MAKALAH PERUBAHAN
Latar
Belakang
Dunia modern
mengalami perubahan yang sangat cepat. Hal ini mengakibatkan individu maupun
kelompok harus menerima dan mengelola perubahan tersebut untuk mendapatkan
kualitas hidup yang lebih baik. Seorang profesional sangat diperlukan untuk
menemukan permasalahan individu dan perubahan sosial.
Pelaku utama atau
Pelaku usaha baik perorangan maupun berbadan hukum dalam kegiatan ekonomi sudah
dipastikan akan melakukan perubahan. Perubahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan
daya saing dalam rangka bertahan dan mengembangkan usaha. Sebuah komunitas,
kelompok atau perorangan yang memiliki kebutuhan atau menghadapi permasalahan
baru, akan selalu melakukan perubahan secara periodik. Penyuluh atau agen
perubahan melakukan aksi perubahan melalui pendekatan perorangan, kelompok, organisasi
besar, atau komunitas sebagai kelayan.
Seorang penyuluh
berorientasi pada kebutuhan (need
assesment) dan penyelesaian masalah kelayan. diagnosa kebutuhan dan masalah
kelayan akan menjadi momentum awal dalam upaya melakukan perubahan berencana. Setelah
diketahui kebutuhan dan masalah kelayan, seorang penyuluh akan menetapkan
tujuan dan mendisain rencana penyuluhan disesuaikan dengan kemampuan input
sumberda dan waktu pencapaian. Aksi nyata yang dilakukan oleh penyuluh membutuhkan
monitoring dan evaluasi agar indikator output tercapai secara maksimal.
Akhir-akhir ini
para akademisi sebagai pengajar, ilmuwan sosial, dan agen perubahan menunjukkan
minat yang besar terhadap teori perubahan dan menggunakannnya untuk
mempengaruhi kehidupan sosial. Perhatian mereka fokus pada konsep plan change. Mereka menggunakan
prinsip-prinsip konsep perubahan berencana sebagai bagian ilmu sosial. Konsep
tersebut meliputi agen perubahan, sistem kelayan, kekuatan perubahan,
penghambat perubahan, tahapan perubahan, dan metode perubahan. Kurt Lewin
sangat mempengaruhi konsep perubahan berencana dengan ide demokrasi mencari
cara untuk memfasilitasi perubahan. Konsep plan
change dituangkan dalam buku oleh Rhonald Lippit dan tim.
Konsep plan change tidak hanya dipelajari di perguruan tinggi
akan tetapi mulai diterapkan dalam kurikulum berbagai pelatihan pemberdayaan
masyarakat. Inisiasi tersebut untuk lebih mengembangkan metodologi perubahan
berencana sesuai kebutuhan nyata di lingkungan masyarakat seperti psikoterapi,
manajemen industri, hubungan antar bangsa dan pengembangan masyarakat.
Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui makna dan tujuan perubahan berencana dan
memahami contoh proses perubahan berencana.
Teori
Amanah (2000)
menyebutkan bahwa penyuluhan adalah proses perubahan berencana secara
kesinambungan, mencakup kegiatan pembelajaran bagi individu, kelompok,
organisasi, komunitas, hingga masyarakat yang lebih luas guna melakukan
transformasi atau perbaikan situasi (situation
improvement) melalui perubahan perilaku.
Dalam rangka
merangsang tumbuhnya kemauan akan perubahan, penyuluh secara aktif berusaha
mengajak (persuasi) pada SDM Klien.
Tujuan utamanya adalah sebgaimana dikemukakan oleh Bormann et al. (1969), the winning of willing cooperation. Penyuluh
berusaha menentukan kemauan bekerjasama untuk mewujudkan terjadinya
perubahan-perubahan yang dikehendaki. Karena itu, pesan perubahan tersebut
harus bermakna bagi SDM Klien, sehingga bergairah melaksanakan perubahan tersebut.
