MAKALAH KEPEMIMPINAN-1




1.      Latar belakang

Kepemimpinan sukar dipahami (leadership is elusive). Organisasi di era globalisasi dituntut untuk memiliki daya saing. Banyak organisasi saat ini berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi melalui teknologi serta minimalisasi biaya operasi. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kepemimpinan.
Kepemimpinan yang dimaksud berbeda dengan meanajemen. Kepemimpinan tidak dapat dibeli dan harus memiliki lebih banyak skill. Selain itu kepemimpinan harus memiliki kebijaksanaan (wisdom) dan komitmen terhadap visi organisasi. Sebagaimana W. Edwars Deming sampaikan bahwa ‘kamu dapat memilih seorang manajer tapi kamu tidak dapat memilih seorang pemimpin, pemimpin menciptakan kepercayaan melalui aksi mereka dan menstimulasi inovasi melalui pembelajaran’.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang inovatif harus cinta belajar, dan pengembangan pengetahuan harus dianggap sebagai investasi modal yang sangat berharga. Pembelajaran dimulai dengan mengenali kebodohan. Dalam budaya hal itu diyakini karena rendahnya pengetahuan. Pemimpin harus memberikan akses pengetahuan  dan menciptakan lingkungan yang mendorong belajar sepanjang hayat (lifelong learning).

2.      Masalah
Masih banyak pemimpin yang malas untuk belajar sehingga mereka hanya mengerjakan pekerjaan rutin dengan output yang memiliki nilai manfaat rendah dan cenderung tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan pengikut dan rakyat.
 Pekerjaan menjadi hal biasa dilakukan oleh pemimpin sebelumnya (business as usual). Mereka kurang inovatif dalam menyelesaikan berbagai persoalan.


3.      Teori yang relevan

a.        Pemimpin sebagai Pembelajar (Leader as Learner)
Menurut Sass, Stephen E. (1998) dijelaskan bahwa Leaders as learners adalah Pemimpin harus memberikan akses pengetahuan  dan menciptakan lingkungan yang mendorong belajar sepanjang hayat (lifelong learning) sebagai berikut: 1. Membangun kurikulum dan budaya belajar, 2. walking the talk.
Salitore, Robert A. (1996) dijelaskan bahwa leaders as learners adalah 1. Belajar dari pengalaman, 2. Belajar dari kelemahan, pecahkan masalah, A belum tentu disebabkan B, 3. Pemikiran cara baru, 4. Step by step.
Quigley, Michael E (2002) menjelaskan bahwa pemimpin yang menciptakan budaya pengetahuan (create culture of knowledge) akan mengembangkan: 1. Pemahaman spiritual tentang tujuan hidup, 2. Struktur nilai tanggung jawab pribadi yang mengakui prinsip-prinsip alam dan didasari tatanan sosial, 3. rasa ingin tahu yang intens yang mendorong kemampuan untuk belajar, 4. kapasitas untuk berpikir holistik.
Vicere dan Fulmer (1998) berpendapat bahwa menciptakan apresiasi untuk terus belajar dan pengembangan pengetahuan baru adalah atribut yang signifikan kepemimpinan. Mereka lebih lanjut menyatakan bahwa penekanan ditempatkan pada pengembangan program pengembangan kepemimpinan yang efektif dirancang untuk menawarkan perspektif tentang kekuatan pembelajaran.
Belajar mandiri sebagai konsep praktis dan teoritis masih sangat terkait dengan pendapat Knowles dengan model pembelajar seumur hidup (lifelong learner), yang memiliki keterampilan berikut:
-          Kemampuan untuk mengembangkan dan berhubungan dengan keingintahuan (untuk terlibat dalam berpikir divergen).
-          Kemampuan merumuskan pertanyaan yang dijawab melalui penyelidikan (untuk terlibat dalam konvergen atau penalaran induktif-deduktif).
-          Kemampuan untuk mengidentifikasi data yang dibutuhkan untuk menjawab berbagai macam pertanyaan.
-          Kemampuan untuk menemukan sumber yang paling relevan dan data yang dapat diandalkan.
-          Kemampuan untuk memilih dan menggunakan cara yang paling efisien untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dari sumber-sumber yang tepat.   
-          Kemampuan untuk mengatur, menganalisis dan mengevaluasi data sehingga mendapatkan jawaban valid.
-          Kemampuan untuk menggeneralisasi, menerapkan dan mengkomunikasikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

