STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN

Perubahan iklim merupakan tantangan terbesar saat ini untuk sistem pertanian dan perikanan. Bahkan dalam sistem perikanan dikenal dengan kejadian overfishing yang diakibatkan oleh tidak terkendalinya usaha penangkapan ikan melebihi batas kemampuan daya dukung perikanan atau overcapacity. Oleh karena itu overcapacity menjadi perhatian serius Pemerintah dalam berbagai hal terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Abramovitz et all (2001) mengemukakan bahwa melibatkan komunitas petani dalam mengurangi dampak negatif merupakan salah satu strategi dalam menurunkan kerentanan sosial-ekologi yang disebabkan oleh perubahan iklim. Pendekatan ekosistem dalam manajemen perikanan atau ecosystem approach to fisheries management menitikbertakan pada manajemen adaptif dengan cara meningkatakan partisipasi stakehoders untuk mengelola perikanan sehingga muncul konsep pengelolaan perikanan berbasis komunitas (community based management).
Manajemen adaptif bukan suatu hal yang baru karena konsep ini sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an. Manajemen adaptif dilaksanakan melalui pengembangan perencanaan dan kebijakan partisipatif berbasis komunitas mengarah pada harmonisasi ekosistem dan sistem sosial yang berada di dalamnya. Perikanan saat ini dengan mengadopsi EAFM menekankan pentingnya dimensi manusia dalam partisipasi pengelolaan perikanan. Otoritas pengelolaan perikanan diharapkan tidak lagi  top down melalui Dinas Perikanan, regulasi formal, dan berbasis pengetahuan formal (scientist knowledge) tetapi lebih pada peningkatan peran komunitas, mekanisme insentif, dan berbasis multi pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan lokal dan pengetahuan tradisional. Kekurangan data tidak menjadi alasan dalam EAFM. Manajemen adaptif bisa diungkapkan dengan learning by doing.
Tujuan utama bertani adalah untuk bertahan hidup melalui upaya-upaya untuk mengontrol atau mengubah keragaman proses yang yang terjadi dalam ekosistem. Dalam hal ini sistem sosial petani mengendalikan perubahan ekosistem melalui kegiatan produktif yang mereka perlukan untuk mempertahankan dan melanjutkan kegiatan taninya. Pada saat yang sama petani beradaptasi terhadap perubahan ekosistem sekitar lahan usaha taninya. Ketangguhan yang mampu mengikuti adaptasi merupakan kunci penting dalam menyusun, mengembangkan, dan mengimplementasikan manajemen adaptif dalam kegiatan pertanian termasuk mengubah perilaku petani.
Kemampuan sistem sosial dalam dalam merespon perubahan ekosistem tidak selalu sama. Sebagian mampu merespon secara berkelanjutan sebagian lagi tidak (Tompkins dan Adger 2004). Ketangguhan sistem sosial organisasi subak di Bali yang bertahan lebih dari satu milenium, mencerminkan bahwa etnis Bali mampu merespon secara berkelanjutan terhadap perubahan iklim dan ekosistem. Reaksi subak mengarah pada tindak pemecahan masalah.
Pengetahuan tentang kelenturan sistem sosial petani ataupun nelayan dimungkinkan dapat meramal dampak perubahan yang disebabkan faktor eksternal seoerti perubahan kebijakan dari luar sistem tersebut, atau perubahan iklim. Karakteristik manajemen adaptif di antaranya:
(1)  Anggota komunitas harus harus berpartisipasi dalam mengembangkan strategi pengelolaan,
(2)  Anggota komunitas harus memahami konsekuensi pengambilan keputusan, dan
(3)  Anggota komunitas harus menyetujui pengambilan keputusan secara demokratis.
Pengembangan kebijakan dan strategi manajemen adaptif harus mampu menerapkan persyaratan berikut:
(1)  Penyusun dan pelaksana kebijakan harus memahami perubahan yang disebabkan geo sosial,
