CYBER EXTENSION UNTUK NELAYAN


1.      Latar belakang

Mencermati iklan 4G Telkomsel yang menceritakan aktifitas nelayan di laut sampai dengan pemasaran ikan menggunakan gadget sungguh membuktikan kebutuhan nelayan akan akses informasi. Gap yang merugikan nelayan berkaitan dengan harga ikan dan produksi hasil tangkapan dapat dikurangi dengan adanya akses tersebut. Hal tersebut sejalan dengan tujuan cybex untuk nelayan. Cybex tidak hanya digunakan sebagai difusi inovasi tetapi untuk memenuhi kebutuhan usaha nelayan.
Nilai produksi hasil perikanan laut yang ditangkap dan didaratkan oleh nelayan di seluruh pantai Indonesia pada tahun 2013 sebesar 93,18 trilyun rupiah atau 0,88% berkontribusi terhadap nilai PDB nasional (KPDA 2014). Produksi perikanan laut pada tahun yang sama sebesar 5,70 juta ton. Nilai produksi ikan hasil tangkapan nelayan diperkirakan berdasarkan data tersebut rata-ratasebesar Rp.16.300 per kilogram. Pertumbuhan produksi perikanan laut 10 tahun terakhir berkisar antara 1% sampai dengan 2% atau  stabil. Produksi tersebut dihasilkan oleh 2,16 juta nelayan yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah kapal motor sebanyak 226.573 unit. Armada kapal didominasi oleh ukuran < 30 GT sebanyak 222.287 unit. Nelayan mengoperasikan kapal perikanan milik juragan darat dengan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan kedua pihak. Untuk perikanan skala kecil saat ini fokus pada pengelolaan kelompok usaha bersama.
Data tersebut memberikan gambaran beberapa tantangan untuk meningkatkan kualitas hidup nelayan adalah sebagai berikut:
(1)   Nelayan Indonesia dominan mengoperasikan kapal perikanan < 30 GT dan dominan pada ukuran kapal < 5 GT,  dengan daya jelajah yang terbatas. Tipe nelayan ini mengandalkan BBM dan perbekalan yang terbatas 1 – 3 hari. Nelayan seperti ini menangkap jenis ikan pelagis, demersal, udang, cumi, dan ikan karang. Informasi yang diperlukan yaitu pembeli, harga ikan, fishing ground yang akurat, dan penanganan mutu ikan di atas kapal, tempat pelelangan ikan. Hubungan yang erat dengan juragan darat mengakibatkan proses penjualan ikan sepenuhnya urusan juragan darat. Komunikasi intensif antara juragan darat dan nelayan sangat penting untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik. Modal sosial menjadi penting karena perlu ada saling percaya antara nelayan dengan juragan darat.
(2)   Nelayan Indonesia dengan kapal perikanan > 30 GT dan dominan pada ukuran 50 GT – 100 GT, dengan daya jelajah tinggi. Nelayan ini biasanya mampu melaut lebih dari 2 minggu. Nelayan ini harus memiliki keterampilan yang tinggi tidak hanya mampu menangkapa ikan tetapi harus memahami peraturan Internasional tentang keselamatan pelayaran. Nelayan ini biasanya dikelola oleh perusahaan dengan sistem gaji dan bonus hasil tangkapan. Operasi penangkapan umumnya telah terkelola dengan baik. Kesejahteraan nelayan untuk tipe ini biasanya sangat bergantung pada standar perusahaan melalui perjanjian kerja laut. Penanganan mutu ikan hasil tangkapan dan informasi pasar sudah dikelola oleh divisi-divisi perusahaan.
(3)   Peran kelompok usaha bersama (KUB) nelayan dimungkinkan mampu mengelola operasional kapal perikanan > 30 GT dengan dukungan pemerintah dalam pengalokasian kapal perikanan bantuan dan sumber daya manusia serta pelatihan dan penyuluhan. Hambatan saat ini adalah ketersediaan sumber daya manusia nelayan yang go internasional sangat diperlukan. Untuk program ini perlu terobosan kreatif dengan cara merekrut dan melatih alumni sekolah tinggi perikanan yang mempunyai kompetensi kenelayanan. Cara lain adalah merekrut nelayan yang berpendidikan minimal SMA untuk diberikan pelatihan lanjutan.
(4)   Distribusi hasil tangkapan untuk mendapatkan harga terbaik perlu dikelola dengan sistem yang jelas sehngga mampu menghubungkan berbagai pihak secara efisien.
(5)   Penanganan mutu ikan menjadi penting dalam meningkatkan harga ikan dengan cara mengembangkan kemampuan nelayan dalam manajemen mutu ikan.
(6)   Nelayan pro lingkungan dengan mengembangkan kemampuan nelayan dalam menangkap ikan yang ramah lingkungan dan memberikan pengetahuan jenis ikan yang dilindungi dan dilarang untuk ditangkap.

Rekayasa cyber extension untuk nelayan sangat penting untuk menjawab tantangan tersebut. Nelayan yang memiliki karakteristik berburu membutuhkan kepastian pasar dan harga ikan. Mutu ikan hasil tangkapan yang baik akan memberikan dampak signifikan pada harga ikan dan kesejahteraan nelayan. Perubahan keterampilan dalam menangkap ikan yang baik, penanganan mutu di atas kapal, proses pendaratan ikan berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan yang akan dijual.
Rekayasa cybex untuk nelayan dimulai dengan pemetaan dan mengumpulkan data mengenai nelayan dan hasil tangkapan nelayan, kebutuhan informasi nelayan, dan kebutuhan inovasi nelayan. Selain itu, permasalahan nelayan terkini perlu ditangkap secara cepat dan terinformasikan kepada pengambil kebijakan melalui cybex nelayan.

2.      Permasalahan
Kapasitas penangkapan di laut Indonesia perlu dikendalikan sesuai dengan daya dukungnya. Jumlah nelayan yang cenderung mengalami penambahan setiap tahun perlu dikendalikan untuk mengatur lebih jauh tingkat kesejahteraan mereka. Akan tetapi tantangan lain adalah meyakinkan pihak yang mempolitisasi bahwa laut milik bersama sehingga semua orang berhak mengakses laut, ketika kapasitas penangkapan diatur sedemikian rupa akan menuai kritik.
Pengembangan cybex nelayan diharapkan akan mendorong optimalisasi penangkapan ikan di laut sesuai kapasitas penangkapan atau daya dukung sumber daya ikan. Cybex diharapkan merubah perilaku nelayan ke arah berkemajuan. Nelayan yang terampil dan berpengatuhan dalam menangkapa ikan, mengelola mutu ikan, dan pro lingkungan.


3.      Tujuan
Makalah ini diharapkan mendapatkan hasil analisis untuk merancang sistem cybex untuk nelayan Indonesia.

4.      Teori yang relevan

Karakteristik sistem menurut Sumardjo (2014) adalah :
(1)   Komponen atau elemen (component).
Suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi (saling bekerjasama membentuk satu kesatuan). Komponen-komponen dari suatu sistem adalah sub sistem yang mempunyai sifat-sifat dari sistem itu sendiri dalam menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan.
(2)   Batas sistem (boundary), adalah area yang membatasi sistem yang satu dengan sistem yang lain atau dengan lingkungan luarnya. Suatu sistem membentuk satu kesatuan dengan batasan fungsi dan tugas dari subsistem yang berbeda tetapi saling berinteraksi.
(3)   Lingkungan luar sistem (environment), adalah sesuatu di luar batas sistem yang mempengaruhi operasi dari suatu sistem di luar. Lingkungan luar sistem ini dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap suatu sistem.
(4)   Penghubung (interface).
Sistem merupakan suatu media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem lainnya untuk membentuk satu kesatuan sehingga sumber-sumber daya mengalir dari subsistem yang satu kesubsistem lainnya. Dengan kata lain, melalui penghubung ini output dari satu suatu sistem akan menjadi input dari subsistem lainnya.
(5)   Masukan (input), adalah energi yang dimasukkan ke dalam suatu sistem.
(6)   Pengolahan (proses) adalah proses mengubah input menjadi output.
(7)   Keluaran (output) adalah hasil dari energi yang telah diolah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang membentuk satu kesatuan fungsi tertentu yang saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran (output) tertentu atau mencapai tujuan bersama.

