Teknik dan Alat Pengendalian Mutu
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebuah
filosofi TQM adalah industri atau usaha yang berdaya saing sehingga perusahaan
dapat bertahan dan berkembang. Setidaknya ada 3 (tiga) alasan mengapa harus
memproduksi produk bermutu: (1) konsumen yang memiliki loyalitas tinggi adalah
konsumen yang berorientasi pada mutu bukan konsumen yang berorientasi harga,
(2) memproduksi barang bermutu akan meningkatkan produktivitas antara lain
mengurangi penggunaan bahan berlebih dan mengurangi biaya sehingga harga jual
bisa lebih murah, (3) menjual barang tidak bermutu akan menerima banyak keluhan
dan pengembalian barang dari konsumen.
Juran
(1998 p. 372) mendefinisikan konsep Total Quality Management (TQM) sebagai
serangkaian proses manajemen dan sistem yang menciptakan pelanggan senang
melalui pemberdayaan karyawan, sehingga menyebabkan pendapatan yang lebih
tinggi dan biaya yang lebih rendah. Ross dan Perry (1999 p.1) menjelaskan TQM
sebagai integrasi semua fungsi dan proses dalam sebuah organisasi untuk
mencapai perbaikan terus-menerus kualitas barang dan jasa. Tujuannya adalah
"kepuasan pelanggan". Zairi (1994) mendefinisikan TQM sebagai
gabungan dari seluruh teknik, prinsip-prinsip manajemen, teknologi dan
metodologi yang disatukan untuk kepentingan konsumen akhir. Menurut Dean dan
Bowen (1994), TQM adalah filosofi atau pendekatan manajemen yang dapat ditandai
dengan prinsip-prinsip, praktek dan teknik. Tiga prinsip adalah: fokus
pelanggan; perbaikan terus-menerus; dan kerja sama tim.
Kita
dapat mengawasi atau mengendalikan mutu bila kita mempunyai standar mutu yang
akan menjadi pedoman dasar penilaian. Mutu produk berorientasi pada selera
konsumen. Desain mutu yang selaras dengan selera konsumen berkaitan dengan
desain produk dan proses produksi. Jadi, desain produk mempengaruhi desain mutu
yang bergantung pada teknologi untuk membuatnya. Dasar dari desain atau
rancangan harus mengacu pada pengeluaran biaya yang efisien.
Ada
2 (dua) aliran pemikiran tentang teknik dan alat pengendalian mutu, yaitu (1)
statistik dan (2) non statsistik. Tidak diketahui alat mana yang lebih dulu
lahir. Statistik Quality Control (SQC) pertama kali diperkenalkan oleh Dr.
Wolter Shewhart tahun 1924 dari perusahaan Bell Telephone Laboratories
dibukukan yang berjudul Economic Control of Quality of Manufactured Product.
Dasarnya untuk mengetahui produk yang diterima atau ditolak karena rusak. Peta
kendali (control chart) adalah peta yang dijadikan pedoman dalam pengendalian
mutu. SQC dapat dilakukan tehadap semua produk termasuk produk setengah jadi
yang merupakan hasil proses produksi. Produk diuji melalui pengambilan sampel
sehingga dapat ditarik suatu penafsiran tentang keadaan mesin, selain itu
pengawasan bahan baku harus diuji secara fisik dan kimiawi.
Metode statistik dianggap
yang paling banyak digunakan terutama dalam analisis data yang dikumpulkan dari
hasil inspeksi. Namun demikian, pada perkembangan selanjutnya teknik dan alat
pengendalian mutu semakin berkembang bahkan ada yang menggunakan metode non
statistik. Bagi kalangan tertentu metode non statistik dianggap mudah,
sederhana, dan sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan pendapat Singo Sigeo (986
p. V). Ada beberapa argumen kritis tentang alat statistik:
Target
Kualitas: tingkat kualitas yang dapat diterima (AQL). AQL berarti cacat masih
ada. Target tidak dapat diterima oleh kepuasan pelanggan. Sasaran sebenarnya
didasarkan pada tingkat kepuasan pelanggan!
Biaya
kualitas: biaya metode statistik untuk pemeriksaan tak terhindarkan
Kualitas
Proses: metode statistik perlu waktu lama untuk umpan balik informasi.
Hasil
analisis: Sulit untuk memahami konteks apa yang sedang terjadi atau sifat dari
masalah. Jadi Taiichi Ohno mengatakan "Data ini tentu saja penting di
bidang manufaktur, tapi saya menempatkan penekanan terbesar pada fakta."
(Liker 2004 p.221).
1.2.
Tujuan
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk:
-
Mengetahui teknik dan alat pengendalian
mutu dan penerapannya dalam kerangka TQM
-
Mengetahui penerapannya di Pabrik dan di
Instansi Pemerintah.
2 TEKNIK
DAN ALAT PENGENDALIAN MUTU
Sejak awal 1970-an faktor
dinamis telah mengubah pasar yang kompetitif. Lebih dari sebelumnya, perusahaan
harus bersaing secara global dan memenuhi standar kelas dunia untuk kualitas
dan kinerja. Kompetisi kelas dunia membutuhkan perbaikan terus-menerus
(kaizen:Jepang). Upaya perbaikan terus-menerus fokus pada peningkatan kualitas,
mengurangi waktu siklus, dan memberikan peningkatan kepuasan pelanggan sebagai
sarana untuk mencapai biaya terendah bisnis secara keseluruhan.
Terlepas dari kenyataan
bahwa sistem manajemen mutu telah dikembangkan selama abad ini, masih ada
beberapa aspek yang berbeda untuk manajemen mutu. Jika kita ingin mendapatkan
konteks yang jelas dari manajemen mutu, maka perlu untuk meninjau perkembangan
TQM. Dale (2003) telah membagi evolusi manajemen mutu menjadi empat tahap. Referensi
Gambar 1, empat tahap antara lain inspeksi, kontrol kualitas (QC), dan jaminan
kualitas (QA) dan manajemen kualitas total (TQM). Pada tahap yang berbeda, ada
beberapa guru manajemen mutu yang berkontribusi untuk ilmu manajemen mutu.
Beberapa guru yang paling penting yang mengikuti evolusi dari TQM adalah Amerika: Deming, Juran, Feigenbaum, Peters,
Crosby. Jepang: Ishikawa, Taguchi,
Shingo.
Pada Tabel 2, diketahui
bahwa tidak hanya alat non-statistik tetapi juga alat statistik yang digunakan
dalam manajemen mutu, dan alat-alat yang katalog dalam volume yang berbeda
dengan struktur PDCA dan DMAIC. Ini berarti bahwa alat-alat yang digunakan
dalam fase yang berbeda dari PDCA dan proses DMAIC. Alat yang berbeda bekerja
sama untuk mendukung peningkatan kualitas.