Karena itu pulalah yang menjadi pegangan bagi penyuluh sebagaimana dikemukakan
oleh Bormann et al. (1969) : people do
thing for their reason not yours. Artinya, kebutuhan dan keinginan SDM
klien merupakan acuan utama bagi penyuluh, dan bukannya kemauan dan keinginan
penyuluh.
Menurut Lippitt et al. (1958), peranan
agen pembaruan yang akan memberikan kontribusi terhadap proses perubahan
adalah: (a) menjembatani dan merangsang relasi baru dalam sistem klien, (b)
menceriterakan pengalamannya dalam menyampaikan teknik-teknik baru, (c)
menimbulkan kekuatan dari dalam, (d) menciptakan lingkungan yang khusus, dan
(e) memberikan dukungan selama proses perubahan berlangsung.
Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa perubahan sosial
terdiri dari tiga tahap berurutan: (1) invensi yaitu proses dimana ide-ide baru
diciptakan, (2) difusi, ialah proses dimana ide-ide baru dikomunikasikan ke
dalam sistem sosial, (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi
dalam sistem sosial akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Unsu-unsur
difusi (penyebaran) ialah: (1) inovasi, (2) dikomunikasikan melalui saluran
tertentu, (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem
sosial. Sifat-sifat inovasi ialah: (1) keuntungan relatif, (2) krisis, (3)
pengaruh insentif, (4) kompatibilitas, konsisten dengan nilai-nilai, pengalaman
masa lalu, dan kebutuhan penerima, (5) kompleksitas/kerumitan, (6) triabilitas/dapat dicoba dalam skala kecil,
(7) observabilitas/hasil inovasi dapat dilihat. Selain sifat inovasi kecepatan
adopsi dipengaruhi oleh (1) tipe keputusan inovasi, (2) saluran komunikasi, (3)
sistem sosial, dan (4) usaha agen pembaharu. Tipe keputusan inovasi yaitu: (1)
keputusan otoritas/atasan memaksa bawahan, (2) keputusan individu opsional atau
kolektif, (3) keputusan kontingen menerima/menolak. Tahap keputusan opsional
melalui tahap kesadaran, tahap minat, tahap penilaian, tahap pencobaan, tahap
penerimaan (adopsi).
Perilaku dipengaruhi oleh unsur-unsur yang membentuknya. Ada tiga
kawasan yang membentuk perilaku seseorang (Isaac dan Michael, 1979: 168-173) :
(1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor. Untuk mengubah perilaku
seseorang dapatlah dilakukan dengan mengubah salah satu unsur itu atau
ketiga-tiganya. Perubahan masing-masing unsur itu akan saling
pengaruh-mempengaruhi.
Kawasan kognitif dapat diubah dan dikembangkan dengan menambah
pengetahuan dan derajat intelektual seseorang. Penekanan pada kawasan kognitif
ini adalah mengembangkan kemampuan penalaran SDM Klien. Pada kawasan psikomotorik
tekanannya adalah tingkat keterampilan, baik (1) kekuatan, (2) kecepatan, (3)
ketepatan, (4) keseimbangan, (5) kecermatan, maupun (6) keluwesan SDM yang
bersangkutan. Derajat keterampilan seseorang itu ditentukan oleh kombinasinya
makin sempurna kualitas keterampilan orang tersebut.