Teori difusi Inovasi (Rogers, 2003)
Paradigma keputusan inovasi adalah melalui proses pengenalan/informasi, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Dalam pengenalan inovasi harus mempertimbangkan variabel penerima yaitu sifat-sifat pribadi dan kebutuhan nyata. Disamping itu harus memperhatikan sistem sosial yaitu norma, nilai, adat, keyakinan dan toleransi.
Dalam proses persuasi mempertimbangkan sifat-sifat inovasi yaitu keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas. Pada proses keputusan terbagi menjadi dua yaitu mengadopsi atau menolak, dan tetap mengadopsi, adopsi terlambat atau tetap menolak. Kelayan yang mengadopsi sebagian ada yang kecewa dan melakukan konfirmasi.

Komunikasi inovasi (Leeuwis, 2004)
Diseminasi inovasi ke users, adalah  komunikasi inovasi. Komunikasi ini mengisyaratkan adanya komunikasi antara aktor-aktor yang terlibat dalam inovasi.  Komunikasi di sini harus dilihat  sebagai mekanisme umpan balik.  Sebagaimana gambar 1 dibawah ini.




                Gambar 1 Komunikasi Inovasi

Penyebaran Hasil Riset (Havelock et. al., 1971)
Pengembangan teknologi harus berdasarkan pada masalah dan kebutuhan pada user serta mempertimbangkan ilmu dasar, ilmu terapan dan pengalaman user. Serangkaian kegiatan selanjutnya adalah uji coba lokal, pengemasan hasil iptek, diseminasi dan bimbingan pemakaian.

Kelembagaan Inovasi (Lionberger & Gwin 1982)
Peneliti dalam bidang ilmu dasar mencoba menemukan hal-hal mendasar sesuai permasalahan yang dihadapi masyarakat. Penelitian ilmu dasar biasanya dalam skala kecil sehingga perlu penelitian yang bersifat terapan dalam skala lebih besar dan menjawab kebutuhan masyarakat secara langsung melalui uji lokasi. Penyuluh ikut berperan dalam uji lokasi dan diseminasi untuk mengemas materi yang akan disuluhkan kepada user.

5.      Rekayasa Cybex Nelayan Indonesia

Rekayasa adalah proses perbaikan dengan cara berfikir ulang dan perancangan kembali. Keberhasilan rekayasa ditentukan oleh faktor vision, skills, insentif, sumber daya, dan rencana aksi. Sebuah rekayasa terjadi akibat terjadi perubahan tujuan atau peraturan perundang-undangan.