Bicheno (2002 hal.6) juga
menggunakan gambar untuk menunjukkan hubungan antara kualitas alat. (Lihat
Gambar. 2) Pada gambar tersebut, terlihat bahwa alat bergabung bersama untuk
membentuk sebuah bangunan manajemen mutu. Fondasi dimana alat dasar, standar, 7
limbah dan 6 alat-alat baru menjadi berbagai tingkat blok bangunan. 2 Sistem,
27 alat umum dan 8 alat layanan membentuk tiga pilar utama bangunan. Dan 6
Sigma adalah atap bangunan. Dalam konsep ini, menyingkirkan alat apapun akan
menyebabkan gedung manajemen mutu jatuh.
Pentingnya menggunakan
alat kualitas dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan. Namun, itu tidak
berarti bahwa semua alat kualitas yang digunakan akan dikerahkan untuk menjadi
efektif. Hal ini juga penting untuk menyadari bahwa kita memilih dan menerapkan
alat. Itu akan menjadi hambatan yang signifikan. Dale menggambarkan tentang
kesulitan yang berhubungan dengan alat dan teknik., ia juga menyediakan
alat-alat tertentu yang digunakan untuk mengantisipasi masalah, salah satu alat
untuk mengantisipasi masalah dalam pelaksanaan alat, yaitu Fishbone Diagram.
(Bicheno 2002 hal.31) (Lihat Gambar. 3)
Masalah yang perlu diantisipasi
dalam pelaksanaan alat sebagai berikut:
Dukungan
kepemimpinan - Manajemen mutu adalah kegiatan perusahaan. Jika kepemimpinan tidak
memahami peran dan fungsi alat kualitas, pelaksanaan alat akan menjadi hal yang
sangat sulit.
Pemahaman
Pengguna - Oakland dan Porter (1995 p.197) mengatakan orang-orang yang bekerja
pada proses memutuskan penggunaan efektif alat kualitas.
Kompatibilitas
sistem - sistem yang berbeda menggunakan alat yang berbeda. Misalnya sistem
produk Toyota memilih alat Zero Quality Control.
Investasi
awal - Pelaksanaan alat memerlukan peningkatan investasi.
Integrasi
-
Beberapa alat perlu diintegrasikan bersama-sama.
Disiplin
dan aplikasi -Tanpa Disiplin dan aplikasi, alat akan menjadi dekorasi perusahaan.
Tingkat
kompleksitas - Kompleksitas alat akan meningkatkan kesulitan pelaksanaan.
Konflik
budaya - budaya perusahaan yang berbeda 'akan mempengaruhi efektif
pelaksanaannya.
Kualitas
atmosfer - Kurangnya suasana yang berkualitas akan membuat sulit untuk
mendorong aplikasi alat.
Struktur
organisasi - Beberapa implementasi alat menghadapi tantangan re-organisasi.
Dalam hal analisis, jelas
bahwa implementasi alat kualitas masih menghadapi banyak tantangan. Jika kita
dapat memahami masalah, kita dapat mengembangkan solusi untuk masalah tersebut.
Misalnya, masalah investasi awal alat kualitas, kita dapat menggunakan Matrix
untuk menganalisa dan bagaimana memilih alat untuk meningkatkan kualitas.
(Gambar. 4)
Dalam hal ini, ada empat
alat ingin diterapkan. Tapi anggaran terbatas untuk berinvestasi pada semua
alat. Melalui analisis, diketahui bahwa Alat 1 memiliki efek yang tinggi dalam
peningkatan kualitas dan biaya rendah untuk melaksanakan.
Dalam penggunaan alat
kualitas diperlukan untuk memahami kerangka TQM dan model. Dale (2003 p.77),
diketahui bahwa dasar dari TQM adalah Pengorganisasian, Sistem dan teknik,
perubahan Kebudayaan dan Pengukuran dan umpan balik. (Lihat Gambar. 5)
Alat kualitas berperan penting dalam proses
peningkatan kualitas. Juran mengatakan bahwa alat kualitas harus diintegrasikan
dengan proses peningkatan kualitas terstruktur. Alat yang berbeda memiliki
fungsi yang berbeda dalam proses peningkatan kualitas. Juran merancang grafik
untuk menggambarkan peran alat dalam proses peningkatan kualitas. (Lihat Tabel
3)
Dale juga mendefinisikan peran alat bantu dan
teknik dalam manajemen mutu. Peran utama meliputi: (Tabel 4)
a) Meringkas data dan mengatur presentasi
b) Pengumpulan data dan penataan ide-ide
c) Mengidentifikasi hubungan
d) Menemukan dan memahami masalah
e) Melaksanakan tindakan
f) Menemukan dan menghapus penyebab masalah
g) Memilih masalah untuk perbaikan dan membantu
dengan penetapan prioritas
h) Perencanaan
Melalui analisis di atas, ditemukan bahwa alat
statistik masih memainkan peran penting dalam peningkatan kualitas.
Dale (2003 hal.84) telah memberikan beberapa tips
yang berguna tentang cara menerapkan kualitas dalam bagian Sistem dan teknik.
Hal ini dirangkum dalam bagan proses (Lihat Gambar. 6). Sistem dan teknik
sebagai salah satu pilar kerangka TQM perlu mengatur sistem manajemen mutu
dengan menggunakan alat manajemen mutu dan teknik. Proses ini harus dilakukan
pendekatan yang baik untuk menerapkan alat-alat berkualitas dalam peningkatan
kualitas. Dale (2003, p.309) juga menyarankan bahwa ada dua faktor tentang alat
yang kita harus ingat:
Tanpa strategi dan rencana, pelaksanaan alat dan
teknik dalam isolasi tidak akan mendapatkan manfaat jangka panjang
Tidak ada satu alat atau teknik yang lebih penting
daripada yang lain. Tidak hanya itu alat Non-statistik tetapi juga alat
statistik memainkan peran penting proses peningkatan kualitas.
2.1. Metode Statistik
Beberapa alat kualitas dengan statistik biasanya
diperkenalkan oleh ahli statistik. Para ahli statistik diantaranya sebagai
berikut:
A.
Kaoru Ishikawa (1968) dengan:
1) Check Sheet
atau Lembar Pengumpul Data
Check Sheet adalah
merupakan alat yang mutlak diperlukan bagi mereka yang melaksanakan penelitian
dan pengendalian kualitas atau kuantitas barang
ataupun jasa. Karena dari data yang didapat /dikumpulkan dapat mengambil
suatu gambaran, kesimpulan ataupun keputusan yang akurat. Tanpa mempunyai data
membuat pengambilan kesimpulan/keputusan ataupun rencana tindakan hanya berdasarkan
kira-kira saja, sehingga bukan suatu yang mustahil akhirnya kesimpulan/keputusan
akan jauh dari yang diharapkan.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam membuat Check Sheet, antara lain : - Sasarannya harus jelas, - Keterangan yang diperlukan memenuhi sasaran, -
Dapat diisi dengan mudah dan cepat, -
Dapat disimpulkan dengan cepat.
