TEORI BELAJAR SOSIAL (SOCIAL LEARNING THEORY)
A. PERSPEKTIF BELAJAR SOSIAL
Teori belajar sosial merupakan
perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional, adalah Albert Bandura seorang Psikolog dari
Stanford University, yang pertama kali mengemukakan teori belajar sosial dan
mengembangkannya. Melalui penelitin-penelitiannya Bandura memperkuat teori
belajar sosial diantaranya, penelitian tentang identifikasi dan imitasi,
penguatan sosial, serta perubahan tingkah laku melalui pemodelan.
Belajar
observasional pertama kali diteliti oleh Edward
L. Thorndike (1898), lewat percobaan pada seekor kucing yang diletakkan
dalam kotak teka-teki, dan kucing lainnya di sangkar yang ada didekatnya.
Kucing di kotak teka teki itu sudah belajar cara keluar dari kotak, sehingga
kucing kedua hanya perlu mengamati kucing pertama untuk belajar membebaskan
diri. Namun, ketika Thorndike meletakkan kucing kedua itu di kotak teka teki,
kucing itu tidak memberikan respons membebaskan diri. Thorndike melakukan uji
coba yang sama dengan subjek ayam, anjing dan monyet, dengan hasil yang sama,
bahwa hewan-hewan tersebut tidak memiliki kemampuan untuk belajar melakukan
sesuatu setelah melihat hewan lain melakukan sesuatu.
Demikian
halnya dengan uji coba yang dilakukan Watson (1908), hasil risetnya terhadap
monyet tidak menemukan bukti adanya belajar observasional. Thorndike dan Watson
menyimpulkan bahwa belajar hanya berasal dari direct experienence (pengalaman langsung), dan bukan dari vicarious experience (pengalaman tak
langsung atau pengganti), dengan kata lain mereka menganggap bahwa belajar
terjadi sebagai hasil dari interaksi seseorang dengn lingkungan dan bukan dari
hasil pengamatan terhadap interaksi orang lain. Berbeda dari Thorndike dan
Watson, Miller dan Dollard (1941) tidak menyangkal fakta bahwa organisme bisa
belajar dengan mengamati aktivitas organisme lain. Miller dan Dollard mengemukanan bahwa
peniruan (imitation) merupakan hasil
dari suatu proses belajar, peniruan terjadi karena kita merasa telah memperoleh
imbalan dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya.
Teori
belajar sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal balik (recyprocal) yang berkesinambungan (kontinu) antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor
lingkungan. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling
menentukan secara timbal balik. (Bandura, 1977), menurut Bandura individu
mempelajari informasi, yang diproses secara kognitif dan bertindak berdasar
informasi yang di dapat. Asumsi dasar dalam teori ini yaitu sebagian besar
tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas
tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model
terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang
lain. Proses belajar ini disebut “observational
learning” atau pembelajaran melalui pengamatan.
Teori ini menerima sebagian besar prinsip belajar
perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek isyarat pada
perilaku dan proses mental internal. Bandura menggunakan penjelasan penguatan
eksternal dan penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita
belajar dari orang lain (lingkungan sosial). Bandura (1971) dalam Salkind (2004) berpandangan bahwa individu
bukanlah pihak yang pasif yang lemah kendali atas dirinya sendiri yang tunduk
pada lingkungan. Individu juga memiliki kemandirian (perantara aktif) dan
hubungannya dengan lingkungan bersifat timbal balik (recyprocal). Individu juga berpegang pada wawasan atau pengetahuan
mengenai apa yang akan menjadi konsekuensi dari perilakunya. Selain melalui
proses pengajaran oleh orang lain (lingkungan eksternal), belajar juga
berlangsung melalui pembelajaran tidak melalui pengalaman langsung (vicarious learning) tetapi melalui
peniruan (imitation) dan pemodelan (modelling).