Diagnosis masalah dan kebutuhan inovasi nelayan
Perikanan tangkap adalah sektor yang bertumpu pada usaha penangkapan ikan. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan cara berburu menuju daerah penangkapan ikan yang potensial (fishing ground). Usaha penangkapan ikan butuh modal besar, tidak pasti, dan menantang bahaya. Usaha penangkapan ikan oleh sebagian kalangan dianggap beresiko tinggi (high risk). Paradigma perikanan high risk seharusnya sudah tidak relevan lagi ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.
Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan tampak terlihat melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap melalui Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan dan Balai Besar Penangkapan Ikan saat ini sedang mengembangkan dan menguji konversi solar ke gas untuk kapal perikanan berukuran kecil. Pemetaan fishing ground oleh Pusat Teknologi kelautan, Balitbang KP. Pengenalan GPS dan alat pendeteksi ikan, dan sebagainya. Kemudahan tersebut menyebabkan perikanan tangkap sebagai usaha yang layak dan rasional.
Dewasa ini perikanan tangkap menjadi idola investor asing bahkan sebagian kapal asing secara ilegal menangkap ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kendali Menteri Susi telah berhasil menekan ilegal fishing melalui kebijakan moratorium izin kapal asing hingga Oktober 2015. Kebijakan tersebut tentunya mengakibatkan surplus sumberdaya ikan di area penangkapan ikan yang menjadi fishing ground kapal asing seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi, dan Laut Cina Selatan. Kementerian  harus segera menyiapkan armada dan ABK yang terampil untuk memanfaatkan sumberdaya ikan secara optimal.
Masyarakat perikanan Indonesia saat ini merasakan kebijakan itu sebagai solusi untuk masalah mereka selama ini. Kemudian apa masalah dalam perikanan tangkap saat ini? Kementerian Kelautan dan Perikanan harus menyadari bahwa sumberdaya ikan hingga saat ini belum teralokasikan secara baik. Bagaiman pembagian kuota izin perikanan untuk Pemerintah Daerah? Hak (equity) menangkap ikan untuk siapa? Apakah kapal perikanan berukuran kecil milik perorangan mampu menangkap ikan secara maksimal di ZEEI. Apakah alokasi sumberdaya ikan di ZEEI boleh dimanfaatkan perusahaan besar. Bagaimana kepemilikan kapal perikanan yang hanya dikuasai pemodal besar. Nelayan Indonesia sebagian besar hanya buruh atau ABK. Sistem patron client yang sudah mengakar apakah bermanfaat dalam sistem nelayan kita? Bagaimana peran penyuluh perikanan tangkap menghadapi patron. Tokek, bang liong, juragan dan bagaimana mengelola mereka? Bagaimana dengan kearifan dan pengetahuan lokal dimana mereka mampu menghasilkan inovasi bidang perikanan tangkap. Sejauhmana kesadaran nelayan terhadap perikanan berkelanjutan dan daya dukung lingkungannya? Pemahaman nelayan tentang penangkapan ikan secara bertanggung jawab. Distribusi hasil perikanan yang menjamin harga yang baik. Perizinan penangkapan/pengangkutan ikan yang kondusif dan tidak menghambat akses pasar hasil perikanan.
Rumusan permasalahan di atas harus didekati dengan perencanaan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem (ecosystem approach to fisheries management). EAFM mengelompokkan masalah ke dalam: habitat dan ekosistem, konservasi, sosial ekonomi, dan tata kelola. Secara umum, tujuan dari pendekatan ekosistem untuk perikanan adalah merencanakan, mengembangkan dan mengelola perikanan dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat, tanpa membahayakan pilihan untuk generasi mendatang dalam mendapatkan keuntungan dari berbagai barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem laut (FAO, 2009).
Paragraf di atas adalah sebagian fakta masalah perikanan tangkap yang umum. Secara khusus masalah tersebut dapat diungkapkan dengan mengacu pada data statistik perikanan tangkap sebagai reference point. Apakah kenaikan produksi setiap tahun sudah optimal dan sesuai dengan daya dukungnya. Apakah hasil tangkapan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam negeri atau untuk meningkatkan devisa negara. Apakah kemajuan perikanan tangkap diidentikkan dengan peningkatan penerimaan negara dari sektor ini?
Diagnosis masalah tidak hanya fakta dan data, bagi penyuluh perikanan tangkap diharapkan mampu membangkitkan keinginan dan kebutuhan nelayan akan perubahan. Penyuluh perikanan tangkap dan nelayan diharapkan berkomunikasi aktif untuk menggali, mengenali, menyadarkan masalah (problem awareness). Komunikasi bisa dilakukan melalui diskusi dan partisipasi. Nelayan yang telah menyadari masalahnya tidak serta merta berkeinginan melakukan perubahan. Bahkan sebagian nelayan merasa asing dengan perubahan dan akhirya resisten terhadap alternatif perubahan yang ditawarkan. (Lippitt et al. 1953).
Model partisipasi dalam mengenali, memprioritaskan, dan menyepakati masalah yang akan diselesaikan dapat diterapkan pada sistem nelayan. Penyuluh perikanan tangkap diharapkan mengetahui waktu yang tepat untuk berkumpul sehingga nelayan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa grup sesuai dengan kesempatan waktu yang mereka miliki.
Penyuluh perikanan tangkap sebelum melakukan aksi perubahan (moving to change) diharapkan mampu memiliki informasi yang cukup mengenai variabel yang akan mempengaruhi proses adopsi inovasi. Lionberger et al. (1982) mengelompokkan variabel menjadi 3 variabel. Variabel tersebut yaitu: 1) variabel personal: backgrund, age, health, belief, habits, ability, skill; 2) variabel situasioanl: skala/kapasitas usaha, produksi per trip, kondisi Sumberdaya ikan, kelompok nelayan, kebijakan perikanan, ketersediaan tenaga kerja, ketergantungan pada sistem sosial yang ada. Variabel ini memberikan petunjuk dalam pengambilan keputusan benar atau salah solusi yang ditawarkan; 3) Variabel intervensi: peraturan yang menjamin kepastian hukum, perizinan yang kondusif, fasilitas, bahan, sarana dan prasarana yang tersedia, program dan bimbingan penyuluh perikanan tangkap perikanan tangkap. Variabel ini berpengaruh langsung untuk pengambilan keputusan dalam adopsi inovasi.
Berdasarkan fakta dan referensi banyak ditemukan inovasi perikanan tangkap. Inovasi tersebut dapat berupa gagasan, metode, maupun teknik penangkapan ikan. Kondisi perikanan tangkap yang memiliki karakteristik beragam antar daerah menyebabkan inovasi yang beragam pula sesuai dengan spesifik lokasi. Inovasi tersebut muncul baik dari hasil riset formal maupun pengetahuan atau kearifan lokal.
Peran penyuluh perikanan tangkap dalam menghubungkan hasil penelitian oleh lembaga peneliti dengan nelayan sangat penting. Penyuluh perikanan tidak hanya menyampaikan inovasi ke nelayan akan tetapi mampu mengajak nelayan berpartisipasi dalam pengujian inovasi. Inovasi baik berasal dari hasil riset formal maupun pengetahuan lokal harus duji terlebih dahulu efektivitas dan efisiensinya. Penyuluh perikanan tangkap diharapkan mampu meyakinkan dirinya dan nelayan bahwa inovasi tersebut sangat baik untuk diterapkan. Lembaga peneliti juga harus mempertimbangkan karakteristik inovasi sebelum didifusikan kepada nelayan. Rogers (2003) mengemukakan bahwa karakteristik inovasi sebagai berikut: 1)  Relative advantage: menguntungkan dan memuaskan nelayan secara ekonomi; 2) Compatibility: sesuai dengan kebutuhan teknis, nilai, keyakinan, religius dari sistem nelayan; 3) Complexity: mudah dipahami dan diterapkan; 4) Trialability: dapat dicoba pada skala tertentu; 5)  Observability: dapat dilihat hasilnya.
Inovasi perikanan tangkap yang berkembang saat ini diantaranya sebagai berikut:
a.       Perangkat navigasi: alat yang digunakan untuk navigasi secara mekanik dan atau elektronik, misalnya Radar/ARPA untuk menentukan jarak target secara horisontal atau vertkal menggunakan gelombang elektromagnetik, digunakan deteksi bahaya dan keselamatan pelayaran. RDF digunakan untuk menentukan posisi kapal dan pelayaran menuju sasaran menunju alat tangkap yang dipasang radio buoy. Radio buoy ini kelengkapan dari RDF yang dipasang pada alat tangkap sebagai tanda yang memancarkan gelombang. GPS digunakan untuk posisi, arah, dan kecepatan kapal. VMS hampir sama dengan GPS namun ada komponen tambahan tentang data aktivitas kapal. Fish finder digunakan mendeteksi objek di perairan arah vertikal dengan gelombang bunyi. Sonar digunakan untuk deteksi objek vertikal, horisontal, dan omni. EPIRB digunakan untuk ploting posisi saat darurat. SART digunakan untuk memandu arah dan jarak kapal penerima Radar. Speed log instrumen pengukur kecepatan kapal. Kompas magnit instrumen penunjuk arah haluan kapal.
b.      Alat Penangkapan Ikan: Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.06/MEN/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia terdiri dari 10 (sepuluh) jenis yaitu:  jaring lingkar (surrounding nets);  Kelompok jenis alat penangkapan ikan jaring lingkar adalah  kelompok alat penangkapan ikan berupa jaring berbentuk empat persegi panjang yang terdiri dari sayap, badan, dilengkapi pelampung, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dengan atau tanpa tali kerut/pengerut dan salah satu bagiannya berfungsi sebagai kantong yang pengoperasiannya melingkari gerombolan ikan pelagis. (SNI 7277.3:2008). Pengoperasian alat penangkapan ikan jaring lingkar dilakukan dengan cara melingkari gerombolan ikan yang menjadi sasaran tangkap untuk menghadang arah renang ikan sehingga terkurung di dalam lingkaran jaring.  Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan sampai dengan kolom perairan yang mempunyai kedalaman yang cukup (kedalaman jaring ≤ 0,75 kedalaman perairan), umumnya untuk menangkap ikan pelagis.
pukat tarik (seine nets); Kelompok jenis alat penangkapan ikan pukat tarik adalah kelompok alat penangkapan ikan berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang  berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar. (SNI 7277.6:2008). Pengoperasian alat penangkapan ikan pukat tarik dilakukan dengan cara melingkari gerombolan ikan pelagis atau ikan demersal dengan menggunakan kapal atau tanpa kapal.   Pukat ditarik kearah kapal yang sedang berhenti atau berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui tali selambar di kedua bagian sayapnya.  Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, kolom maupun dasar perairan umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis pukat tarik yang digunakan.  Pukat tarik pantai dioperasikan di  daerah pantai untuk menangkap ikan pelagis dan demersal yang hidup di daerah pantai. Dogol dan lampara dasar dioperasikan pada dasar perairan umumnya menangkap ikan demersal. Payang dioperasikan di kolom perairan umumnya menangkap ikan pelagis.
pukat hela (trawls); Kelompok jenis alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) adalah kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari jaring berkantong yang dilengkapi dengan atau tanpa  alat pembuka mulut jaring dan pengoperasiannya dengan cara dihela di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju (SNI 7277.5:2008).  Alat pembuka mulut jaring dapat terbuat dari bahan besi, kayu atau lainnya. Pengoperasian alat penangkapan ikan pukat hela  (trawls) dilakukan dengan cara menghela pukat di sisi  atau di belakang kapal yang sedang melaju.  Pengoperasiannya dilakukan  pada kolom maupun dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal termasuk udang dan  crustacea lainnya tergantung jenis pukat hela yang digunakan.  Pukat hela dasar dioperasikan di dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan demersal, udang dan  crustacea lainnya.  Pukat hela pertengahan dioperasikan di kolom perairan, umumnya menangkap ikan pelagis.
penggaruk (dredges);                                                                    
Kelompok jenis alat penangkapan ikan Penggaruk (dredges) adalah kelompok alat penangkapan ikan berbingkai kayu atau besi yang bergerigi atau bergancu di bagian bawahnya,  dilengkapi atau tanpa jaring/bahan lainnya, dioperasikan dengan cara menggaruk di dasar perairan dengan atau tanpa perahu untuk menangkap kekerangan dan biota menetap (SNI 7277.2:2008). Pengoperasian alat penangkapan ikan penggaruk dilakukan dengan cara menarik ataupun menghela garuk dengan atau tanpa kapal.  Pengoperasiannya dilakukan pada dasar perairan umumnya untuk menangkap kerangkerangan, teripang, dan biota menetap lainnya.
jaring angkat (lift  nets);
Kelompok jenis alat penangkapan ikan jaring angkat adalah kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari bahan jaring berbentuk segi empat dilengkapi bingkai bambu atau bahan lainnya sebagai rangka, yang dioperasikan dengan cara dibenamkan pada kolom perairan saat setting dan diangkat ke permukaan saat hauling yang dilengkapi dengan atau tanpa lampu pengumpul ikan, untuk menangkap ikan pelagis (SNI 7277.9:2008). Pengoperasian alat penangkap ikan jarring angkat dilakukan dengan cara dibenamkan pada kolom perairan saat setting dan diangkat ke permukaan pada saat hauling. Pengoperasiannya dapat menggunakan alat bantu lampu. Anco dan bagan tancap dioperasikan di daerah pantai sedangkan jarring angkat lainnya dioperasikan di perairan yang lebih jauh dari pantai.
alat yang dijatuhkan (falling gears);
Kelompok jenis alat penangkapan ikan yang dijatuhkan atau ditebarkan adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terbuat dari jarring, besi, kayu, dan/atau bamboo yang cara pengoperasiannya dijatuhkan/ditebarkan untuk mengurung ikan pada sasaran yang terlihat maupun tidak terlihat (SNI 7277. 12:2008). Pengoperasian alat penangkap ikan yang dijatuhkan dilakukan dengan cara menjatuhkan alat pada suatu perairan dimana target berada. Pada jala jatuh berkapal pengoperasian dilanjutkan dengan menarik tali kerut pada jala tebar bagian bawah. Jala akan menguncup sendirinya karena pengaruh pemberat rantai.
jaring insang (gillnets and entangling nets);
Kelompok jaring yang berbentuk persegi panjang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah untuk menghadang ikan. Target ikan pelagis dan demersal (SNI 7277.8: 2008)
perangkap (traps);
Kelompok jenis alat penangkapan ikan perangkap adalah kelompok alat penangkap ikan yang terbuat dari jaring, dan/atau besi, kayu, bamboo, berbentuk silinder atau trapezium dan bentuk lainnya dioperasikan secara pasif pada dasar atau permukaan perairan  dilengkapi atau tanpa umpan (SNI 7277.10.2008).
pancing (hooks and lines);
Kelompok jenis alat penangkap ikan pancing adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing (SNI 7277.4:2008). Dilengkapi dengan umpan alami, umpan buatan, atau tanpa umpan.
alat penjepit dan melukai (grappling and wounding).
Kelompok jenis alat penagkapan ikan penjepit dan melukai yang terbuat dari batang kayu, besi atau bahan lainnya yang mempunyai ujung runcing/tajam yang pengoperasiannya dilakukan dengan cara mencengkram, menjepit, melukai atau membunuh (SNI 7277.11:2008).
c.       Kapal Perikanan: sarana apung dan mesin penggerak dan mesin utama. Bentuk badan kasko bermacam-macam disesuaikan dengan kebutuhan dan keselamatan penangkapan ikan.
d.      Alat Bantu Penangkapan Ikan: alat bantu pengumpul ikan dan deteksi ikan, rumpon. Lampu, radio buoy, sonar, , umpan hidup atau buatan, dan sebagainya.
e.       Palkanisasi: alternatif pilihan penyimpanan ikan dengan es manual atau dengan mesin pendingin.
f.       Metode: cara pengoperasian kapal, alat penangkap ikan, alat bantu, penentuan fishing ground, rute kapal, pelabuhan singgah, lama operasi, taging untuk tuna sirip biru, dan sebagainya.
g.      Alat bantu mesin penangkapan ikan: Winch untuk menarik tali hela dan tali selambar; power block untuk menarik pukat cinci; Net hauler untuk menarik  gill net; Line hauler untuk menarik tali utama lon line atau rawai; Kapstan untuk menarik tali selambar cantrang atau tali kerut pada mini purse seine; squid jigling untuk menarik tali pancing cumi; pengatur tali pancing; pelempar tali; pelempar umpan; dan sebagainya.
h.      Rumah ikan: bangunan yang dibuat untuk melindungi sumberdaya ikan dan peremajaan ikan dengan harapan stok ikan berkelanjutan. Rumah ikan ditempatkan didaerah pesisir yang bukan alur pelayaran/transportasi laut. Rumah ikan juga melindungi anak-anak ikan dari bottom trawl pantai.
i.        Gagasan: model atau skema kredit, pinjaman, mekanisme lelang ikan, memelihara lingkungan SDI
j.        Pengetahuan lokal: inovasi yang dikembangkan oleh pengetahuan nelayan lokal dan teruji efektivitasnya. Misal jaring milenium yang dikembangkan nelayan Indramayu, Cantrang yang dikembangkan nelayan pantura Jawa Tengah, dan sebagainya.
k.      Kearifan lokal: inovasi nelayan lokal yang sudah mengakar secara sosial seperti cara dan waktu menangkap ikan, dan sebagainya.