Secara umum Check Sheet dibagi dalam 3 jenis
dengan fungsinya masing-masing :
a) Check Sheet
Suatu lembaran yang berisi
bahan-bahan keterangan yang telah ditentukan sasaran/keperluannya dengan kolom
jumlah/ukuran barang atau kegiatan yang diperiksa dengan penentuan waktu yang
teratur ataupun bebas. Fungsi Check Sheet :
- untuk
menghitung jumlah produksi/jasa yang dihasilkan
- untuk
menghitung kerusakan/kesalahan produk yang dibuat
- untuk
mengukur bentuk (panjang/volume hasil produksi)
- untuk
mengukur keadaan/kondisi alat/hasil produksi
- untuk
mengukur waktu proses pekerjaan
b) Check List
Suatu lembaran yang berisi
bahan-bahan keterangan yang telah ditentukan sasaran/keperluannya, kegiatan
yang dicocokkan keberadaanya/jumlahnya dengan penentuan waktu yang tertentu
Fungsi Check List
- untuk mencocokkan ukuran hasil produksi dengan standar
- untuk mencocokkan jumlah
pengiriman dengan pesanan
- untuk mencocokkan barang
dengan jumlah yang dibawa/dikirim
- untuk mengontrol jenis barang
yang dibeli
c) Check drawing
Suatu lembaran yang berisi
gambar barang yang telah ditentukan untuk diperiksa keadaannya dan setiap
barang menggunakan lembar yang berbeda.
Fungsi Drawing :
- untuk menunjukkan
posisi/lokasi kerusakan
- untuk mencocokkan posisi
pemasangan bagian barang produksi
- untuk pengontrolan lokasi
masalah yang akan/telah diselesaikan
2) Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah kombinasi
dua macam bentuk grafik yaitu grafik kolom dan grafik garis, berguna untuk :
- menunjukkan masalah
utama/pokok masalah
- menyatakan perbandingan
masing-masing masalah terhadap keseluruhan
- menunjukkan perbadingan
masalah sebelum dan sesudah perbaikan
Langkah-langkah pembuatan Diagram Pareto
Langkah 1: Tentukan bagaimana data harus diklasifikasikan
menurut pelaksanaan pekerjaan.
Langkah 2:
Tentukan periode waktu yang diperlukan untuk mempelajari dan buat lembar
isian (check sheet) yang mencakup periode waktu dari semua klasifikasi data
yang mungkin, kemudian kumpulkan datanya.
Langkah 3:
Untuk tiap kelompok hitunglah data untuk seluruh periode waktu dan catatlah
jumlah totalnya
Langkah 4:
Gambarlah sumbu horizontal dan vertical pada secarik kertas grafik.
Bagilah sumbu horizontal ke dalam bagian yang sa ma, satu bagian untuk tiap
kelompok. Skala sumbu vertical dibuat sedemikian rupa sehingga titik puncak
sumbu vertical tersebut menggambarkan suatu jumlah yang sama dengan jumlah
total dari semua kelompok.
Langkah 5:
Gambar data ke dalam bentuk
kolom. Mulailah dari sisi sebelah kiri dari grafik tersebut dengan kelompok
yang semakin kecil. Bilamana ada kelompok yang disebut “lain-lain“ gambarkanlah
kelompok itu pada bagian yang paling akhir setelah kelompok yang paling kecil
Langkah 6:
Gambarlah garis komulatif. Mulailah dengan menggambar garis diagonal memotong
kolom yang pertama, dengan dimulai dari dasar pada sudut kiri (titik nol). Dari
bagian atas sudut kanan pada kolom pertama, lanjutkan garis ini ke arah yang
baru dengan menggerakkannya kearah kanan yang jaraknya sama dengan tinggi kolom
kedua, dari titik tersebut tariklah garis lurus untuk ruas berikutnya , teruskan ke arah
kanan dengan jarak
yang sama dengan lebar kolom dan menuju ke atas dengan
jarak yang sama dengan tingginya kolom ketiga. Ulangi terus sampai ujung sudut kanan
paling atas dari grafik tercapai. Tingginya garis komulatif pada titik ini menggambarkan
jumlah data yang telah dikumpulkan
Langkah 7:
Buat sumbu vertical yang lain di sebelah kanan grafik, dan buat skala
dari 0 – 100 %. Akhir dari garis komulatif adalah pada titik yang betuliskan
100%.
Langkah 8: Tambahkan keterangan
pada diagram pareto tersebut. Jelaskan siapa yang telah mengumpulkan data
tersebut , kapan dan dimana, serta tambahan informasi apa saja yang penting
untuk mengidentifikasi data. Tuliskan tanggal pembuatan diagram pareto tersebut,
nama anggota gugus yang bertanggung jawab atas persiapan diagram tersebut.
Data pada Check Sheet dibuat Stratifikasi :
3) Histogram
Histogram adalah bentuk dari
grafik kolom yang memperlihatkan distribusi yang diperoleh bila mana dat dalam
bentuk angka telah terkumpul. Meskipun
suatu histogram dibuat berdasarkan
contoh data, namun tujuannya adalah untuk memberikan saran mengenai
kemungkinan distribusi keseluruhan data (populasi) yang contoh datanya diambil.
Dalam Histogram, nilai dari peubah berkesinambungan digambarkan pada sumbu
horizontal yang
dibagi dalam kelas atau sel yang mempunyai ukuran sama. Biasanya ada
satu kolom untuk tiap kelas dan tingginya kolom menggambarkan jumlah terjadinya
nilai data dalam jarak yang digambarkan oleh
kelas. Histogram ini dipakai untuk menentukan masalah dengan melihat
bentuk dan sifat dispersi dan nilai rata-rata.
Langkah-langkah pembuatan Histogram
Langkah 1 : Kumpulkan data
sekurang-kurangnya 30 sampai 50 dan sedapat-dapatnya lebih, makin banyak datanya
makin banyak kesimpulan yang disarankan oleh data itu dapat dipercaya
Langkah 2 : Carilah nilai
frekuensi yang terbesar (L) dan nilai frekuensi yang terkecil (S) dan kurangi untuk
memperoleh bidang yang dicakup (jarak) : R= L – S
Langkah 3 : Menentukan jumlah
kelas data dapat digunakan dengan rumus Sturges yaitu :
k = 1 + 3.322 log n
Atau
k √ n, dimana k harus dijadikan
bilangan bulat
k = jumlah kelas
n = jumlah frekuensi / angka
yang terdapat dalam data
Langkah 4 : Untuk memperoleh
interval kelas atau panjang kelas adalah dengan jarak dibagi jumlah kelas
Jarak
i = ------------
k
Langkah 5 : Tentukan batas
kelas, batas kelas ini merupakan
kelipatan berurutan dari ukuran
kelas. Angka yang paling kecil adlaah kurang dari pada atau sama dengan
nilai contoh yang
terkecil
Langkah 6 :
Buat lembar hitungan (tally sheet) dengan memasukkan data angka ke dalam
kelas yang telah ditentukan. Setelah pemasukan angka-angka sedemikian selesai,
hitung jumlah frekuensi data pada setiap kelas.