Selanjutnya Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita
belajar banyak perilaku melalui peniruan,
bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun. Bandura juga menyatakan bahwa kita bisa meniru beberapa
perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, sekalipun penguatan
dilakukan secara tidak langsung (vicarious
reinforcement). Termasuk, bagaimana perilaku kita dipengaruhi lingkungan
melalui penguat (reinforcement) dan observational learning? bagaimana cara
pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi? dan bagaimana
perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement).
B. PROSES-PROSES YANG MEMPENGARUHI BELAJAR OBSERVASIONAL
Belajar observasional
terjadi secara independen dari penguatan, namun bukan berarti variabel lainnya
tidak mempengaruhi. Bandura (1986) menyebut empat proses yang mempengaruhi
belajar observasional, sebagai berikut :
1.
Proses Atensional (attentional
process)
Proses ini menyatakan bahwa sebelum sesuatu dapat dipelajari
dari model, model itu harus diperhatikan. Belajar adalah proses yang terus
berlangsung, tetapi hanya yang diamati sajalah yang dapat dipelajari. Dalam
proses ini kapasitas sensoris seseorang akan mempengaruhi proses memerhatikan,
contoh : stimuli modeling yang digunakan pada orang tuna netra dan tuna rungu
berbeda dengan yang digunakan untuk orang normal. Berbagai karakteristik model
juga akan mempengaruhi sejauh mana mereka akan diperhatikan, dalam hal ini
model yang sama dengan pengamatnya akan lebih sering diperhatikan (jenis
kelamin, usia). Individu harus mampu menghadapkan diri atau memberi perhatian
pada kejadian atau unsur-unsurnya, karena jika tidak bisa memberi perhatian
pada suatu model maka tidak mungkin terjadi peniruan.
2.
Proses Retensional (retentional process)
Pada proses ini informasi disimpan secara simbolis melalui
dua cara, yaitu secara imajinal dan secara verbal, secara imajinal adalah
gambaran tentang hal-hal yang dialami model, sedangkan secara verbal adalah
lewat kata-kata yang dideskripsikan konseptual. Setelah informasi disimpan
secara kognitif , dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu
sesudah belajar observasional terjadi. Bandura menyatakan bahwa peningkatan kapasitas
simbolisasi inilah yang memampukan manusia untuk mempelajari banyak perilaku
melalui observasi. Pada tahap ini individu harus mampu menyimpan ciri-ciri
terpenting dari suatu kejadian sehingga bisa dipanggil kembali dan digunakan
ketika diperlukan, yang termasuk pengingatan (retention) adalah penyusunan
kode-kode simbolik dan latihan beruang-ulang.
3.
Proses Pembentukan Perilaku (behavioral production process)
Proses ini menentukan sejauhmana hal-hal yang telah
dipelajari akan diterjemahkan kedalam tindakan atau performa, dalam proses ini
ada satu periode rehearsal (latihan pengulangan) kognitif sebelum perilaku
pengamat menyamai perilaku model, dimana selama proses latihan individu
mengamati perilaku mereka sendiri dan membandingkan dengan representasi
kognitif dari pengalaman si model.
Proses ini dilakukan terus menerus, sampai ada kesesuaian
yang sudah memuaskan antara perilaku pengamat dengan model, sehingga
menciptakan ‘umpan balik” yang dapat dipakai secara gradual untuk menyamakan
perilaku seseorang dengan perilaku model, dengan menggunakan observasi diri dan
koreksi diri.
4.
Proses Motivasional
Dalam teori Bandura, penguatan memiliki dua fungsi utama,
yaitu fungsi informasional yaitu suatu fungsi dalam diri pengamat bahwa jika
mereka bertindak dengan cara tertentu dalam situasi tertentu, mereka mungkin
akan diperkuat. Fungsi lainnya adalah
motivational process (proses motivasional) yaitu menyediakan motif untuk
menggunakan apa-apa yang yang telah dipelajari, seorang pengamat dapat belajar
cukup dengan mengamati konsekuensi dari perilaku orang lain, menyimpan
informasi itu secara simbolik, dan menggunakannya jika perilaku itu bisa
bermanfaat baginya.