Tatakelola Inovasi Nelayan
Pengelolaan perikanan tangkap di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap yang memiliki VISI : Perikanan Tangkap yang Maju dan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Nelayan; MISI :  1) Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumber Daya ikan secara berkelanjutan, 2) Meningkatkan efisiensi usaha Perikanan Tangkap. Ditjen Perikanan Tangkap bertujuan: 1) Meningkatnya produksi dan produktivitas usaha  perikanan tangkap berbasis pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan, 2) Meningkatnya  kesejahteraan nelayan, dengan sasaran strategis: 1) Meningkatnya produksi perikanan tangkap di perairan laut dan perairan umum, 2) Indikator kinerja utama (IKU): meningkatnya volume dan nilai produksi perikanan tangkap yang berasal dari perairan laut dan  PUD, 3) Meningkatnya pendapatan nelayan, 4)   Indikator kinerja utama (IKU): meningkatnya pendapatan nelayan, 5) Meningkatnya Nilai Tukar Nelayan (NTN),  Indikator kinerja utama (IKU): meningkatnya NTN.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap membawahi 6 Direktorat yaitu: 1) Setjen untuk perencanaan, keuangan, hukum, rumah tangga dan kepegawaian, 2) Dit SDI untuk kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, 3) Dit. Pelabuhan Perikanan untuk pengembangan dan pelayanan pelabuhan perikanan, 4) Dit. Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan untuk kebijakan dan pengembangan rancang bangun kapal dan sarana penangkaan ikan, 5) Dit. PUP untuk pelayanan dan pembinaan sistem perizinan usaha penangkapan ikan, 6) Dit, PUPI untuk pengembangan usaha nelayan.
Selain itu, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap membawahi Balai Pengembangan Penangkapan Ikan yang berlokasi di Semarang. BBPI berdiri melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 308/Kpts/Org/1978, tanggal 1 April 1978. BBPI mempunyai tugas melaksanakan uji terap, penyebarluasan teknologi pemanfaatan sumberdaya ikan, pelayanan dan kerjasama teknis, pengujian dan sertifikasi, bimbingan teknis dan pengelolaan sistem informasi dibidang penangkapan ikan. Sedangkan Fungsi dari BBPI adalah sebagai berikut :
a.       Penyusunan rencana, program dan anggaran di bidang penangkapan ikan
b.      Pelaksanaan kerjasama teknis di bidang penangkapan ikan
c.       Pelaksanaan dan penyebarluasan uji terap habitat sumberdaya ikan
d.      Pelaksanaan pelayanan teknis di bidang penangkapan ikan
e.       Pelaksanaan penerapan dan penyebarluasan uji terap teknik sarana penangkapan ikan
f.       Pelaksanaan Bimbingan teknis di bidang penangkapan ikan
g.      Pelaksanaan penyiapan bahan standardisasi dan sertifikasi di bidang penangkapan ikan
h.      Pelaksnaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai besar