(2)  Penerpan manajemen adaptif tidak lepas dari dan berkkoordianasi dengan sektor-sektor dalam konteks pembangunan wilayah,
(3)  Dampak perubahan perilaku bertani atau menangkap ikan harus mempertimbangkan penerapan inovasi dan keseimbangan gender,
(4)  Sifat irreversible perubahan perilaku dikaitkan dengan prediktif dan arahan kegiatan pertanian masa depan,
(5)  Implementasi manajemen adaptif harus mengurangi ekses-ekses predatori dalam upaya ekstensifikasi pertanian,
(6)  Manajemen adaptif yang didasarkan pada pengelolaan berbasis komunitas lebih mudah diadopsi. Strategi pengelolaan adaptif memiliki potensi penyesuaian dengan perilaku dan siklus perkembangan teknologi yang mempengaruhi perilaku bertani.
(7)  Manajemen adaptif harus mampu mengarahkan pembangunan sektor pertanian ke arah peningkatan ketangguhan sosial komunitas petani dengan peningkatan sustainable responses (mampu memberikan respon secara berkelanjutan terhadap gangguan eksternal) dan bereaksi dalam pemecahan masalah.
Manajemen adaptif lebih mengarah pada kondisi sistem sosial dan komunitas petani atau nelayan. Implementasi manajemen adaptif juga harus mampu memahami dimensi sosial terutama yang berkaitan dengan perilaku bertani atau menangkap ikan. Beberpa hal yang perlu dipertmbangkan di antaranya:
(1)  Dimensi governance (aspek kewenangan) dan struktur partisipasi masyarakat guna menghadapi marjinalisasi terhadap komunitas petani atau nelayan,
(2)  Dimensi mobilitas sosial, toleransi, dan identitas lokal,
(3)  Adopsi inovasi teknologi yang membahayakan lingkungan,
(4)  Adopsi inovasi yang tidak memberdayakan penggunanya,
(5)  Potensi kearifan lokal, peluang penerapan dan pengembangannya.
Komunikasi komunitas atau kelompok sangat penting untuk meningkatakan kesamaan pemahaman dan mengurangi ketidakpercayaan antar anggota komunitas dalam menyusun, mengembangkan, dan melaksanakan manajemen adaptif terhadap perubahan iklim atau ancaman globalisasi. Strategi manajemen adaptif mampu mengendalikan dampak negatif perubahan iklim dan globalisasi melalui komunikasi kelompok yang efektif.
Guna mendukung pemikiran-pemikiran tersebut, dan untuk menerapkan strategi pengelolaan adaptif di tingkat operasional diperlukan kebijakan yang komprehensif. Implikasi kebijakan yang disarankan adalah:
(1)  Kebijakan keberpihakan kepada petani dan nelayan serta peningkatan partisipasi dalam mempertahankan nilai dan profesi sektor pertanian dan perikanan.
(2)  Kebijakan pendukung yang mendorong gairah tani untuk membangun kelembagaan yang memilki pola kewenanngan.
(3)  Kebijakan selektif terhadap teknologi yang berdampak negatif terhadap lingkungan, dan tidak selaras dengan nilai-nilai sosial.
(4)  Kebijakan pembangkit semangat masyarakat guna memberdayakan kearifan lokal.
Komunikasi antara pemerintah dengan komunitas dalam hal distribusi kewenangan dan kelembagaan perlu dilakukan secara baik dan tidak menimbulkan kesan negatif bagi masyarakat sektor lainya. Konsep ini mungkin akan sulit dilakukan apabila belum terjadi kesamaan pemahaman dan saling percaya antara pemerintah dan komunitas. Anggapan pemerintah yang negatif terhadap segelintir elit lokal sebaiknya diselesaikan melalui proses komunikasi secara bertahap.


Daftar Pustaka
Sumarno, Soedjana T., Suradisastra K. 2012 Membumikan IPTEK Pertanian. Balitbang Pertanian.
FAO Technical Guidelines for Responsible. Suppl. 2. Add. 2.


Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

PARTISIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA) PERENCANAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF

DOKUMEN HARVEST STRATEGY RAJUNGAN