C. DETERMINISME RESIPROKAL (INTERAKSI TIMBAL BALIK)
Konsep utama dan pembeda antara teori Bandura
dengan teori belajar lainnya adalah adanya interaksi timbal balik (reciprocal determinism), yaitu
pendekatan yang menjelaskan perilaku manusia dalam bentuk hubungan timbal-balik
yang kompleks dan kontinu antara determinan kognitif, tingkah laku dan lingkungan. Skema belajar dibawah ini menggambarkan hubungan Tingkah laku (T), Pribadi (P) dan
Lingkungan (L).
Berikut ini adalah skema
belajar dari para ahli :
|
|
|
|
Classical
Conditioning Ivan Pavlov dan Trial and Error Learning Thordike: Lingkungan
(faktor eksternal) menjadi satu variabel tunggal penentu tingkah laku
|
Operant Conditioning Skinner dan The
Conditioning of Learning Karen Medsker. Faktor internal (pribadi aktif)
bersama lingkungan eksternal mempengaruhi tingkah laku
|
Lewin, Bruner dan Ausubel: Pribadi
dan Lingkungan adalah dua variabel independen yang mempengaruhi tingkahlaku
|
Social Learning Theory Alber Bandura:
lingkungan (faktor eksternal) dan pribadi (faktor internal) secara bersama
dan timbal balik mempengaruhi tingkah laku
|
Ditegaskan oleh Bandura bahwa dalam reciprocal determinism terdapat dua hal yang penting yaitu efikasi
diri (self effication), nilai diri (self value) atau pengaturan diri (self regulation). Efikasi
diri (self efficacy) didefinisikan oleh Bandura sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk mengorganisir dan
menggerakkan sumber-sumber tindakan yang dibutuhkan
untuk mengelola situasi-situasi yang akan datang (tujuan).
Terdapat dua komponen dalam efikasi diri yaitu: 1) outcome expectations, yakni perkiraan
atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai
hasil tertentu; dan 2) efficacy
expectations, yakni persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri
dapat berfungsi dalam situasi tertentu.
Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
Efikasi diri dapat diterapkan secara individu (seperti mampu berhenti
merokok, mampu belajar bahasa inggris) maupun berkelompok (seperti mampu
menjadi tim olah raga terbaik).
Efikasi diri dapat
diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau
kombinasi empat sumber yakni : 1) pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment); 2) pengalaman vikarius (vicarious experience); 3) persuasi verbal (sociall
persuation); dan 4) pembangkitan emosi (emotional states) (Tabel 1). Penilaian dan pengaturan diri (self regulation atau self value) adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya sendiri
termasuk didalamnya adalah mengatur, memonitor, dan mengontrol tujuan yang ingin
dicapai. Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang
responsef atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi
tingkah laku (Tabel 2).