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : 19/PERMEN-KP/2014, Susunan organisasi BBPI terdiri dari 4 Bidang dan 1 Kelompok Jabatan Fungsional, adapun bidang-bidang dan tugas masing-masing bidang tersebut adalah sebagai berikut :
(1)   Bidang Uji Terap Teknik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan : Memiliki tugas melaksanakan identifikasi , inventarisasi, analisis, penerapan, penyebarluasan dan uji terap teknik sarana penangkapan ikan dan habitat sumberdaya ikan.
(2)   Bidang Dukungan dan Kerjasama Teknik : Memiliki tugas melaksanakan pelayanan jasa sarana uji terap sarana penangkapan ikan, bimbingan teknis penangkapan ikan, kerjasama teknis, serta pengelolaan dan pelayanan sistem informasi penangkapan ikan.
(3)   Bidang Pengujian dan Sertifikasi Produk : Memiliki tugas melaksanakan pengujian kelayakan teknis sarana penangkapan dan habitat sumberdaya ikan, penyiapan bahan standardisasi serta sertifikasi pengelolaan penangkapan ikan.
(4)   Bagian Tata Usaha : Memiliki tugas melaksanakan penyusunan rencana, program dan anggaran, evaluasi dan pelaporan, keuangan, pengelolaan administrasi kepegawaian, tata laksana, rumah tangga, barang milik negara dan ketata usahaan, hubungan masyarakat, kebersihan, ketertiban, keamanan, keindahan dan kenyamanan di lingkungan BBPI.
(5)   Kelompok Jabatan Fungsional Perekayasa : Memiliki tugas melaksanakan kegiatan penerapan teknik dan pengujian penangkapan ikan serta kegiatan lain sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional dan peraturan perundang-undangan.





Gambar 2 Struktur BBPI Semarang

Struktur organisasi, tugas, dan fungsi BBPI Semarang menunjukkan peran penyuluh perikanan tangkap perikanan tangkap dilakukan oleh jabatan fungsional perekayasa. Tugas perekayasa adalah menguji dan menerapkan hasil inovasi perikanan tangkap. Fungsi penyuluh perikanan tangkap juga dilakukan oleh jabatan struktural bidang Uji Terap Teknik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan yang memiliki tugas melaksanakan identifikasi, inventarisasi, analisis, penerapan, penyebarluasan dan uji terap teknik sarana penangkapan ikan dan habitat sumberdaya ikan.
Peran penyuluh perikanan secara khusus dikelola oleh Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan dibawah BPSDM KP. Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan (Pusluh KP) merupakan salah satu unit kerja pada Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor  PER.15/MEN/2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tugas dan Fungsi Pusluh KP adalah melaksanakan penyiapan perumusan bahan kebijakan dan program, serta melaksanakan penyusunan pedoman, standar, bimbingan, monitoring, dan evaluasi tata penyelenggaraan, kebutuhan penyuluh perikanan tangkapan, pengembangan dan pembinaan kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan penyuluh perikanan tangkapan, lembaga, dan tenaga penyuluh perikanan tangkapan di bidang kelautan dan perikanan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Pusluh KP menyelenggarakan fungsi :
  1. Pengkajian dan penyiapan perumusan bahan kebijakan, perencanaan, program penyuluh  di bidang kelautan dan perikanan;
  2. Pelaksanaan kerjasama pengembangan penyuluh di bidang kelautan dan perikanan;
  3. Pelaksanaan penyusunan pedoman, standar, dan bimbingan tata penyelenggaraan penyuluh perikanan tangkapan serta penyusunan kebutuhan penyuluh di bidang kelautan dan perikanan;
  4. Pelaksanaan pengembangan dan pembinaan kelembagaan, ketenagaan penyuluh perikanan tangkap, materi, sarana, metode, dan sistem penyelenggaraan penyuluh di bidang kelautan dan perikanan;
  5. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan dan hasil penyuluhan di bidang perikanan; dan
  6. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan.

Struktur organisasi Pusluh KP dimungkinkan berubah setelah terbit UU Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Secara jelas Pemerintah Daerah menyerahkan urusan penyuluh perikanan pada Pemerintah Pusat. Kelembagaan penyuluh perikanan akan menemui babak baru. Alternatif kelembagaan masih dipertimbangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Pusluh KP mendapat tugas baru untuk melaksanakan penyuluhan perikanan lapangan di seluruh Indonesia.
Secara umum tata kelola inovasi  dari peneliti kepada nelayan dapat digambarkan dengan menggunakan model Lionberger et al. (1982) sebagai berikut:





Gambar 3 Model Aliran Inovasi Perikanan Tangkap

Fungsi-fungsi difusi inovasi perikanan tangkap sebagai berikut:
(1)   Inovasi : menciptakan inovasi sesuai sifat inovasi. Balitbang KP dan BBPI bekerjasama dengan Pusluh KP dan Universitas mengembangkan inovasi yang dibutuhkan nelayan.
(2)   Validasi: uji coba invensi atau inovasi sebelum disebarluaskan. Balitbang KP, BBPI, Pusluh KP, dan perwakilan sistem nelayan menguji inovasi mengacu pada sifat inovasi dan tingkat efisiensinya.
(3)   Diseminasi: berdasarkan hasil uji coba inovasi disepakati dan dirancang bahan/materi diseminasi inovasi. Diseminasi tidak hanya menyadarkan kebutuhan nelayan akan tetapi diharapkan nelayan mampu mempengaruhi nelayan lainnya (information). Selain itu nelayan tertarik untuk menyetujui inovasi tersebut (legitimasi).
(4)   Integrasi: Penyuluh perikanan tangkap mampu mengintegrasikan inovasi di lingkungan nelayan, merencanakan pencapaian target, mengurangi hambatan, dan membantu proses yang dibutuhkan nelayan.

Keberhasilan aliran inovasi sangat ditentukan oleh peran penyuluh sebagai komunikator inovasi.  Rogers (1983) menjelaskan hubungan agen perubahan dengan lembaga perubahan. Model telah disesuaikan dengan kondisi perikanan tangkap sebagai berikut:








     



Gambar 4 Kelembagaan Penyuluh Perikanan

Pusluh KP memiliki tugas dalam membangun konsep, regulasi, dan managemen informasi penyuluhan perikanan. Namun setelah terbit UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dipandang perlu untuk pengembangan kelembagaan penyuluhan. Pusluh KP harus mengelola penyuluhan perikanan lapangan (PPL) yang selama ini dikelola oleh Pemerintah Daerah. Penyuluh perikanan lapangan akan menjadi bagian ruang lingkup tugas Pemerintah Pusat.