(Knowles 1980: 267)


b.    Kepemimpinan Yang Efektif
Literatur telah menyatakan bahwa elemen kunci untuk organisasi yang sukses adalah gaya kepemimpinan dan kompetensi (J. Rodney Turner dan Ralf Muller, 2005). Lima fungsi utama dari kepemimpinan dikategorikan sebagai berikut (Joel Digirolamo, 2010).
§  Buat visi dan fokus pada itu.
§  Mengatur tim kinerja tinggi.
§   Jaga agar tim termotivasi.
§  Menjaga hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitar untuk memastikan mereka sadar tentang informasi yang dibutuhkan.
§  memuaskan karyawan untuk meminimalkan gesekan
"Management is the process of planning, organizing, actuating, and controlling an organization's operations in order to achieve a coordination of the human and material resources essential in the effective and efficient attainment of objectives" (Newport & Trewatha, 1976).
Prabowo (1999) mengemukakan beberapa pedoman dasar untuk menjadi pemimpin yang efektif:
1.      Keluwesan,pemimpin yang luwes memiliki potensi menjadi efektif dalam sejumlah situasi. Kemampuan setiap pemimpin untuk mengubah gayanya pada situasi yang berbeda, akan berbeda-beda. Dengan kata lain, efektivitas pemimpin tergantung pada bagaimana gaya kepemimpinan mereka saling berkaitan dengan keadaan atau situasi. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyesuaikan gaya mereka dengan kebutuhan situasi. Namun dalam situasi arus kerja yang rutin, terstruktur dan mantap, keluwesan kepemimpinan menjadi tidak begitu penting.
2.      Berorientasi pada pencapaian, pemimpin dituntut untuk mampu menetapkan sasaran menantang dan menunjukkan kepercayaan diri bahwa mereka dapat mempercayainya. Pemimpin adalah seseorang yang menjadi kunci dalam menimbulkan motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan yang lebih baik. Mampu mempengaruhi jalur antara perilaku bawahan dan sasaran. Pada batas tertentu, pemimpin adalah seorang pelatih yang merencanakan jalur realistik bagi tim. Bawahan yang mengerjakan tugas pekerjaan tak rutin dan bekerja untuk pemimpin yang berorientasi pada pencapaian  merasa lebih yakin bahwa upaya mereka akan menyebabkan kinerja yang lebih baik.
3.      Partisipasi, dalam hal ini pemimpin bertindak untuk meminta, menerima dan menggunakan saran bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi lebih menekankan pada upaya meningkatkan peluang bagi kepuasan pribadi bawahan. Membantu upaya bawahan untuk mencapai sasaran, menolong mengurangi rintangan yang mengecewakan dalam upaya mencapai sasaran dan memberi penghargaan atas pencapaian sasaran.
4.      Transformasional,pemimpin dituntut untuk mampu mendorong semangat, menggunakan nilai-nilai, kepercayaan dan kebutuhan bawahan untuk menyelesaikan tugas dan mampu melakukan dalam situasional yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Dengan kata lain mampu menampilkan atau menciptakan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap bawahan diperhitungkan.

Menjadi pemimpin yang efektif haruslah dapat menyesuaikan diri yaitu dapat mendelegasikan wewenang secara efektif karena mempertimbangkan kemampuan mereka, kemampuan bawahan dan tujuan yang harus diselesaikan.Ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan: (Prabowo,1999).
1.    Persepsi yang tepat. Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional.
2.    Tingkat kematangan. Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan pekerjaan itu. Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.
3.    Penilaian yang tepat terhadap tugas. Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat-syaratnya.
4.    Latar belakang dan pengalaman. Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik.
5.    Harapan dan gaya pemimpin. Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik, mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting.
6.    Hubungan seprofesi. Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran. Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan.
Era Globalisasi saat ini, dimana tantangan ke depan begitu besar menjadikan kegiatan kepemimpinan menjadi begitu rumit dalam situasi kerja majemuk, sehingga efektivitas kepemimpinan sangat diperlukan dalam menjawab tantangan ke depan. Menurut Uno, 2006 untukmengidentifikasikan kepemimpinan yang efektif:
1)        Kepemimpinan adalah bagian dari manajemen yang mengandalkan hubungan interpersonal, dan bertujuan menyadap kemampuan manusia yang terpendam, 
2)        Kepemimpinan tidak mesti menjadi tanggung jawab individu, dan
3)        kepemimpinan dapat menjadi instrumen untuk memperbaiki organisasi.

