umum, dalam 1 trip penangkapan ikan selama 2
– 17 hari laut, kapal bagan perahu berukuran 34 – 54 GT menghasilkan 950 kg
ikan. Bahkan, ada kapal yang menghasilkan 3.300 kg, akan tetapi ada pula kapal
yang hanya mendapat tangkapan ikan sebesar 90 kg. Gambar 4 menjelaskan lebih
rinci hasil tangkapan kapal bagan perahu per trip di WPPNRI 572.
Komposisi jenis ikan hasil tangkapan bagan perahu pada
bulan Januari 2019 sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukkan jenis
ikan dominan tertangkap yaitu tongkol abu-abu 52%, teri 17%, layang deles 10%, cakalang
7%, kembung lelaki 7%, dan ikan lainnya 10%.
3.2. Hubungan Kapasitas Penangkapan Bagan
perahuDengan Hasil Tangkapan
Apabila dianalisis lebih lanjut maka Gambar 6 menunjukkan hubungan
antara ukuran kapal (GT), hari laut, dan jumlah awak kapal bagan perahu terhadap
hasil tangkapan ikan (kg). jumlah
awak lebih berkorelasi positif terhadap hasil tangkapan ikan yaitu r=0,43,
sedangkan ukuran kapal (GT) dan hari laut memiliki nilai korelasi yang sangat
rendah sehingga penambahan ukuran kapal dan hari laut dari nilai tengahnya
tidak mempengaruhi hasil tangkapan.
4.
SIMPULAN DAN
SARAN
4.1. Simpulan
Secara
umum kapal bagan perahu yang beroperasi di Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera dan Selat Sunda berukuran antara 34 – 54 GT dengan lama operasi antara
2 – 17 hari laut per trip serta mempekerjakan awak kapal sebanyak 10 – 21
orang. Hasil tangkapan ikan didominasi oleh tongkol abu-abu 52%, teri 17%,
layang deles 10%, cakalang 7%, kembung lelaki 7%, dan ikan lainnya 10%. Rata-rata hasil tangkapan ikan antara 90 – 3.300
kg per trip.
Penambahan
ukuran kapal dan hari laut dari nilai tengahnya tidak akan mempengaruhi hasil
tangkapan ikan. Namun, jumlah awak dengan nilai r=0,43 berkorelasi positif
dengan hasil tangkapan. Artinya, penambahan jumlah awak akan mempengaruhi
penambahan hasil tangkapan ikan.
4.2. Saran
Kelebihan kapasitas dalam pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera Hindia
sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda dapat dicegah dengan cara membatasi
jumlah awak maksimal 20 orang per trip. Pembatasan jumlah awak kapal dapat dilakukan
melalui proses penyijilan dan penerbitan surat persetujuan berlayar oleh
syahbandar perikanan.
Daftar Pustaka
Apriliani IM, Riyantini I, Rochima E, Ikmal MF. 2018. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 8(1): 88 – 95.
Desniarti, Fauzi A, Monintja D, Boer M. 2007. Analisis kapasitas
perikanan pelagis di Perairan
Pesisir Propinsi Sumatera
Barat. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food Agriculture Organisation.
2008. FAO Technical Guidelines For
Responsible Fisheries 4 Suppl.3 Fisheries Management Managing Fishing Capacity.
Rome (IT): Italy
Sartimbul A, Iranawati F, Sambah AB, Yona D. 2017. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Pelagis Kecil Di Indonesia. Malang(ID): UB
Press.
Silaban J, Mustaruddin, Soeboer DA. 2017. Penentuan alat tangkap unggulan
untuk ikan pelagis kecil di Palabuhanratu Sukabumi. ALBACORE. I (2): 225 – 234.
Comments
Post a Comment