Difusi Inovasi Perikanan tangkap
Pendekatan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dalam mengembangkan nelayan dengan membentuk kelompok usaha bersama (KUB). Pembentukan kelompok ini untuk mempercepat proses difusi inovasi, bimbingan teknis, dan bantuan permodalan. Kelompok yang memiliki karakteristik individu yang sama baik kepentingan maupun kesetaraan usaha diharapkan dapat mengambil keputusan kelompok secara cepat. Keputusan kelompok diyakini akan mempercepat proses difusi inovasi. 
Selain itu Direktorat Jenederal Perikanan Tangap menumbuhkembangkan komunitas perikanan. Asosiasi bidang perikanan tangkap seperti asosiasi bidang tuna yakni ASTUIN dan ATLI yang membina usaha perikanan tuna anggotanya, Asosiasi pengusaha perikanan Bitung Sulawesi, Paguyuban Nelayan Pantura, Asosiasi Kapal Angkut, dan sebagainya. Kegiatan difusi inovasi misalnya pembagian kuota tuna, cara memasang taging tuna sirip biru.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional banyak bermunculan perusahaan besar swasta nasional dan penanaman modal asing yang melakukan usaha penangkapan ikan. Organisasi perusahaan ini juga harus mendapatkan kesempatan bimbingan penyuluhan.
Beberapa nelayan kecil perorangan dimungkinkan juga tidak bergabung dengan kelompok dan komunitas tertentu sehingga penyuluh perikanan lapangan harus memahami sistem client nelayan. Menurut Lippitt et al. (1953) mengkategorikan sistem client ke dalam: 1) Individu, 2) kelompok kecil, 3) organisasi besar, dan 4) komunitas. Selain itu penyuluh harus memahami tipe keputusan inovasi menurut Rogers (1983) tipe keputusan dikelompokan menjadi tipe keputusan opsional/individu, tipe keputusan kolektif, dan tipe keputusan opsional.
Ketergantungan kelompok nelayan terhadap sistem sosial yang ada di lapisan atasnya sangat dimungkinkan mempengaruhi keputusan kelompok. Penyuluh perikanan tangkap lapangan yang mengenali latar belakang sosial ekonomi nelayan sangat memahami situasi ini. Penyuluh perikanan tangkap dapat berkomunkasi dengan para pemilik modal yang selama ini bekerjasama erat dengan nelayan. Patron atau pemilik modal sudah mengakar secara sosial ekonomi. Penyuluh perikanan tangkap diharapkan mampu bekerjasama secara rasional dengan Patron, bahkan dapat mempengaruhi mereka untuk menggerakkan nelayan dalam proses adopsi. Menurut Rogers (1983) proses adopsi secara individu sebagai berikut:
(1)   Awareness:memberian pengetahaun untuk membangkitkan kebutuhan dan kesadaran akan perubahan. Penyuluh perikanan tangkap mampu memberikan pengetahuan baru untuk perubahan kualitas hidup nelayan.
(2)   Interest:membangkitkan minat dengan kemampuan persuasi melalui demonstrasi, tour, bukti nyata.
(3)   Evaluation:nelayan mampu menilai tingkat efetivitas dan efisiensi inovsi.
(4)   Trial:dorong nelayan untuk mencoba dalam skala kecil dan sederhana.
(5)    Adoption:menerima inovasi untuk skala yang luas dan jangka waktu lama.
Secara umum Rogers (2003) menjelaskan model proses keputusan inovasi sebagaimana gambar berikut ini:


       Gambar 5 Model Proses Keputusan Inovasi
(1)   Pengenalan: Penyuluh perikanan tangkap memahami variabel yang mempengaruhi adopsi inovasi dan sistem sosial ekonomi nelayan.
(2)   Persuasi: meyakinkan nelayan bahwa inovasi efektif dan efisien serta tidak melanggara nilai sosial.
(3)   Keputusan: nelayan meyakini dan memutuskan adopsi atau menolak. Penyuluh perikanan tangkap harus menjaga stabilitas dan melakukan penguatan kepada nelayan yang menerima adopsi, dan menjawab permasalahan adopsi.
(4)   Implementasi: kerjakeras penyuluh dan nelayan dalam menghadapi hambatan sistem adopsi seperti fasilitas, perizinan, teknologi, modal, pasar, dan sebagainya.
(5)   Konfirmasi: melakukan penguatan keputusan adopsi. Nelayan mungkin akan terpengaruh variabel lain dan akan merubah keputusannya. Penyuluh siap memberikan konfirmasi dengan kekuatan dirinya ataupun kekuatan yang lebih berpengaruh.
Rogers (2003) menambahkan bahwa tingkat keberhasilan adopsi inovasi dipengaruhi oleh: 1) perceived atributed of innovation (relative advantage, compatibility, complexity, triability, observability); 2) type of innovation decisions (optional, collective, authority);3) communication channels (mass media or interpersonal);4) nature of the social system (norm, degree of network, interconnected, etc);5) extent of change agents promotion efforts.
Penyuluh perikanan tangkap lapangan diharapkan memiliki keakraban dengan sistem sosial dan ekonomi nelayan setempat. PPL memiliki tugas yang berat karena harus siap melakukan konfirmasi dan menerima konsekuensi sebagai akibat dari adopsi inovasi. PPL diharapkan terampil berkoordinasi dengan instansi terkait.
Penelitian mengenai adopsi inovasi perikanan tangkap yang dilakukan oleh balitbang KP tahun 2005 sebagai berikut:
(1)   Difusi Teknologi Longline: Paket teknologi longline di Pelabuhan Ratu merupakan hasil proses difusi melalui nelayan andon yang berasal dari Taiwan dan Jakarta. Faktor yang berhubungan nyata dengan difusi inovasi adalah faktor eksternal yakni dukungan kelembagaan Pemerintah (rs=0,490), akses modal (rs=0,572), dan sifat inovasi (rs=0,653). Sedangkan faktor internal seperti umur, tingkat pendidikan, pendapatan tidak berpengaruh nyata dengan proses difusi alat tangkap longline. Hasil penelitian menyarankan pendampingan masyarakat nelayan dalam akses kredit dan uji kelayakan inovasi. Teknologi longline mengalami beberapa modifikasi disesuaikan dengan modal dan kebutuhan nelayan.
(2)   Penelitian tahun 2005. Introduksi alat tangkap rawai dasar di Lombok, NTB menunjukkan bahwa alat tersebut dimodifikasi nelayan sesuai kebutuhan. Tingkat adopsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hasil penelitian menyarankan peningkatan kualitas penyuluh dan pendidikan anak nelayan sebagai generasi penerus.

Penyuluh Perikanan
Peran penyuluh perikanan secara khusus dikelola oleh Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan dibawah BPSDM KP. Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan (Pusluh KP) merupakan salah satu unit kerja pada Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor  PER.15/MEN/2010 tanggal 6 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Tugas dan Fungsi Pusluh KP adalah melaksanakan penyiapan perumusan bahan kebijakan dan program, serta melaksanakan penyusunan pedoman, standar, bimbingan, monitoring, dan evaluasi tata penyelenggaraan, kebutuhan penyuluh perikanan tangkapan, pengembangan dan pembinaan kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan penyuluh perikanan tangkapan, lembaga, dan tenaga penyuluh perikanan tangkapan di bidang kelautan dan perikanan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, struktur Pusluh KP menyelenggarakan fungsi :
  1. Pengkajian dan penyiapan perumusan bahan kebijakan, perencanaan, program penyuluh  di bidang kelautan dan perikanan;
  2. Pelaksanaan kerjasama pengembangan penyuluh di bidang kelautan dan perikanan;
  3. Pelaksanaan penyusunan pedoman, standar, dan bimbingan tata penyelenggaraan penyuluh perikanan tangkapan serta penyusunan kebutuhan penyuluh di bidang kelautan dan perikanan;
  4. Pelaksanaan pengembangan dan pembinaan kelembagaan, ketenagaan penyuluh perikanan tangkap, materi, sarana, metode, dan sistem penyelenggaraan penyuluh di bidang kelautan dan perikanan;
  5. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan dan hasil penyuluhan di bidang perikanan; dan
  6. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan.
Struktur organisasi pusat penyuluhan perikanan yaitu:
1.      Pengendali utama oleh Kepala Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat.
2.      Administrasi oleh Kasubag Tata Usaha.
3.      Kelompok Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan.
4.      Perencanaan oleh Kabid Program dan Monev; terdiri dari Subidang Program dan Subidang Monev.
5.      Kelembagaan oleh Kabid Kelembagaan dan Ketenagaan;terdiri dari Subidang Kelembagaan dan Subidang Ketenagaan.
6.      Kabid Penyelenggaraan Penyuluhan; terdiri dari Subidang Metode dan materi dan Subidang Sarana dan Prasarana.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/19/M.PAN/10/2008 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan Dan Angka Kreditnya. Penyuluh perikanan terdiri atas:
1.      Penyuluh Perikanan Terampil adalah pejabat fungsional Penyuluh Perikanan keterampilan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu, yaitu:
a.       Penyuluh Perikanan Pelaksana Pemula;
b.      Penyuluh Perikanan Pelaksana;
c.       Penyuluh Perikanan Pelaksana Lanjutan;dan
d.      Penyuluh Perikanan Penyelia.
2.      Penyuluh Perikanan Ahli adalah pejabat fungsional Penyuluh Perikanan keahlian yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metodologi dan teknik analisis tertentu, yaitu:
1)      Penyuluh Perikanan Pertama;
2)      Penyuluh Perikanan Muda;
3)      Penyuluh Perikanan Madya;dan
4)      Penyuluh Perikanan Utama.