Tabel
1. Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi
Efikasi
Sumber
|
Cara Induksi
|
Pengalaman menguasai
sesuatu prestasi
|
Meniru model yang
berprestasi
|
Menonjolkan
keberhasilan yang pernah diraih
|
|
Pengalaman Vikarius
|
Mengamati model yang
nyata
|
Mengamati model film, komik, cerita
|
|
Persuasi Verbal
|
Mempengaruhi
dengan kata-kata berdasar kepercayaan
|
Nasihat,
peringatan yang mendesak/memaksa
|
|
Pembangkitan Emosi
|
Menghilangkan
sikap emosional dengan modeling simbolik
|
Memunculkan emosi
dengan simbolik
|
Tabel 2. Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai
Prediktor Tingkah Laku
Nilai Efikasi
|
Kondisi Lingkungan
|
Prediksi
Hasil Tingkah Laku
|
Tinggi
|
Responsif
|
Sukses,
melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
|
Rendah
|
Tidak Responsif
|
Depresi,
melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
|
Tinggi
|
Tidak Responsif
|
Berusaha keras mengubah lingkungan
menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan
perubahan
|
Rendah
|
Responsif
|
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa
tidak mampu
|
D. FUNGSI PENGUATAN DALAM PROSES PENIRUAN
Ada tiga hal yang
berfungsi sebagai motivator yaitu penguatan langsung (direct reinforcement), penguatan tidak langsung (vicarios reinforcement), dan
penguatan sendiri (self reinforcement). Direct reinforcement, yaitu suatu tipe konsekuensi peristiwa yang dapat
menguatkan tingkah laku baik menyenangkan atau tidak menyenangkan. Misal, dengan memberikan hadiah kepada seorang anak yang
mendapatkan nilai baik. Dalam peniruan, Bandura mencontohkan, seorang anak
melihat anak lainnya sedang dihukum karena menyebrang tanpa menengok kiri
kanan, maka itu membuat anak yang melihat kejadian tidak melakukan hal serupa.
Vicarious
reinforcement, yaitu konsekuensi yang terkait dengan
tingkah laku orang lain yang diamati.
Misal, suatu model di beri hadiah agar terwujud dalam tingkah laku
seseorang. Anak yang melihat temannya berkelahi, karena perbuatan berkelahi itu
dipuji oleh teman-taman sekelasnya akan menjadi reinforcement yang mengarah dilakukannya perbuatan berkelahi di
waktu-waktu yang lain. Vicarious reinforcement, juga berfungsi
membangkitkan respons-respons yang bersifat emosional yang nantinya akan
membangkitkan rasa puas, bangga, dan sebagainya. Self-reinforcement, yaitu konsekuensi
yang berhubungan dengan standar tingkah laku pribadi. Pada umumnya orang membuat standar tingkah
laku bagi dirinya sendiri dan cenderung merespons terhadap tingkah lakunya
sendiri dengan cara-cara yang menyenangkan kalau tingkah lakunya sesuai atau
melampaui standar tersebut. Sebaliknya, dia akan merespon dengan car mengkritik
diri sendiri kalau tingkah lakunya tidak sesuai dengan standar.
Kekuatan dan efek
suatu penguat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) bagaimana
kejadian penguat menyertai perilaku individu secara langsung; 2) jadwal
penguatan atau frekuensi berlangsungnya kejadian-kejadian penguat; 3) kualitas informatif, maksudnya tindakan dan
proses penguatan dapat memberitahu tentang perilaku mana yang paling adaptif.
Contoh, sebelum seseorang berangkat ke tempat wawancara kerja, ia menyadari
kemungkinan untuk berhasil, karena kesadarannya, maka ia akan menjalankan
perilaku tertentu (berpakaian yang pantas, berdasi dan sebagainya) untuk
memaksimalkan peluang. Tindakan serupa (sesuai konteksnya) juga akan dilakukan
oleh seorang guru, siswa, pelatih, penyuluh, petani dan sebagainya.
Dengan demikian
”pengetahuan atau kesadaran pembelajar akan konsekuensi perilaku tertentu bisa
membantu mengoptimalkan efektivitas suatu program pembelajaran; jika pembelajar
diberi tahu mengenai perilaku apa yang akan mendapat ganjaran (dalam kondisi
tertentu), maka semangat belajarnya pun akan meningkat pesat”; dan 4) kualitas
motivasi pada penguat, maksudnya bahwa dalam teori belajar sosial, penguat dipahami sebagai hal yang memiliki kualitas
mitivasi. Orang tidak dapat memprediksi masa depan, tetapi ia dapat
menganitisipasi konsekuensi apa yang akan muncul berdasarkan pengalaman (baik
atau buruk) yang telah dialami orang lain (tanpa mengalaminya secara langsung).