Langkah 7 :
Gambarlah garis mendatar dan garis tegak pada selembar kertas grafik.
Pada garis horizontal, tunjukkan semua batas kelas dengan beri tanda “X” pada
jarak yang sama. Periksalah lembar hitungan untuk mencari jumlah tanda
hitungan yang terbanyak pada suatu kelas
tertentu dan gambarkan skalanya pada garis tegak sesuai dengan itu.
Langkah 8 :
Pindahkan data dari lembar hitunga n ke kertas grafik dengan menggambar
satu kolom pada setiap kelas yang tinggi kolomnya sebanding dengan jumlah tanda
hitungan yang ada di kelas tersebut.
Langkah 9 : Tambahkan suatu
catatan pada histogram tersebut, yang menunjukkan siapa yang mengumpulkan data
kapan dan dimana, serta masukkan informasi tambahan apa saja yang diperlukan
untuk pengenalan data tersebut. Cantumkan
4) Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Menggambarkan hubungan antara dua data yang
dipetakan dalam suatu diagram. Diagram tebar digunakan sebagai alat penguji hubungan
antara sebab dan akibat. Langkah-langkah pembuatan Diagram Tebar
Langkah 1 :
Kumpulkan data dan masukkan dalam table
Langkah 2: Gambarkan sumbu tegak dan sumbu datar beserta skala dan keterangannya
5) Grafik
Grafik adalah kumpulan data yang dinyatakan dalam
bentuk gambar secara sistematis Gunanya grafik :
a)
Mempermudah, memperjelas serta mempercepat pembacaan data
b) Dapat
memaparkan data yang lalu dan data yang baru sekaligus
c) Dapat
melihat dengan jelas perbadingan dengan data lain yang berhubungan
d) Untuk
membantu/mempermudah manganalisa dalam pengambilan keputusan Berbagai jenis
grafik digunakan, yang pemakaiannya tergantung pada tujuan analisis.
Jenis-jenis grafik adalah :
a) Grafik
Garis (Line Graph)
b) Grafik Kolom/Balok (Bar
Graph)
c) Grafik Lingkaran (Circle
Graph)
Langkah-langkah pembuatan grafik :
Langkah 1 :
Kumpulkan sejumlah data, tentukan jumlah datanya dan sebutkan sumber
datanya.
Langkah 2 : Temukan frekuensi
data maksimum dan minimumnya
Langkah 3 :
Cantumkan secara jelas keterangan yang menunjukkan nama data (data dari
apa)
Langkah 4 :
Cantumkan waktu/periode pengumpulan data, dalam periode yang sama dan
kontinyu
Langkah 5 :
Cantumkan secara jelas penunjukkan/ukuran skala/unit baik untuk sumbu
tegak maupun sumbu datar (untuk grafik garis/balok)
Langkah 6 : Petunjuk skala(garis
kecil) terletak dibagian dalam sumbu grafik
6. Stratifikasi
Stratifikasi adalah peneglompokan data berdasarkan kriteria tertentu.
B.
Six Sigma (Mikel Harry dan
Richard Schroeder 1970)
http://id.wikipedia.org/wiki/Six_Sigma
Sigma dalam statistik
dikenal sebagai simpangan baku (bahasa Inggris: standard deviation) yang
menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah.[butuh rujukan] Suatu proses
dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati.[butuh
rujukan] Rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper
Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit'')
proses yang terjadi di luar rentang disebut cacat.[butuh rujukan] Proses Six
Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan 3.4 DPMO (defect permillion
opportunity).
Six Sigma merupakan
pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses
melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).[butuh rujukan]
DMAIC merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer
berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan
pelanggan.
Define adalah fase menentukan
masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan, mengetahui CTQ (Critical
to Quality).[butuh rujukan]
Measure adalah fase mengukur tingkat
kecacatan pelanggan (Y).
Analyze adalah fase menganalisis
faktor-faktor penyebab masalah/cacat
Improve adalah fase meningkatkan
proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor penyebab cacat.[butuh rujukan]
Control adalah fase mengontrol
kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul.
C.
DoE (Ronald Fisher)
Perancangan percobaan
atau rancangan percobaan (Design of Experiment) adalah kajian mengenai
penentuan kerangka dasar kegiatan pengumpulan informasi terhadap objek yang
memiliki variasi (stokastik), berdasarkan prinsip-prinsip statistika. Bidang
ini merupakan salah satu cabang penting dalam statistika inferensial dan
diajarkan di banyak cabang ilmu pengetahuan di perguruan tinggi karena
berkaitan erat dengan pelaksanaan percobaan (eksperimen).
Perancangan percobaan
dapat dikatakan sebagai "jembatan" bagi peneliti untuk bergerak dari
hipotesis menuju pada eksperimen agar memberikan hasil yang valid secara
ilmiah. Dengan demikian, perancangan percobaan dapat dikatakan sebagai salah
satu instrumen dalam metode ilmiah.
Kajian perancangan percobaan
adalah pelaksanaan percobaan (eksperimen) terkendali. Dalam percobaan semacam
ini, peneliti memberikan sejumlah tindakan (dapat juga "pelabelan"
sesuai dengan ciri-ciri objeknya, diistilahkan sebagai perlakuan atau
treatment) pada sejumlah objek yang memiliki variasi pada derajat tertentu.
Objek ini diistilahkan sebagai satuan percobaan atau experimental unit, yang
dapat berwujud hewan, tumbuhan, manusia, atau barang. Apabila perlakuan yang
sama dikenakan terhadap sejumlah objek, objek-objek ini merupakan ulangan
(replicate) dari perlakuan tadi. Pengamatan dilakukan terhadap sejumlah
karakteristik yang diminati sang peneliti terhadap objek-objek tadi. Hipotesis
statistis ditentukan ("hipotesis nol") untuk memaknai pengaruh
perlakuan-perlakuan yang diberikan terhadap hasil pengamatan (data) yang ada.
Beberapa pustaka
menggunakan istilah experimental design bagi untuk rancangan-rancangan yang
dibuat untuk kegiatan pengumpulan informasi tidak terkendali, seperti survei,
jajak pendapat (polling), penelitian pengamatan (natural experiment), dan
quasi-experiment. Meskipun hal ini memiliki dasar statistika, kajian klasik
perancangan percobaan tidak mencakup tipe-tipe penelitian semacam itu.
D.
Process Capability (Zhang et al. 1990)
Kapabilitas proses
membandingkan output dari input kontrol untuk batas spesifikasi dengan
menggunakan indeks kemampuan. Perbandingan dibuat dengan membentuk rasio
penyebaran antara spesifikasi proses terhadap penyebaran nilai proses, yang
diukur dengan 6 unit proses standar deviasi.