Rincian kegiatan penyuluh berdasarkan angka kreditnya sebagai berikut:
A.     Penyuluh perikanan terampil
1)      Penyuluh Perikanan Pelaksana Pemula;
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan;
-          Menyusun programa penyuluhan: rencana kegiatan kelompok, dll.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta.
-          Kegiatan tambahan: pramuwicara pameran, peserta diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan.
2)      Penyuluh Perikanan Pelaksana;
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan;
-          Menyusun programa penyuluhan: rencana kegiatan kelompok, dll.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan tingkat sederhana, menumbuhkan kelompok.
-          Kegiatan tambahan: peserta diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan.
3)      Penyuluh Perikanan Pelaksana Lanjutan;dan
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan; spesifik lokasi.
-          Menyusun programa penyuluhan : rencana kegiatan kelompok, dll.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan tingkat sederhana, menumbuhkan kelompok, menyusun proposal dan pendampingan wirausaha.
-          Kegiatan tambahan: peserta diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan.

4)      Penyuluh Perikanan Penyelia.
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan; spesifik lokasi.
-          Menyusun programa penyuluhan: rencana kegiatan kelompok, dll.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan tingkat sederhana, menumbuhkan kelompok.
-          Kegiatan tambahan: peserta diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan.

Penyuluh perikanan ahli:

(1)   Penyuluh Perikanan Pertama;
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan; spesifik lokasi.
-          Menyusun programa penyuluhan.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan tingkat sederhana, menumbuhkan kelompok, pendampingan wirausaha, penyuluhan melalui radio dan TV, menilai peningkatan kelas kelompok.
-          Kegiatan tambahan: peserta dan pembahas diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan.

(2)   Penyuluh Perikanan Muda;
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan; spesifik lokasi.
-          Menyusun programa penyuluhan.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan tingkat sederhana, menumbuhkan kelompok, pendampingan wirausaha, penyuluhan melalui radio dan TV, membuat film, video, blogger, mengelola media penyuluhan.
-          Kegiatan tambahan: peserta, pembahas diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan, menyusun arah kebijakan penyuluhan, menjadi narasumber.

(3)   Penyuluh Perikanan Madya;dan
-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan; spesifik lokasi.
-          Menyusun programa penyuluhan.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan, menumbuhkan kelompok, pendampingan wirausaha, penyuluhan melalui radio dan TV, membuat film, video, blogger, mengelola media penyuluhan.
-          Kegiatan tambahan: peserta, pembahas diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan, menyusun arah kebijakan penyuluhan, menjadi narasumber.

(4)   Penyuluh Perikanan Utama.

-          Analisis situasi: potensi wilayah,ekosistem perairan, atau permasalahan individu, kelompok, maupun masyarakat perikanan; spesifik lokasi.
-          Menyusun programa penyuluhan.
-          Melaksanakan penyuluhan: menyusun materi, widyawisata, kunjungan, temu lapang, temu teknis, temu karya, temu wicara, dan mimbar saresehan se- desa termasuk menjadi intermedier, penyuluhan massal dan penyuluhan lingkungan, konsultasi perikanan, menjalin kemitraan kelompok dengan swasta, gelar teknologi perikanan, demonstrasi cara/hasil teknologi perikanan, menumbuhkan kelompok, pendampingan wirausaha, penyuluhan melalui radio dan TV, membuat film, video, blogger, mengelola media penyuluhan.
-          Kegiatan tambahan: peserta, pembahas diskusi penyuluhan dan dampak penyuluhan, menyusun arah kebijakan penyuluhan, menjadi narasumber, mengkaji metode baru penyuluhan.

Dalam penysunan kegiatan penyuluh perikanan dan angka kreditnya masing-masing tingkatan adalah sebagai berikut:
-          Analisis situasi dibedakan berdasarkan tingkat kerumitan dan luas wilayah sasaran.
-          Menyusun perencanaan dan programa penyuluhan dibedakan berdasarkan tingkat kewilayahan.
-          Pelaksanaan penyuluhan dibedakan berdasarkan jenis media yang digunakan, teknologi spesifik lokasi, menumbuhkan kelompok, kemitraan, dan pendampingan usaha.
-          Kegiatan tambahan dibedakan berdasarkan partisipasi sebagai peserta, pembahas, dan narasumber. Sedangkan untuk penyuluh utama ditambah dengan mengkaji metode penyuluhan baru.

6.      Analisis cybex untuk nelayan

Marine and Fisheries Cyber Extension
Sistem Informasi Penyebarluasan Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Penyuluh Perikanan sebagai pendamping  kompeten dituntut mampu menjembatani berbagai sumber informasi dengan pelaku utama/usaha perikanan sebagai pengguna. Untuk itu penguasaan teknologi mutlak dimiliki penyuluh, seiring dengan 1) peningkatan kualitas sumber daya pelaku utama/usaha perikanan, 2) kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi, serta 3) pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi.
Kehadiran teknologi informatika merupakan tantangan bagi penyuluh perikanan agar menguasai keterampilan komputer dan  memanfaatkan internet.  Sejalan dengan rra pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, maka perlu adanya penyampaian informasi teknologi serta materi penyuluhan terbaru dengan cepat, dan murah kepada penyuluh perikanan. Untuk percepatan diseminasi materi penyuluhan kelautan dan perikanan yang bersumber dari teknologi kelautan dan perikanan yang dihasilkan unit kerja penghasil teknologi kelautan dan perikanan tersebut, maka Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan menginisiasi membangun sistem informasi penyebarluasan materi penyuluhan KP atau cyber extension.
Lippit, Watson, dan Westley (1960) menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong perubahan adalah keinginan tindakan yang lebih efektif dan efisien. Cyber Extension adalah suatu mekanisme pertukaran informasi melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi.  Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media baru penyuluhan ini dirasa lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan penyuluhan  guna meningkatkan akses informasi kepada penyuluh  sehingga proses transformasi ilmu ke pelaku utama/usaha menjadi update. Disamping itu, user juga dapat secara interaktif berbagi informasi dan ilmu pengetahuan di kolom yang disediakan.  Informasi inovasi teknologi kelautan dan perikanan yang sudah mendapat rekomendasi oleh unit kerja penghasil inovasi teknologi kelautan dan perikanan yang dimuat dalam  cyber extension untuk digunakan oleh penyuluh  perikanan sebagai bahan penyusunan materi penyuluhan kepada pelaku utama perikanan
 Tujuan yang diharapkan dari operasional dan pemanfaatan cyber extension kelautan dan perikanan adalah:
(1)   Menyediakan dan menyebarluaskan teknologi kelautan dan perikanan yang terekomendasi kepada penyuluh perikanan dan pelaku utama/usaha perikanan di Indonesia melalui media on-line berbasis web, sehingga memungkinkan jangkauan penyebaran materi penyuluhan meluas dan tidak dibatasi waktu dan tempat.
(2)   Mengumpulkan materi penyuluhan spesifik lokasi hasil kaji terap dan kearifan lokal dari daerah yang memungkinan penyuluh perikanan berbagi (sharing) materi penyuluhan dengan penyuluh perikanan di daerah lain untuk diketahui atau dapat digunakan oleh penyuluh perikanan di daerah lain.
(3)   Mendapatkan umpan balik (feed-back) dari penyuluh perikanan dan pelaku utama/usaha perikanan terhadap materi penyuluhan dari teknologi yang sudah mendapat rekomendasi yang dimuat dalam cyber extension kelautan dan perikanan untuk disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan dan unit kerja teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan penghasil teknologi kelautan dan perikanan.
(4)   Mendapatkan informasi kebutuhan teknologi KP terkini yang dibutuhkan oleh pelaku utama dan pelaku usaha kelautan dan perikanan untuk disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan dan unit kerja teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan penghasil teknologi kelautan dan perikanan.
(5)   Meningkatkan jejaring lembaga penghasil teknologi KP dengan lembaga penyuluhan serta teknis dinas di daerah,
Secara etimologi, cyber extension terdiri dari dua kata yaitu cyber dan extension. Cyber menurut Oxford Dictionary berarti yang berhubungan dengan Teknologi Informasi, Internet, dan virtual reality. Sedangkan Extension secara harfiah dapat disebut sebagai “tindakan atau proses memperluas atau memperpanjang sesuatu”. Itu bisa Perluasan area, waktu maupun ruang. Jadi Extension atau penyuluhan adalah sebuah mekanisme sentral dalam proses pembangunan, baik dari segi transfer teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.
Secara ringkas hasil analisis cyber extension KKP khususnya bidang perikanan tangkap, dengan menggunakan skala Likert (1=kurang, 2=cukup, 3=baik) disajikan dalam tabel 1 berikut :