Misal, imunisasi pada anak, tidak menanami lahan di akhir musim hujan, menanam
cabai menjelang lebaran (positif) dan sebagainya.
E. PENDEKATAN
Terkait dengan
proses belajar sosial, Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni
: Pertama, latihan penguasaan (desensitisasi
modeling), yakni mengajari klien menguasai tingkah laku yang sebelumnya
tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan
membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta
klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular,
dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan
kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan
ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh
ular, sampai akhirnya menggendong ular. Bandura memakai desesitisasi sistematik
itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut modeling kognitif) tanpa memakai penguatan
yang nyata.
Kedua, modeling
terbuka (modeling partisipan), yakni
klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam
kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki,
sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan (contohnya belajar main
basket). Ketiga, modeling simbolik,
yakni klien melihat model dalam film, gambar atau cerita. Kepuasan mendorong
klien untuk mencoba atau meniru tingkahlaku modelnya. Aplikasi lainnya adalah
dalam pendidikan formal, dimana dalam kerja kelompok, siswa-siswa yang
berprestasi baik hendaknya dipasangkan dengan siswa yang prestasinya kurang.
Maka dalam proses kerja keloimpok antara siswa tersebut akan terjadi saling
tanya jawab dan diskusi. Siswa yang
prestasinya kurang akan meniru cara belajar dan diskusi teman-teman yang
berprestasi baik sehingga prestasinya meningkat.
Terkait dengan
proses belajar sosial, Bandura mengidentifikasi adanya efek lain pada perilaku.
Selain bisa mempelajari hal-hal baru atau melakukan pembelajaran observasional,
pemodelan juga dapat memicu (membangkitkan) perilaku yang sudah ada dalam
bawaan kita yang sebelumnya tidak kita perlukan. Pengamatan (observational)
terhadap model bisa mendatangkan tiga efek yang berbeda terhadap perilaku
sekarang maupun yang akan datang: 1) efek pemodelan (modeling effect), yakni pembelajar berperilaku dengan cara baru
(melakukan hal-hal baru); 2) efek pendorong (disinhibitory effect), yakni peniruan memicu munculnya perilaku
yang sebenarnya sudah ada dalam bawaannya tetapi belum terangsang atau
terpanggil secara aktif; dan 3) efek penghambatan (inhibitory effect), yakni kasus khusus dari efek pendorong atau
pemunculan. Pengamatan individu terhadap model bisa berfungsi mendorong atau
menghambat peniruan perilaku oleh individu tersebut.
F. PENDAPAT BANDURA TENTANG PENDIDIKAN
Teori Bandura mengandung
banyak implikasi bagi pendidikan, Bandura percaya bahwa segala sesuatu yang
dapat dipelajari melalui pengalaman langsung juga bisa dipelajari secara tak
langsung lewat observasi. Bandura juga percaya bahwa model akan amat efektif
jika dilihat sebagai orang yang memiliki kehormatan, kompetensi, status tinggi,
atau kekuasaan. Jadi, dalam kebanyakan kasus, guru dapat menjadi model yang
berpengaruh besar. Melalui perencanaan yang cermat terhadap materi yang
disajikan, guru dapat lebih dari sekedar menyampaikan informasi rutin. Guru
dapat menjadi model untuk suatu keahlian, strategi pemecahan masalah, kode
moral, standar performa, aturan dan prinsip umum, dan kreatifitas.