Dalam rangka melakukan perubahan ada faktor-faktor pendorong
proses perubahan (Soerjono Soekanto, 1974: 235-237) adalah sebagai berikut:
a. Kontak dengan kebudayaan
lain
b. Sistem pendidikan yang maju
c. Sikap menghargai hasil karya
orang lain dan keinginan untuk maju
d. Toleransi terhadap
perbuatan yang menyimpang
e. Sistem terbuka dalam
lapisan masyarakat (ada gerak sosial vertikal)
f. Penduduk yang heterogen
g. Ketidak puasan masyarakat
terhadap bidang kehidupan tertentu
h. Disorganisasi masyarakat
i. Sikap mudah menerima, dan
j. Sikap modern
Lippit, Watson, dan Westley (1960) menyebutkan tentang kekuatan
pendorong (motivational forces)
sebagai berikut:
a. Ketidakpuasan masyarakat
terhadap situasi yang ada
b. Ada kesenjangan what is dan
what might be
c. Ada tekanan dari luar
sistem sosial sehingga SDM Klien berkeinginan menyesuaikan diri, dan
d. Adanya kebutuhan
meningkatkan efisiensi
Faktor-faktor penghambat perubahan (Soerjono Soekanto,
1974:237-239) adalah sebagai berikut:
a. Kurang adanya hubungan
dengan masyarakat lain
b. Perkembangan ilmu
pengetahuan yang terlambat
c. Sikap masyarakat yang
tradisional
d. Vested interest (adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuat)
e. Adanya rasa takut
terjadinya kegagalan pada integrasi kebudayaan
f. Adanya prasangka terhadap hal-hal
baru
g. Adanya hambatan yang
bersifat idiologis
h. Adat atau kebiasaan
Sejalan dengan ini, Lippit, Watson, dan Westley (1960) menyebutkan
bahwa penghambat perubahan tersebut disebabkan adanya kekuatan bertahan (resistance forces) yang menurunkan
kemauan SDM Klien:
a. Ketidakyakinan perubahan
yang ditawarkan akan membawa perbaikan
b. Perlu bukti yang nyata akan
kegiatan yang cepat dirasakan dan perlu dihubungkan dengan kebutuhan pokok SDM
Klien
c. Sumber perubahan dianggap
tidak tepat (ada kesangsian atau tidak meyakinkan)
d. Tidak tersedia fasilitas
yang diperlukan
Kekuatan pengganggu perubahan (interferences
forces) menurut Lippit Watson, dan Westley (1960) adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan masyarakat yang
saling bersaing
b. Terbatasnya sarana
perubahan
ANALISIS
KASUS
RUMAH IKAN SEBAGAI ARTIFICIAL REEFS
Perikanan merupakan salah satu
sumber pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang diperkirakan kurang lebih
setiap tahun menyumbang dua ratus milyar rupiah yang disumbang oleh kapal
perikanan izin Pemerintah Pusat atau khusus kapal perikanan yang berukuran 30
GT ke atas.
Berdasarkan data dari FAO tahun
1999 disebutkan bahwa kawasan pesisir memiliki potensi perikanan yang sangat
besar sekitar 90% dari potensi perikanan dunia. Hal tersebut dibuktikan secara
ilmiah bahwa memang sumber nutrien produktivitas perairan sangat tinggi.
Sehingga perlu kebijakan pengelolaan perikanan yang tepat, berkelanjutan,
dengan pendekatan ekosistem, agar kawasan pesisir terkendali dan tidak padat
penangkapan ikan.
Program bantuan kapal perikanan
(INKAMINA), pengaturan jalur dan penempatan alat penangkapan ikan serta program
rumah ikan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perikanan Indonesia
serta meningkatkan usaha perikanan yang berkelanjutan. Indonesia juga harus
mampu memanfaatakan sumber daya ikan di Zona Ekonomi Eksklusive. Penghitungan
telapak ekologis dan biokapasitas fishing
ground dihitung tidak hanya dari perairan landas kontinen. Penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat penting mengingat negara-negara maju yang
memiliki kapasitas sumber daya yang terbatas namun memperoleh benefit yang
melebihi kita, misalnya Swedia yang memiliki nilai ekspor kayu yang lebih besar
daripada luas hutannya yang relatif sedikit.
Ditengah pro dan kontra program
rumah ikan, ternyata program ini termasuk salah satu yang bermanfaat untuk
pelestarian sumber daya ikan di kawasan pesisir dan perairan kepulauan.
Setidaknya sudah 97 paket/lokasi rumah ikan yang dibiayai melalui APBN
disalurkan pada kelompok masyarakat pesisir atau kelompok usaha bersama, hingga
tahun anggaran 2013 tersebar melalui Tugas Perbantuan Provinsi se-Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
sebagian kawasan pesisir Indonesia memiliki mangrove, seagrass/Lamun, sedangkan
untuk pesisir yang memiliki landas kontinen yang curam dan berbatu sangat miskin
mangrove. Sebagaian kawasan pesisir yang landai tergerus dampak pembangunan
industrialisasi sehingga kawasan mangrove yang harusnya dilindungi malahan
mengalami degradasi. Untuk melindungi degrdasi sumber daya ikan di pesisir
perlu dilaksanakan program rumah ikan.