Dan juga Agar kepemimpinan yang efektif dapat terjaga dengan baik, seorang pemimpin harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Sumbangsih/kontribusi individu kearah pencapaian sasaran,
b.      Keharmonisan dengan sasaran
c.       Efisiensi pemberian arah
d.      Kesatuan perintah
e.       Supervisi langsung
f.       Pemberian arah
g.       Komunikasi managerial
h.      Memahami
i.        informasi, dan
j.        Penggunaanorganisasi informal secarastrategis.


            Keefektifan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online dalam suatu usaha atau tindakan berarti “keberhasilan” atau kesuksesan. 
            Keberhasilan sebuah organisasai dalam mencapai tujuanya tidak terlapas dari peran pemimpin. Keefektifan kepemimpinan sangat berpengaruh besar pada tercapainya tujuan organisasi. Adapun  faktor-faktor determinan kepemimpinan yang efektif berdasarkan uraian konsep yang telah diuraikan di atas adalah: (1) Kepemimpinan adalah bagian dari manajemen yang mengandalkan hubungan interpersonal, dan bertujuan menyadap kemampuan manusia yang terpendam, Kepemimpinan tidak mesti menjadi tanggung jawab individu, dan Kepemimpinan dapat menjadi instrument untuk memperbaiki organisasi, (2) pemimpin harus orang yang memiliki komitmen, yang memiliki pribadi kharismatik, tingkah laku positive. (3) Pemimpin yang efektif harus memiliki keluwesan, orientasi tujuan, partisipasi, transformasional. Dan selain itu keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh: Persepsi yang tepat, tingkat kematangan, penilaian yang tepat terhadap tugas, latar belakang dan pengalaman, harapan dan gaya pemimpin serta hubungan seprofesi.


4.      Bedah kasus


Susi Pudjiastuti (lahir di Pangandaran15 Januari 1965; umur 50 tahun)  adalah seorang Menteri Kelautan dan Perikanan dariKabinet Kerja 2014-2019 yang juga pengusaha pemilik dan Presdir PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil-hasil perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air dari Jawa Barat[2] . Hingga awal tahun 2012, Susi Air mengoperasikan 50 pesawat dengan berbagai tipe seperti 32 Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-6 Porter dan 3 Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. Tahun 2012 Susi Air menerima pendapatan Rp300 miliar dan melayani 200 penerbangan perintis.
Seputus sekolah, Susi menjual perhiasannya dan mengumpulkan modal Rp.750.000 untuk menjadi pengepul ikan di Pangandaran pada tahun 1983.[2] Bisnisnya berkembang hingga pada tahun 1996 Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan produk unggulan berupa lobster yang diberi merek "Susi Brand." Bisnis pengolahan ikan ini pun meluas dengan pasar hingga ke Asia dan Amerika. Karena hal ini, susi memerlukan sarana transportasi udara yang dapat dengan cepat mengangkut produk hasil lautnya dalam keadaan masih segar.[2]
Pada 2004, Susi memutuskan membeli sebuah Cessna Caravan seharga Rp 20 miliar menggunakan pinjaman bank. Melalui PT ASI Pudjiastuti Aviation yang ia dirikan kemudian, satu-satunya pesawat yang ia miliki itu ia gunakan untuk mengangkut lobster dan ikan segar tangkapan nelayan di berbagai pantai di Indonesia ke pasar Jakarta dan Jepang. Call sign yang digunakan Cessna itu adalah Susi Air.
Susi Pudjiastuti ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang ditetapkan secara resmi pada 26 Oktober 2014. Sebelum dilantik, Susi melepas semua posisinya di perusahaan penerbangan Susi Air dan beberapa posisi lainnya, termasuk Presiden Direktur PT. ASI Pudjiastuti yang bergerak di bidang perikanan serta PT ASI Pudjiastuti Aviation yang bergerak di bidang penerbangan untuk menghindari konflik kepentingan antara dirinya sebagai menteri dan sebagai pemimpin bisnis.[4] Selain itu, alasan lain Susi melepas semua jabatannya adalah agar dapat bekerja maksimal menjalankan pemerintahan, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.
Saat pelantikan, Susi menuai kontroversi karena kedapatan menghisap sebatang rokok dan memiliki tato, sesuatu yang tidak lazim dimiliki oleh menteri Indonesia. Atas tindakannya ini, Susi mendapatkan baik pujian dan kritikan di media sosial.
Gebrakan 12 bulan susi:
1.      Kontroversi disukai media
2.      Visi: kedaulatan, keberlanjutan, kesejahteraan
3.      "Bu Susi itu Fast Learner" skill, bahasa
4.      Lelang jabatan
5.      Merubah waktu jam kerja KKP
6.      Tunjangan kinerja dan gaji KKP dinaikkan
7.      Moratorium kapal buatan luar negeri sd Okt 2015.
8.      Menenggelamkan kapal.
9.      Kejar MV Haifa dengan Interpol
10.  Hancurkan illegal fishing dan destructive fishing
11.  Stop impor garam prioritas untuk industri.
12.  Lemahkan TW
13.  Melarang cantrang
14.  Minta 100 Sarjana Kelautan terbaik
15.  Dll
Berkaitan dengan kepemimpinan Susi dan gebrakan 12 bulan dengan berbagai terobosannya, analisis dengan teori kepemimpinan efektif sebagai berikut:
Berdasarkan teori yang relevan di atas dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan yang sukses dan efektif adalah pemimpin yang belajar dari kegagalan dan keberhasilan. Hal itu dapat terwujud jika seorang pemimpin menjadi seorang pembelajar.
Kepempinan Susi dan terobosannya dapat kita analisis dengan gambar berikut:


Kepemimpinan Susi sebagai pembelajar:
1.      Susi menjadi lifelong learning: sangat jelas meskipun Susi berpendidikan formal hanya SMP tetapi beliau sangat menyadari pentingnya data dan informasi, teknologi ICT, temuan-temuan ilmiah bahkan dalam berbagai kesempatan menjawab pertanyaan wartawan beliau selalu merujuk pada data.
2.      Susi mencitpakan culture learning: Susi selalu mengedepankan dialog dengan semua kalangan, berkeinginan Indonesia berdaulat, sumberdaya berkelanjutan, dan kesejahteraan nelayan.  Susi menggunakan pengalamannya dalam mengambil keputusan perikanan. Pertanyaan sederhana dulu nelayan mudah cari ikan sekarang semakin sulit. Namun demikian belum terlihat cara berfikir holistik dan ide baru.
3.      Susi seorang pemimpin yang kompeten: beliau memiliki visi kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan dengan tujuan Laut sebagai masa depan bangsa. Program prioritas pemberantasan illegal fishing dan destructive fishing. Hubungan kemitraan strategis dengan negara lain atau kelembagaan lain seperti KPK dan Interpol.
4.      KKP menjadi sorotan karena kinerjanya yang inovatif. Penghargaan dari berbagai negara yang memuji keberhasilan pemberantasan illegal fishing. Citra negara pelaku sangat jelek di mata negara importir. Nelayan sudah mulai merasakan mudahnya mencari ikan. Fokus pada program tersebut dan belum menggarap program lain seperti pemberdayaan petani garam menjadi penilaian tersendiri. Sedangkan seorang pemimpin harus memiliki cara berfikir ide baru dan holistik.

5.      Kesimpulan

Kepemimpinan yang berhasil selalu belajar sepanjang hayat kapan dan dimanapun. Kepemimpinan pembelajar akan selalu menghasilkan ide baru dan berfikir holistik. Kompetensi dalam mengelola organisasi akan dipengaruhi oleh cara berfikir yang maju. Organisasi dengan pemimpin yang pembelajar akan inovatif dan menghasilkan banyak manfaat.
Disarankan kepada calon pemimpin atau pemimpin yang sedang berjalan untuk melalui belajar segala hal yang dibutuhkan dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan organisasi yang dipimpinnya.





Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org
J.  Rodney, T., & Ralf, M.  (2005). The Project Manager‟s  Leadership  Style  as  a  Success Factor  on  Projects:  A Literature Review. Project Management Journal. 
Joel, D.  (2010). The  art,  psychology,  and  science  of  management—an  integrated  approach.  Leaders  and  the Leadership Process, Turbocharged Leadership.
Knowles, M. (1980) The Modern Practice of Adult Education (2nd edn), Chicago: Association Press.
Newport, M. Gene & Robert L. Trewatha (1976). Management: Functions and Behavior. Dallas: Business Publications, Inc., 21-22.
Prabowo, Fahrudin Ali. 1999.  Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan.  Harian Umum Republika, 29 November 1999. Diakses tanggal 19 September 2014. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adpu4334/w2_5_1_2.htm.
Quigley, Michael E .2002. Hoosier Banker. ABI/INFORM Complete Pg. 2
Salitore, Robert A.1996. Hoosier Banker. ABI/INFORM Complete Pg. 18.
Stephen E. 1998. Executive Exellence. ABI/INFORM Complete. Pg 17







Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

PARTISIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA) PERENCANAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF

DOKUMEN HARVEST STRATEGY RAJUNGAN