Pelestarian Ikan Duyung dan Lamun di Indonesia
Keberadaan ikan Duyung dan padang
lamun di laut Indonesia semakin terancam oleh aktivitas manusia. Saat ini masih
ada Dugong atau Duyung yang diburu nelayan untuk konsumsi, karena daging Dugong
bagi sebagian kalangan memiliki serat
daging seperti sapi atau mamalia darat. Begitu juga padang rumput Lamun semakin
hilang dan rusak karena adanya alih fungsi lahan atau reklamasi pantai. Selain
itu, padang rumput lamun juga tercemar oleh limbah atau sampah yang berasal
dari sungai atau daratan.
Menurut ahli dari LIPI dalam
Simposium Duyung dan Lamun II di Jakarta menjelaskan bahwa Dugong diperkirakan
hanya 1000 an ekor saja di laut Indonesia. Ikan Duyung ini termasuk langka
seperti halnya badak di darat. Oleh karena itu, melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 7 tahun 1999, Dugong termasuk hewan dan tumbuhan yang harus dilindungi. Selain
itu, data LIPI tahun 2018 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki luas padang
lamun sekitar 2935 km2 namun hanya 6,67% yang tergolong sehat.
Para ahli lingkungan dan biologi
laut menemukan manfaat yang besar dari keberadaan Dugong dan padang rumput
Lamun. Kenapa Dugong selalu dikaitkan dengan padang rumput Lamun. Menurutnya,
kedua spesies tersebut memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Secara ekologi
saling menguntungkan baik untuk kedua spesies tersebut maupun habitat di
sekitarnya.
Dugong dapat hidup selama 70
tahun, berat 450 kg, dan panjang 3 meter. Hewan herbivora ini dapat bermigrasi
jauh. Dugong dianggap sebagai petani yang memelihara kebun Lamun. Sebagaimana
kebun di darat, padang Lamun juga mendapat asupan pupuk diantaranya berasal
dari kotoran Dugong. Padang Lamun yang terlalu rapat dan padat juga kemudian
dimakan oleh Dugong bahkan hingga tercabut akarnya. Aktivitas Dugong sebagai
petani selain dapat memupuk juga menyiangi sehingga cahaya matahari yang
dibutuhkan Lamun cukup merata diantara rerumputan Lamun.
Source Figure by https://www.helmirfansah.com/lamun-dan-dugong/
Sejumlah ahli juga menemukan
betapa besarnya manfaat padang Lamun. Lamun adalah tumbuhan berbunga yang
tumbuh membentuk padang Lamun di dasar perairan pesisir yang dangkal, berpasir,
dan berlumpur. Padang Lamun dapat menyaring limbah, menjaga kualitas air laut,
dan menjadi habitat bagi ikan-ikan kecil, serta tempat mencari makan Duyung dan
Penyu. Bahkan, padang Lamun diyakini dapat menyimpan CO2 dua kali
lebih banyak atau sekitar 83.000 ton/km2 dibandingkan dengan hutan
daratan (Fourqurean et al.2012). Di
Laut dunia tersebar hanya 0,2% atau sekitar 60 jenis dan di Indonesia sekitar
13 jenis (Fourqurean et al.2012).
Masyarakat dunia semakin
menyadari arti penting padang Lamun dan Dugong. Indonesia merintis
keberlanjutan pelestarian Duyung dan Lamun melalui “Dugong & Seagrass
Conservation Project (DSCP Indonesia). Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman
Hayati – KKP Laut sebagai Implementing
Agency. Dalam pelaksanaannya didukung oleh Implementing Partners yaitu Pusat Riset Oseanografi LIPI, WWF
Indonesia, dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Pelestarian Dugong dan Lamun di
Indonesia melalui DSCP dilaksanakan melalui 3 komponen. Pertama “Penguatan dan
pelaksanaan Rencana Aksi Nasional untuk Dugong dan Lamun. Kedua “Peningkatan
kesadaran dan sejumlah riset tentang Dugong dan Lamun di Indonesia. Ketiga
“Pengelolaan dan konservasi Dugong dan Lamun berbasis masyarakat. Projek
tersebut berdurasi 3 tahun dengan lokasi Kabupaten Bintan – Kepulauan Riau, Kotawaringin
Barat – Kalimantan Tengah, Kabupaten Toli-toli – Sulawesi Tengah, dan Kabupaten
Alor – NTT.
Penguatan rencana aksi nasional
pelestarian Dugong dan Lamun bahkan hingga ke tingkat daerah dan ke tingkat
kelompok masyarakat. Saat ini, Indonesia juga memiliki modal besar yaitu
KEPMEN-KP Nomor 79 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Perlindungan Mamalia
Laut. Namun, kebijakan rencana aksi tersebut tidak akan berjalan tanpa dukungan
stakeholders terutama masalah
pembiayaan yang mengkondisikan siapa berbuat apa dan di mana kegiatannya. Rencana
aksi adalah wujud dari komitmen negara dan para pemangku kepentingan lainnya. Meskipun
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah
mengamanahkan bahwa konservasi menjadi urusan pemerintah pusat tetapi faktanya tindakan
konservasi banyak diinisiasi oleh daerah.
Projek DSCP Indonesia menginisiasi
riset terhadap Dugong dan Lamun. Indonesia menghadapi keterbatasan ahli Dugong.
Saat ini, telah sedang dipersiapkan 1 orang ahli Dugong yang sedang
menyelesaikan pendidikan di Belanda. Output lainnya LIPI telah menghasilkan
panduan untuk mengukur karbon di laut dan menentukan area-area penampakkan
Dugong sebagai area konservasi di Indonesia.
Fokus projek DSCP terpenting
adalah peningkatan kesadaran masyarakat agar melestarikan Dugong dan Lamun. Sebagai
tauladan masyarakat terlihat pada tingkat kepedulian Bupati Toli-Toli dalam
melestarikan Dugong. Peningkatan kesadaran ini harus tetap dilakukan dan
membutuhkan waktu lama. Apabila projek ini berhenti maka peningkatan kesadaran
sebaiknya tetap dilakukan oleh Penyuluh Perikanan. Oleh karena itu,
modul-modul, materi, dan panduan yang telah dihasilkan dapat dimasukkan ke
dalam programa penyuluhan.
Pa Yaya....nyebut Duyungnya jangan pakai 'ikan' dong...dia kan mamalia, bukan ikan 😀
ReplyDelete