Guru dapat menjadi model
tindakan, yang akan diinternalisasikan siswa dan karenanya menjadi standar
evaluasi diri. Misalnya, standar yang telah diinternalisasi ini akan menjadi
basis untuk kritik diri atau penghargaan diri. Ketika siswa bertindak sesuai
dengan standar mereka, pangalaman itu akan diperkuat. Ketika tindakannya tidak
memenuhi standar, pengalaman itu akan dihukum jadi, menurut Bandura,
sebagaimana menurut teoretisi Gestalt dan Tolman, penguatan intrinsik lebih
penting ketimbang penguatan ekstrinsik. Menurut Bandura, penguatan ekstrinsik
justru bisa menjadi mereduksi motivasi belajar siswa. Pencapaian tujuan
personal juga bisa menguatkan, dan karenanya guru sebaiknya membantu siswa
merumuskan tujuan yang tidak terlalu sulit atau tidak terlalu mudah untuk
dicapainya. Formulasi ini, tentu saja perlu dirumuskan secara individual untuk
masing-masing siswa.
G. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
Teori belajar sosial
Bandura berlaku pada bidang ilmu yang bersifat inter dan multi disipliner,
dapat dibuktikan oleh metode penelitian yang kuat, dapat diaplikasikan dalam
memperbaiki kehidupan sosial yang lebih baik, dan memadukan antara kesempatan
(lingkungan) dan kesiapan diri seseorang. Teori belajar sosial juga dapat
digunakan dalam bidang-bidang terapan, seperti penyuluhan pertanian, pekerjaan
sosial, pemberdayaan masyarakat, penanganan penyakit sosial, pengembangan
kewirausahaan, arsitektur pemukiman dan sebagainya.
Namun demikian, teori
belajar sosial juga dipandang terlalu menitikberatkan pada kebebasan dan
rasionalitas manusia (individu), dan terlalu kompleks. Lundin dalam Matt Jarvis
(2006) menyatakan bahwa teori belajar sosial Bandura dikritik oleh para ahli
teori perilaku radikal karena memasukan proses-proses mental yang tidak dikenal
dalam teori perilaku radikal. Selain itu, teori Bandura juga dianggap terlalu
dangkal untuk menjelaskan secara rinci bagaimana kita dipengaruhi lingkungan
dan membuat pilihan.
Teori Bandura juga abai
terhadap beberapa aspek perkembangan dan pembelajaran manusia yang dianggap
penting (seperti peranan emosi).
H. KESIMPULAN
Menurut Bandura,
informasi penguatan atau hukuman sama informatifnya dengan penguatan dan
hukuman langsung, pembelajar memperoleh informasi lewat pengamatan terhadap konsekuensi perilakunya sendiri atau
perilku orang lain. Informasi yang diperoleh lewat observasi ini dapat
digunakan dalam berbagai situasi jika ia membutuhkannya. Dari informasi
terdahulu tersebut seorang individu akan memperkirakan bahwa jika mereka bertindak
dengan cara tertentu, dalam situasi tertentu, maka akan muncul konsekuensi
tertentu. Dengan cara ini perkiraan konsekuensi itu akan setidaknya sebagain,
menentukan perilaku dalam situasi tertentu.
Teori Bandura menekankan
bahwa belajar observasional melibatkan atensi (perhatian), retensi
(pengingatan/penyimpanan), kemampuan behavioral, dan insentif (penghargaan).
Maka jika belajar observasional tidak terjadi itu kemungkinan karena pengamat
tidak mengamati aktivitas model yang relevan, tidak mengingatnya, tidak bisa
melakukannya. Unsur paling penting dalam teori
belajar sosial adalah konsep pembelajaran tidak langsung (vicarious learning) melalui peniruan (imitation) dan pemodelan (modeling) yang menurut Bandura keduanya berlangsung
sepanjang umur manusia. Sedangkan konsep paling penting yang dikemukakan
Bandura dalam teori belajar sosialnya adalah proses timbal balik (reciprocal
determinism), yaitu penjelasan tingkah laku manusia dalam bentuk
interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, tingkah
laku dan lingkungan. Bandura menegaskan
bahwa timbal balik dalam belajar sosial itu tidak sederhana, tetapi kompleks.
DAFTAR
PUSTAKA
Albert Bandura. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall,
Inc. Engliwood Cliffs, New Jersey.
Comments
Post a Comment