2.2. Metode Non Statistik
A.
Single Point Lesson
Single Point adalah
volume satu halaman sebagai alat pengajaran terstruktur. Masing-masing mencakup
prinsip, alat, atau konsep jelas dan ringkas. Single Point meliputi empat
pertanyaan utama: apa itu, mengapa Anda akan menggunakannya, bagaimana cara
kerjanya, dan faktor-faktor apa saja yang penting untuk menjadi sukses? Dengan
mengikuti pendekatan standar ini, Anda akan menyampaikan pesan yang konsisten
yang ditindaklanjuti dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan kunci yang orang
tentang pelajaran.
B.
Suggestion Scheme
Sugestion scheme adalah
skema yang diberikan perusahaan atau organisasi kepada karyawan atas prestasi
kinerjanya.
C.
5 S CANDO
Asal-usul 5 S dari Henri
Ford’s CANDO, yang menekankan pada spek-aspek kinerja. 5 S CANDO sebagai
berikut:
D.
5 Whys
Menurut Taiichi Ohno,
perintis Sistem Produksi Toyota pada tahun 1950-an, "Tidak memiliki masalah
adalah masalah terbesar dari segalanya. Ohno memandang sebuah masalah bukan
sebagai hal negatif, melainkan sebagai kesempatan tersembunyi untuk melakukan
kaizen (perbaikan terus menerus). Setiap kali sebuah masalah muncul, ia
menganjurkan stafnya untuk langsung menyelidiki permasalahannya sampai
ditemukan akar penyebabnya. "Amati lantai produksi tanpa prasangka, dan
bertanya 'mengapa' sebanyak lima kali mengenai setiap soal".
Ohno menggunakan contoh
berhenti beroperasinya sebuah mesin robot pengelas untuk mendemonstrasikan
kegunaan metode ini, sampai akhirnya akar penyebab masalah ditemukan lewat
penyelidikan secara terus menerus:Setiap jawaban dijadikan pertanyaan
"mengapa" yang baru hingga akar penyebab suatu masalah ditemukan.
"Mengapa robot itu berhenti?"
Muatan pada sirkuit
melampaui batas sampai sekringnya putus.
"Mengapa muatan pada
sirkuit melampaui batas?"
Bantalan-bantalan macet
karena kurang pelumas.
"Mengapa bantalan
kurang pelumas?"
Pompa oli pada robot itu
tidak mengedarkan cukup oli.
"Mengapa pompa oli
tidak mengedarkan cukup oli?"
Pipa masuk tersumbat oleh
serbuk logam.
"Mengapa pipa masuk
tersumbat oleh serbuk logam?"
Karena pompa itu tidak
dilengkapi dengan filter.
E.
7 Wastes
http://id.wikipedia.org/wiki/7_pemborosan
7 pemborosan (bahasa
Inggris: 7 waste) adalah jenis-jenis pemborosan yang terjadi di dalam proses
manufaktur ataupun jasa, yakni Transportasi, Inventori, Gerakan, Menunggu,
Proses yang berlebihan, Produksi yang berlebihan, Barang rusak. Di dalam bahasa
inggris, dikenal dengan istilah TIMWOOD (Transportation, Inventory, Motion,
Waiting, Over-processing, Over-production, Defect).[1] Tujuh pemborosan ini
diperkenalkan oleh Taiichi Ono dari Jepang yang bekerja untuk Toyota dan
diperkenalkan dalam sistim produksi yang dikenal dengan Toyota production
system.
F.
Poka Yoke
Poka Yoke yang mulai
dikenalkan di Toyota Motor Corp., oleh Shigeo Shingo dalam rangka mewujudkan
zero defect adalah bagian tak terpisahkan dari Toyota Production System. Dengan
kata lain, quality built in process berarti manusia berinteraksi dengan
teknologi untuk memastikan bahwa proses berjalan dengan benar dan resiko
kerusakan, proses berhenti, atau kecelakaan selama proses sebisa mungkin
dihindari. Prinsip dari Poka Yoke adalah mencegah terjadinya kesalahan karena
sifat manusiawi yaitu lupa, tidak tahu, dan tidak sengaja. Sehingga kita tidak
hanya menghabiskan energi untuk mengingatkan dan menyalahkan orang untuk
mencegah terulangnya kesalahan, tapi harus fokus pada bagaimana cara untuk
memperbaiki proses sehingga kesalahan sama tidak terulang.
Tujuan dari Poka Yoke
adalah untuk mencegah terjadinya defect. Prinsip anti salah ini akan mencegah
terjadinya defect yang artinya menghemat biaya operational perusahaan, membuat
kualitas produk selalu pada kondisi terbaik, dan membuat output dari proses
menjadi predictable.
Ada dua model pendekatan
poka yoke yaitu pendekatan warning system yang akan memberi sinyal (warning)
berupa lampu atau bunyi tertentu saat system mendeteksi terjadinya kesalahan
pada input proses, parameter proses, ataupun pada keluaran dari proses. Istilah
lain dari pendekatan ini adalah warning poka yoke. Sedangkan system pendekatan
yang kedua adalah pendekatan pencegahan, yaitu mencegah kesalahan terjadi dan
tidak memungkinkan kesalahan terjadi karena secara system sudah dicegah. Contoh
dari system ini adalah penggunaan guide pin dan jig template. Istilah lain dari
pendekatan ini adalah control poka yoke.
G.
Siklus Deming
http://id.wikipedia.org/wiki/PDCA
PDCA, singkatan bahasa
Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" (Indonesia:Rencanakan, Kerjakan,
Cek, Tindak lanjuti), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah
iteratif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Metode ini
dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak
pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming.
Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama
Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas
statistis. Belakangan, Deming memodifikasi PDCA menjadi PDSA ("Plan, Do,
Study, Act") untuk lebih menggambarkan rekomendasinya.
PDCA seringkali
dipergunakan dalam kegiatan KAIZEN dan DMAIC dipergunakan pada aktivitas LEAN
SIX SIGMA. PDCA sangatlah cocok untuk dipergunakan untuk skala kecil kegiatan
continues improvement pada memperpendek siklus kerja, menghapuskan pemborosan di
tempat kerja dan produktivitas. Sementara DMAIC akan lebih powerfull dalam hal
menghilangkan varian output, kestabilan akan mutu, improve yield, situasi yang
lebih komplek, struktur penghematan biaya, dan efektivitas organisasi bisnis.
Manfaat dari PDCA antara
lain : Untuk memudahkan pemetaan wewenang dan tanggung jawab dari sebuah unit
organisasi; Sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau sistem di
sebuah organisasi; Untuk menyelesaikan serta mengendalikan suatu permasalahan
dengan pola yang runtun dan sistematis; Untuk kegiatan continuous improvement
dalam rangka memperpendek alur kerja; Menghapuskan pemborosan di tempat kerja
dan meningkatkan produktivitas.
H.
Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Disebut juga “ Grafik
Tulang Ikan”, yaitu diagram yang menunjukkan sebab akibat yang berguna untuk
mencari atau menganalisa sebab-sebab timbulnya masalah sehingga memudahkan cara
mengatasinya.
Penggunaan Analisis Sebab
Akibat :
- Untuk mengenal penyebab yang penting
- Untuk memahami semua akibat dan penyebab
- Untuk membandingkan prosedur kerja
- Untuk menemukan pemecahan yang tepat
- Untuk memecahkan hal apa yang harus
diilakukan
- Untuk mengembangakan proses
Langkah-langkah membuat
diagram Sebab Akibat
Langkah 1 : Gambarlah sebuah garis horizontal dengan
suatu tanda panah pada ujung sebelah kanan dan suatu kotak didepannya. Akibat
atau masalah yang ingin Dianalisis ditempatkan dalam kotak
Langkah 2: Tulislah penyebab utama (manusia, bahan,
mesin dan metoda) dalam kotak yang
ditempatkan sejajar dan
agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah
yang miring ke arah garis panah utama. Kadang-kadang mungkin, atau mungkin
diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama.
Langkah 3: Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut
di sekitar penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh
terhadap penyebab utama. Hubungkan penyebab kecil tersebut dengan sebuah garis
panah dari penyebab utama yang bersangkutan
Beberapa pokok yang perlu
diingat adalah sebagai berikut :
a) Perlu adanya partisipasi dari semua anggota
gugus, dan semua anggota harus benar-benar ikut terlibat didalam menganalisis
penyebabnya
b) Harus diperoleh sejumlah ide (penyebab)
c) Harus didorong untuk melakukan acara secara
bebas
d) Tidak diperkenankan untuk mengeritik
e) Penyebab tersebut harus terkumpul lebih
dahulu sebelum
sesorang mengambil
tindakan pemecahan. Seringkali semua informasi ide ditulis pa da sebuah papan
tulis yang besar dan disajikan untuk dipertimbangkan dalam waktu seminggu guna
memberikan kesempatan kepada mereka untuk menambah beberapa penyebab yang
mungkin masih ada pada diagram tersebut seperti yang terlintas dalam pemikiran
mereka.
f) Para anggota diminta untuk memberi tanda atau memilih penyebab yang
mereka rasakan paling penting.
I.
Sources Inspection
Penggunaan
prosedur-prosedur inspeksi.
J.
Balanced Score Card: http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_skor_berimbang
Kartu skor berimbang (bahasa Inggris: balanced
scorecard, BSC) adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas
operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan
sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali
dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987.
Dengan tidak hanya berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah
manusia, BSC membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu
perusahaan yang pada gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai
tujuan jangka panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk
berfokus pada ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan
perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.
Pada tahun 1992, Robert S. Kaplan dan David P.
Norton mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian
artikel-artikel jurnal dan buku The Balanced Scorecard pada tahun 1996. Sejak
diperkenalkannya konsep aslinya, BSC telah menjadi lahan subur untuk
pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang
dari artikel asli Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan
tinjauan ulang terhadap konsep ini satu dasawarsa kemudian berdasarkan
pengalaman penerapan yang mereka lakukan.
Balanced Scorecard membantu organisasi untuk
menghadapi dua masalah fundamental: mengukur performa organisasi secara efektif
dan mengimplementasikan strategi dengan sukses. Secara tradisional, pengukuran
terhadap bisnis berkisar pada aspek finansial, yang kemudian banyak
mendatangkan kritik. Ukuran finansial tidaklah konsisten dengan lingkungan
bisnis saat ini, punya daya prediktif yang lemah, mengakibatkan munculnya silo
fungsional, menghambat cara berpikir jangka panjang, dan tidak lantas bisa
relevan bagi kebanyakan level organisasi. Mengimplementasikan strategi secara
efektif menjadi permasalahan tersendiri. Setidaknya terdapat empat pembatas
implementasi strategi di organisasi: pembatas visi, pembatas orang, pembatas
sumberdaya, dan pembatas manajemen.
Balanced Scorecard memberi organisasi elemen yang
dibutuhkan untuk berpindah dari paradigma ‘melulu finansial’ menuju model baru
yang mana hasil Scorecard menjadi titik awal untuk me-review, mempertanyakan,
dan belajar tentang strategi yang dipunya. Balanced Scorecard akan
menerjemahkan visi dan strategi ke dalam serangkaian ukuran koheren dalam empat
perspektif yang berimbang. Kita akan dengan cepat bisa dapatkan informasi untuk
dipertimbangkan lebih dari sekedar ukuran finansial.
Konsep keseimbangan dalam Balanced Scorecard
terkait pada tiga area berikut:
Keseimbangan antara indikator keberhasilan
finansial dan non finansial. Balanced Scorecard sendiri awalnya dibuat untuk
mengatasi kekuranghandalan ukuran performa finansial dengan menyeimbangkannya
dengan pemicu lain untuk performa yang mengacu ke masa depan. Ini adalah masih
terus menjadi prinsip dari sistem Balanced Scorecard ini.
Keseimbangan antara konstituen internal dan
eksternal dari organisasi. Shareholder dan pelanggan merepresentasikan
konstituen eksternal dalam Balanced Scorecard, sementara karyawan dan proses
internal merepresentasikan konstituen internal. Balanced Scorecard berusaha
menyeimbangkan kebutuhan kedua grup yang tak jarang menjadi kontradiktif satu
sama lain untuk bisa secara efektif mengimplementasikan strategi.
Keseimbangan antara indikator performa lag dan
lead. Indikator lag secara umum merepresentasikan performa masa lalu. Contohnya
semisal saja kepuasan pelanggan atau revenue. Meskipun ukuran tersebut pada
umumnya cukup obyektif dan bisa diakses dengan mudah, namun mereka semua punya
daya prediktif yang lemah. Sementara itu indikator lead adalah pemicu performa
yang membawa pada pencapaian indikator lag. Indikator ini biasanya berbentuk
ukuran atas proses dan aktivitas. Pengiriman tepat waktu, semisal, bisa
merepresentasikan indikator lead untuk ukuran lag kepuasan pelanggan. Suatu
scorecard harus berisi campuran/paduan antara indikator lag dan lead. Indikator
lag yang tanpa disertai oleh ukuran lead tidak akan mengkomunikasikan bagaimana
target akan diraih. Sebaliknya, indikator lead tanpa ukuran lag akan
menghasilkan perkembangan jangka pendek namun tidak tampak bagaimana
perkembangan tersebut berdampak pada peningkatan benefit bagi pelanggan dan
juga shareholder.
K.