Setidaknya program rumah ikan
bertujuan untuk:
- Meningkatkan sumber daya di
kawasan pesisir dengan menciptakan cadangan biologi (to create biological
reserve).
- Mencegah penggunaan alat
tangkap kapasitas berlebih khususnya bottom trawl.
- Menggantikan terumbu karang
alami yang mati karena mengalami kemasaman, peningkatan suhu yang drastis,
perubahan cuaca ekstrim sebagai akibat dari dampak perubahan iklim.
- Melindungi mata pencaharian
nelayan kecil.
- Meningkatkan produktivitas
perikanan tangkap.
- Meningkatkan peran kawasan
perikanan pesisir sebagai kawasan penunjang perikanan lepas pantai.
- Tempat perlindungan sumberdaya
ikan penting.
- Meningkatkan peran alat tangkap
ramah lingkungan bersifat pasif seperti gill net, pots, lines.
Legal aspek yang perlu diatur:
- Kepemilikan dan pengelola rumah
ikan
- Pemanfaatan dan peruntukan
rumah ikan
- Jalur transportasi laut
- Posisi rumah ikan
- Desain dan material ramah
lingkunagan
- Penandaan lokasi dan
pelampung/radio buoy
- Offshore oil dan gas
- Monitoring dan evaluasi
Teknis dan sosial yang perlu
dipertimbangkan:
- Penentuan lokasi harus tepat
dan benar
- Pengelolaan dan pengawasan
harus baik
- Perlu peran serta kelompok
masyarakat dalam program ini
- Sosialisasi dan komunikasi yang
efektif untuk menghindari konflik
- Tingkatkan kreatifitas SDM dan
sumber daya material lokal dalam pembangunan.
- Peningkatan partisispasi
kelompok dan komunitas dalam pengelolaan.
- Peningkatan partisipasi
kelompok dan komunitas dalam penyadaran masyarakat.
Program rumah ikan merupakan
proses perubahan berencana yang dimulai dengan diagnosis permasalahan dan
kebutuhan masyarakat pesisir yang terancam matapencahariannya karena degradasi
lingkungan pesisir oleh pembangunan dan penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan. Kawasan pesisir yang dijadikan tempat berkembang biak ikan
harus dilindungi dengan rumah ikan. Disain rumah ikan juga telah
mempertimbangkan pengetahuan lokal dan pengetahuan formal serta telah diuji di lapangan.
Peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan rumah ikan dan penyadaran
lingkungan merupakan ciri dari proses perubahan berencana.



Deskripsi
Program Rumah Ikan:
diagnosa
Problem Solving: melindungi matapencaharian nelayan dengan cara melindungi
daerah anakan ikan.
Sistem
kelayan: Kelompok Usaha Bersama (KUB) di kawasan pesisir
Mempelajari
kemungkinan konflik antara ketua dan anggota atau sub-sub kelompok.
Kekuatan perubahan:
Adanya
keinginan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan
Resistensi:
adanya keraguan dan perlu bukti nyata
Simpulan
Makna
dari perubahan berencana adalah sebagai pembimbing dalam menjawab tantangan dan
masalah perubahan dunia modern untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih
baik.
Tujuan
dari perubahan berencana adalah mengelola perubahan dunia yang serba cepat ke
dalam perubahan kualitas hidup individu atau kelompok.
Daftar
Pustaka
Kurt
Lewin. The National Training Laboratories.
Kementerian
Kelautan dan Perikanan. 2013.Rumah Ikan.
Ronald
Lippitt, Jeanne Watson, Bruce Westley, 1953. Planned Change. Harcourt, Brace & World, Inc. Pr
Website
FAO.
Comments
Post a Comment