Tabel
Hasil Analisis Marine and Fisheries Cyber Extension
Dengan Pendekatan Sistem

No
Unsur Sistem sosial
Hasil Analisis
(skor)

Keterangan
1
2
3
1
Komponen atau elemen





-Inovasi dan lembaga riset (formal riset, spesifik lokal)

x

Ada materi spesifik lokal, namun belum ada fitur khusus yang memuat nilai dan tradisi lokal, tidak ada data potensi KP, gambar, dan peta

-Diseminasi dan uji lokasi
x


Belum terlihat konten uji lokasi.

-Bimbingan pemakaian/penyuluh

x

Tidak ada data penyuluh, kelompok pelaku utama, komposisi usia, jenis kelamin.

-Harga dan Pasar/swasta
x


Tidak tampak

-sarana produksi/swasta
x


Tidak tampak

-portal (time, fitur)

x

Akses kapanpun sesuai kebutuhan, tanggal unggah materi, fitur lengkap tapi kurang menarik.

-Pengelola (admin, quality control, quality assurance)
x


Tidak ada manual book namun ketentuan layanan ada, tidak ada contact person, about us
2
Batas sistem





-kebutuhan nelayan

x

Perlu dilengkapi dengan info harga, pembeli, asuransi, dan kredit.

-kebutuhan penyuluh


x

Penyuluh berlomba untuk muatan spesifik lokal, dan lomba blog

-kerjasama peneliti

x

Partisipasi peneliti BBPI masih kurang.
3
Lingkungan luar sistem

x

Lembaga Internasional, swasta, dan NGO perlu dibuat link dan kesempatan akses
4
Penghubung (interface)
x


Penghubung adalah Pusat Penyuluh KP tampak kurag aktif dalam mengelola cybex dengan terobosan dan kerjasama baru.
5
Input

x

Dana pengelolaan, kerjasama pengelolaan, admin, penyuluh, peneliti, konten inovasi, data, berita.
6
Proses

x

keterlibatan penyuluh dalam interaksi dengan nelayan masih kurang, upload, download, update masih kurang baik.
7
Output

x

Output kurang menjadi daya tarik nelayan sehingga perlu terobosan baru untuk menghidupkan cyber.






Kesimpulan
Ditinjau dari teori sistem, Cyber extension KKP termasuk dalam kategori Sedang

Saran
-Diperlukan umpan balik saran untuk perbaikan dan penyempurnaan MFCE.
-perlu keterlibatan peneliti dalam menilai kualitas inovasi.
-perlu keterlibatan penyuluh dalam mimbar interaksi dengan nelayan.

Keterangan :
1 = Kategori Kurang    2 = Kategori Cukup     3 = Kategori Baik


Berdasarkan evaluasi perlu ditingkatkan lagi pengelolaan cybex untuk nelayan sebagai berikut:
-          Pusat Penyuluh KP lebih fokus lagi untuk menjalin kerjasama dengan lembaga riset untuk nelayan (BBPI), swasta, GO, dan lembaga internasional dalam memenuhi kebutuhan nelayan.
-          Pengelola cybex harus lebih kreatif dan mempunyai terobosan baru agar konten menarik untuk diakses nelayan.
-          Peran penyuluh dalam cybex nelayan sangat diperlukan dalam menjawab pertanyaan nelayan terhadap inovasi.
-          Peran peneliti juga perlu didorong dalam menilai kualitas inovasi.
7.      Kesimpulan

Rekayasa cybex untuk nelayan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan nelayan yang benar-benar dirasakan oleh mereka. Misalnya kebutuhan teknologi penyimpanan ikan, distribusi ika, info cuaca, info fishing ground, asuransi nelayan, dan kerjasama perbankan.
Kebutuhan tersebut diupayakan untuk dimasukkan dalam konten cybex untuk nelayan. Peran swasta, GO, lembaga internasional dalam mendukung aktivitas nelayan perlu difasilitasi dengan baik dengan membangun link khusus.

8.      Saran

Dalam merekayasa cybex untuk nelayan perlu merubah beberapa aturan terkait dengan:
-          Kegiatan penyuluh dan angka kreditnya, perlu dimasukkan angka kredit untuk penyuluh yang melakuka interaktif dengan nelayan melalui cybex.
-          Kegiatan peneliti dalam menilai inovasi dalam cybex sehingga memberikan angka kredit bagi mereka.
-          Cybex tidak hanya untuk difusi inovasi tetapi untuk membantu usaha nelayan berkaitan dengan kredit, pasar, asuransi, skema bagi hasil pemilik kapal dan nelayan, BBM, link ke tempat lelang ikan dan sebagainya.


Daftar Pustaka



Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 2012. Alat Bantu Mesin Penangkapan Ikan. Petunjuk Teknis.
Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 2012. Identifikasi Peralatan Navigasi. Petunjuk Teknis.
FAO. 2003. Guide to extension training. Economic and Social Development Department.
FAO. 2009. Fisheries Management 2. The ecosystem approach to fisheries. The human dimensions of the ecosystem approach to fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries No. 4, Suppl.2, Rome, FAO. 88p.
Lippitt, R., Watson, J., Westley, B. 1953. The Dinamic Of Planned Change. Harcourt, Brace & Word, Inc.
Lionberger, HF, Gwin H. Paul. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. The Interstate Printers & Publishers, Inc.
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.
Rogers, EM. 2003. Diffusion Of Innovation.
Rogers, EM. 1983. Diffusion Of Innovation (Third edition). A Division Of Macmillan Publishing, Co, Inc.
Saleh, A.2014. Hubungan Komunikasi dan Penyuluhan. Makalah Kuliah Perencanaan Penyuluhan.



Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

PARTISIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA) PERENCANAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF

DOKUMEN HARVEST STRATEGY RAJUNGAN