Flow Chart
Flowchart atau diagram alir merupakan sebuah
diagram dengan simbol-simbol grafis yang menyatakan aliran algoritma atau
proses yang menampilkan langkah-langkah yang disimbolkan dalam bentuk kotak, beserta
urutannya dengan menghubungkan masing masing langkah tersebut menggunakan tanda
panah. Diagram ini bisa memberi solusi selangkah demi selangkah untuk
penyelesaian masalah yang ada di dalam proses atau algoritma tersebut. [1]
Sterneckert (2003) menyarankan untuk membuat model
diagram alir yang berbeda sesuai dengan perspektif pemakai (managers, system
analysts and clerks) sehingga dikenal ada 4 jenis diagram alir secara umum: Diagram
Alir Dokumen, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran dokumen. Diagram
Alir Data, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran data. Diagram Alir
Sistem, menunjukkan kontrol dari sebuah sistem aliran secara fisik. Diagram
Alir Program, menunjukkan kontrol dari sebuah program dalam sebuah sistem.
3 PENERAPAN
TEKNIK DAN ALAT PENGENDALIAN MUTU
PT.
ADI JAYA METALINDO
Adhi
Jaya Metalindo berdiri tahun 1996 yang beralamat di Kawasan Industri Sepatan,
Tangerang. Perusahaan ini bergerak dalam bidang manufaktur bahan baku kemasan
yang berasal dari alumunium foil. Konsumen perusahaan ini adalah perusahaan
makanan, minuman, rokok dll yang membutuhkan bahan baku alumunium foil.
Perusahaan ini mempunyai kapasitas produksi 200 metrik ton per bulan.
Pada
tahun 2012 oleh karena tuntutan konsumen akan kualitas dan bermunculannya
pesaing baru mendorong perusahaan
membuat divisi quality control. Divisi ini bergerak dalam pengawasan mutu dari
input, proses, hingga output. Alat dan teknik yang digunakan sangat sederhana,
yaitu:
1.
Instruksi Kerja
Instruksi
kerja quality control dibuat sebagai panduan dalam melakukan pengawasan berisi
apa yang harus diawasi, bagaimana, kapan, oleh siapa, kepada siapa, di mana,
dan mengapa. Instruksi kerja QC dibuat sesuai tahapan proses.
Contoh
berikut:
Instruksi kerja berisi:tujuan, ruang lingkup,
definisi, alat dan bahan kerja, dan cara kerja.
2.
Standar Operasional Prosedur
Prosedur
yang dibuat sesuai dengan kebutuhan biasanya berbentuk alur flow chart tertentu
misal: Prosedur Complaint Customer, seperti flow chart dibawah ini:
Contoh
SOP Penerimaan Bahan baku.
3.
Parameter Chek Produk
Menetapkan
standar mutu atau benchmarking sebagai acuan dalam inspeksi.
4. Lembar Periksa (Chek Sheet)
Lembar
periksa sangat penting untuk mengumpulkan data-data terkait proses, produk,
maupun mutu sehingga dapat dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan solusi
terbaik. Contoh dibawah ini.
DIREKTORAT
SUMBER DAYA IKAN
Balanced Score Card
Penerapan
BSC di Direktorat Sumber Daya Ikan dimulai sejak tahun 2011. BSC diperlukan
untuk mengukur pencapaian kinerja antar level dan kaitannya dengan sasaran
strategis. Ada 4 (empat) area fokus BSC yaitu: Learn & Growth Perspective,
Internal Proses Perspective, Customer Perspective, dan Stakeholders Pesrpective.
BSC yang telah disusun pada triwulan I 2014. Berikut di bawah ini.
Pencapaian target
diperlukan upaya maksimum, oleh karena itu dalam BSC ditambahkan dengan
inisiatif strategi.
DIREKTORAT
PELAYANAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
Direktorat
Pelayanan Usaha penangkapan memiliki tugas dan fungsi dalam pelayanan perizinan
usaha penangkapan ikan. Perizinan yang diterbitkan yaitu SIUP, SIPI dan SIKPI
baik baru, perubahan maupun perpanjangan. Penerapan SMM ISO 9001:2008 pada Dit.
PUP telah mulai dilakukan sejak tanggal 01 Oktober 2011. dengan berpedoman pada
peraturan yang berlaku, agar dapat menghasilkan kinerja yang berkualitas dan
sesuai visi, misi dan harapan pelanggan/stake holder. Direktorat Pelayanan
Usaha Penangkapan Ikan memperoleh sertifikat ISO 9001:2008 dari Badan
Sertifikasi Internasional SAI Global Nomor : QEC29611 (tanggal 24 Februari
2012).
Selama
mendapatkan sertifiat ISO, lembaga harus di audit oleh SAI Global sebanyak 5
tahapan yaitu Audit pengawasan (Surveilance Audit I ,II, III,IV dan V) telah dilakukan
tanggal:14 September 2012, 7 Februari
2013, 10 September 2013, 13 Februari 2014, dan 20 Agustus 2014. Hasil audit
menunjukkan: penerapan sistem manajemen mutu pada Dit. PUP telah berjalan
dengan baik dan tidak ada temuan yang bersifat kritikal; Rekomendasi : Ditjen
Perikanan Tangkap (Dit. PUP) masih dapat mempertahankan sertifikat ISO
9001:2008;.
Sistem Informatika
Alur Flow Chart
4 PEMBAHASAN
Teknik
dan alat seakan-akan menjadi sesuatu yang terpenting dalam pengendalian mutu
produk atau jasa. Oleh karena itu, tidak jarang pimpinan perusahaan atau
lembaga mengabaikan faktor lain yang mempengaruhi jaminan keberlanjutan dan
peningkatan mutu. Perusahaan dan lembaga yang berorientasi efisiensi seringkali
mengorbankan fasilitas keselamatan dan kenyamanan karyawan selama bekerja. Hal
ini mengakibatkan adanya gap antara tujuan mutu yang diinginkan dengan dukungan
karyawan. Bahkan mungkin saja mutu tidak tercapai bukan karena teknik dan alat
pengendalian mutu tidak sesuai, akan tetapi karena kelalaian karyawan.
Penggunaan
teknik dan alat sudah tentu sesuai dengan kebutuhan suatu organisasi. Penerapan
alat dan teknik yang disarankan ISO dimungkinkan tidak sesuai dengan kebutuhan
organisasi yang terus berkembang. Sousa et al. (2005) mempelajari UKM Portugis
bersertifikat ISO 9001: 2000. Mereka menemukan bahwa kualitas alat dan teknik
yang digunakan oleh sebagian besar perusahaan, meskipun moderat, mereka
menerapkan alat-alat berkualitas, seperti grafik, lembar periksa, flowchart dan
histogram. Perusahaan tampaknya tidak menggunakan alat-alat seperti diagram
kontrol, diagram pencar dan diagram sebab dan akibat sesuai standar ISO 9001:
2000.
