Takut Hujan
Takut akan hujan bagi
sebagian orang sangatlah wajar. Mulai dari takut listrik mati, banjir, dan
kehujanan saat berangkat kerja. Terutama sebagian karyawan yang akan berangkat
ke tempat kerja atau sebaliknya pulang dari tempat kerja. Begitupun dengan
pedagang di pasar, pengemudi, tukang ojek takut sepi penumpang karena
dipikirnya banyak yang malas keluar rumah. Padahal tanpa disadari sebenarnya
ekonomi negara ini sangat bergantung pada hujan. Air hujan memenuhi danau,
sungai, waduk, dan embung yang menggerakkan pondasi ekonomi seperti pertanian
dan perikanan. Sudah pasti, dampak dari hasil tani dan ikan mengakibatkan efek
domino sektor lain untuk ikut bergerak.
Musim penghujan, semua
memaklumi bulan November hingga Februari curah hujan terasa deras. Banyak orang
mengharapkan hujan turun, namun ada juga yang kesal karena hujan dirasa
mengahambat aktivitasnya. Memang ada hujan yang mendatangkan bencana banjir dan
longsor. Akan tetapi, kita perlu sadari hujan itu mendatangkan manfaat yang
besar. Hujan membawa kehidupan. Berapa banyak petani dan pemilik kebun
mengharapkan hujan. Hujan juga memberikan kesempatan kepada ikan-ikan untuk beranak
pinak baik di laut maupun di kolam. Dan yang terpenting adalah terpenuhinya
kebutuhan air bersih di perkotaan dengan adanya hujan turun.
Meskipun harga CPO sawit
sedang anjlok, namun masih ada harapan petani kebun sawit akan produksi yang
meningkat pada musim hujan. Kebun rakyat sangat bergantung pada air hujan dan
pupuk. Harga yang murah akan terbantu dengan meningkatnya panen buah.
Begitupun, dengan petani lainnya seperti petani padi terutama daerah-daerah
yang bergantung pada air hujan. Beberapa tanaman sayuran yang tidak menyukai
hujan berlebihan tetapi sebenarnya tetap memerlukan siraman air. Panas terik
tidak cukup membesarkan umbi bawang merah atau cabe merah tanpa adanya siraman
air.
Perikanan pantai dimana
di area tersebut banyak ditemukan habitat ikan. Area pantai diyakini sebagai
penyangga produksi ikan karena banyak ditemukan plankton sebagai makanan alami bagi ikan. Daerah pantai juga banyak
ditemukan habitat unik terumbu karang sebagai tempat membesarkan anak-anak
ikan. Hujan deras dan cuaca buruk tentunya mengurungkan niat sebagian nelayan
untuk pergi menangkap ikan. Nelayan pun bisa beristirahat dan ikan-ikan pun menadi
tenang. Sampah-sampah di pinggiran pun bisa hanyut terbawa arus laut dan hujan.
Hampir saja kemarau
berkepanjangan hingga Oktober, ini sempat menciutkan hati bagi penduduk kota,
terutama yang bergantung pada air tanah dan debit perusahaan air minum.
Bagaimana tidak, kebutuhan air bersih bagi keluarga dengan dua anak bisa menghabiskan500
liter per hari untuk memasak dan mencuci pakaian. Bulan Oktober menjadi
genting, saat itu banyak penduduk kota yang berharap turun hujan. Hujan deras pun
terjadi baru diawal-awal bulan Nopember ini, orang-orang banyak berucap syukur
meski masih ada sebagian lain yang phobia hujan.
Masyarakat harus mampu
beadaftasi dengan musim hujan. Setidaknya, perilaku masyarakat harus diubah
dari ‘takut hujan’menjadi ‘suka hujan-hujanan’. Harapan rejeki itu harus
bergantung kepada Tuhan yang menurunkan hujan. Harapan selalu ada dan tetap
semangat bekerja, berbisnis, dan beraktivitas. Sambut hujan dengan suka cita.
Motivasi dari sahabat atau grup di media sosial sangat penting untuk
menyuarakan jangan phobia hujan.
Pemerintah perlu lebih sensitif
dalam menyikapi perekonomian terutama pada musim hujan. Kebijakan pemerintah
terutama bagaimana caranya menerima manfaat ketika musim hujan terjadi dan
mengurangi dampak buruknya. Kekuasaan pemerintah idealnya bisa menjangkau area
atau dusun-dusun kecil. Peran pemerintah tidak hanya membangun fasilitas tetapi
juga meningkatkan kesadaran masyarakat disaat musim hujan.
Keluarga sadar lingkungan
didorong agar individu tidak membuang sampah sembarangan. Sulit memang dan perlu waktu lama, namun itu
menjadi akar masalah banjir di perkotaan. Pemerintah akan sangat senang jika
warganya juga mampu mengurangi penggunaan sampah plastik. Sungai atau saluran
air bukan tempat sampah. Bahkan, masih banyak pemerintah daerah yang tidak
peduli sungai bersih, alhasil daerah aliran sungai menjadi kontributor sampah.
Laut pun tidak rela menampung sampah namun sudah takdirnya untuk menjadi lautan
sampah.
Masyarakat dan pemerintah
daerah harus bahu membahu untuk menjaga saluran agar tetap bersih. Disamping
itu, pemangkasan pohon-pohon di atas kabel-kabel listrik dengan rela hati untuk
dipotong jika tidak maka akan menggangu jaringan listrik yang mengakibatkan
pemadaman bergilir.
Komitmen pemerintah
daerah dengan perusahaan pengembang perumahan juga sangat penting agar terjaminnya
kemaslahatan warga perkotaan. Drainase dan
area serapan air perlu disediakan, karena masih banyak perumahan yang dihantui
banjir. Bahkan, ironisnya tidak hanya takut banjir saat musim hujan juga
kekurangan air bersih saat musim kemarau. Ternyata bukan hanya kesadaran
ternyata komitmen semua pihak menjadi penting untuk melawan phobia. Suarakan
terus jangan takut musim hujan.
Comments
Post a Comment