Namun
demikian perusahaan bersertifikat menunjukkan komitmennya terhadap TQM. Drew
dan Healy (2006) melakukan survei di perusahaan Irlandia. Setengah dari mereka
telah bersertifikat ISO 9001, sementara hampir dua pertiga telah mengadopsi
pendekatan TQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan TQ tidak berbeda
secara signifikan dari non-TQ dalam kaitannya dengan yang telah disertifikasi
ISO 9001. Namun, ada perbedaan yang signifikan dalam kaitannya dengan penggunaan
alat-alat dan teknik kualitas dan investasi dalam pelatihan. Tingkat penggunaan
alat dan teknik kualitas seperti benchmarking, SPC, JIT dan diagram sebab dan
akibat, serta pelatihan yang berkualitas lebih besar pada perusahaan yang
berkomitmen untuk TQ.
Organisasi
atau karyawan menginginkan alat kualitas yang mudah digunakan. Fotopoulos et.
al. (2009) meneliti tingkat kualitas alat dan teknik yang digunakan pada
perusahaan bersertifikat ISO 9001: 2000, dan hasil penelitian menunjukkan masih
rendah. Mayoritas perusahaan menggunakan alat-alat kualitas yang paling mudah
untuk diterapkan. Alat dan teknik kualitas yang lebih kompleks hampir tidak
digunakan. Sejauh ini pelatihan karyawan sebagian besar membahas
permaslahan-permasalahan khusus, sedangkan pelatihan alat dan teknik kualitas
tidak dilakukan. Implikasi penelitian ini meningkatnya tingkat perusahaan
mengadopsi sistem manajemen mutu, perbaikan terus-menerus melalui program Total
Quality dapat dicapai melalui penerapan alat dan teknik kualitas. Namun,
penelitian ini memiliki keterbatasan informasi tentang alasan atau persepsi
manajer tidak menerapkan alat dan teknik kualitas
Penerapan
alat yang rumit tidak diterapkan maksimal dalam perbaikan mutu. Grigg dan Walls
(2007) juga mempelajari penerapan alat kualitas statistik dalam industri
makanan di Inggris. Studi mereka menunjukkan bahwa alat statistik seperti
diagram kontrol dapat bermanfaat bagi organisasi untuk membuat proses perbaikan
dan pembelajaran organisasi, memberikan grafik yang digunakan untuk secara
aktif mengkonversi data yang dikandungnya menjadi informasi dan pengetahuan
tentang proses. Selain itu, empat kategori yang berbeda dari perusahaan yang
diamati berdasarkan pada penggunaan diagram kontrol. Dalam kategori pertama (12
persen perusahaan), tidak ada pendekatan sistemik untuk proses kontrol dan
perbaikan. Dalam kategori kedua (25,5 persen perusahaan), grafik kontrol
digunakan terutama sebagai bentuk pencatatan. Dalam kategori ketiga (19,5
persen perusahaan), grafik kontrol digunakan untuk beberapa bentuk kontrol
on-line. Dalam kategori keempat (12 persen perusahaan), ada bukti umpan balik
rutin yang efektif data proses sebagai dasar untuk perbaikan proses yang
berkesinambungan.
Dari
tinjauan literatur ini, jelas bahwa kita harus memiliki perspektif sistem untuk
melihat alat-alat berkualitas dan metode dalam proses peningkatan kualitas.
Alat kualitas merupakan pilar penting dari kerangka TQM. Meskipun guru yang
berbeda memiliki pendapat yang berbeda dari manajemen mutu, kita masih bisa memilih
alat kualitas berdasar fakta bahwa pada pemahaman peran alat penting untuk
mengidentifikasi situasi lingkungan. Sebelum kita menerapkan alat-alat dalam
proses, kita harus mengidentifikasi masalah dan kesulitan pelaksanaan. Kita
harus mengembangkan solusi untuk mengantisipasi masalah dan membangun
pendekatan yang tepat untuk menerapkan alat-alat kualitas (Kairong Liang,
2010).
5 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan
yang diperoleh dari teknik dan alat pengendalian mutu yaitu:
1.
Strategi dan rencana dalam pelaksanaan
alat dan teknik pengendalian mutu sangat penting agar mendapatkan manfaat dalam
jangka pendek dan jangka panjang
2.
Pada kondisi tertentu alat dan teknik
baik statistik dan non statsistik saling menunjang dan saling melengkapi, dan tidak
ada satu alat atau teknik yang lebih penting daripada yang lain.
3.
Organisasi yang memiliki visi TQM akan
lebih fokus dalam pengembangan sumber daya manusia dalam membangun budaya
organisasi yang lebih unggul.
4.
Sistem pengendalian mutu terintegrasi
dengan alat dan teknik yang digunakan melalui teknologi informatika yang
semakin maju.
Referensi:
Bicheno, J. (2002). The
Quality 75: Towards Six Sigma Performance in Service and Manu facturing. PICSIE
Book.
Dale, Barrie G. (2003).
Managing quality. - 4th Ed. Oxford: Blackwell Publishers.
Dean, J.W. and Bowen,
D.E. (1994), "Management theory and total quality: improving research and
practice through theory development", Academy of Management Review, Vol.
19 No. 3, pp. 392-418.
Grigg, N. and Walls, L.
(2007), "The role of control charts in promoting organizational learning.
New perspectives from a food industry study", The TQM Magazine, Vol. 19
No. 1, pp. 37-49.
Juran, J.M. and A. B.
Godfrey, (1998). Juran’s quality
handbook. 5th Ed. New York: McGraw-Hill.
Liker, J. K., (2004).
The Toyota Way: 14 Management Principles
from the World's Greatest Manufacturer. New York: McGraw-Hill
Liang, kairong, (2010).
Aspects
of Quality Tools on Total Quality Management. Modern Applied
Science. Vol. 4, No. 9.
Monden Yasuhiro (1998).
Toyota production systems. 3rd Ed. London: Chapman & Hall.
Oakland, J. S. and L.
J. Porter. (1995). Total Quality Management,
text with cases. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Ross and Perry.
(1999). Quality management text cases
and readings London : St. Lucie Press.
Shingo, Shigeo (1986).
Zero Quality Control: Source Inspection and the Poka-yoke System. Cambridge: Productivity Press.
Shingo, Shigeo. (1989).
A study of the Toyota production system from an industrial engineering
viewpoint. Portland: Productivity Press.
Slack, N., et. Al.
(2004). Operations management. 4th Ed. Edinburgh: Pearson Education Limited.
Sousa, S.D., Aspinwall,
E., Sampaio, P.A. and Rodrigues, A.G. (2005), "Performance measures and
quality tools in Portuguese small and medium enterprises: survey results",
Total Quality Management &Business Excellence, Vol. 16 No. 2, pp. 277-307.
Taiichi Ohno
(1988). Toyota Production System: beyond
large-scale production. Cambridge:
Productivity Press
Womack J., et. Al.
(1990). The Machine That Changed the World.
New York: Rawson Associates.
Zairi, M. and
Thiagarajan, T. (1997), "A review of total quality management in practice:
understanding the fundamentals through examples of best practice applications -
Part III", The TQM Magazine, Vol. 9 No. 6, pp. 414-7.
Comments
Post a Comment