Cara Menilai Peserta Pelatihan atau Keterampilan Siswa
1.
Latar belakang
Keterampilan individu dalam dunia
kerja dimungkinkan untuk diukur karena terkait dengan gaji yang akan diberikan
perusahaan. Keterampilan merupakan penunjang dari proses kerja dengan standar
output yang telah ditetapkan. Pengukuran keterampilan biasa dilakukan oleh
lembaga konsultan yang melaksanakan kegiatan pelatihan dalam mengetahui
sejauhmana peningkatan keterampilan yang telah diajarkan.
Tes keteraampilan sering disebut
dengan tes bentuk perbuatan (unjuk kerja), umumnya dilakukan dengan cara
menyuruh peserta tes untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang bersifat fisik
(praktik). Tes bentuk perbuatan ini sangat cocok untuk melakukan penilaian
dalam pelajaran praktik/keterampilan atau praktikum di laboratorium. Alat yang
digunakan untuk melakukan penilaian pada umumnya berupa lembar pengamatan
(lembar observasi). Tes bentuk perbuatan ini pada umumnya dapat digunakan untuk
menilai proses maupun hasil (produk) dari suatu kegiatan praktik. Mengukur
dimaksudkan memberi bentuk kuantitatif dari suatu kegiatan atau kemampuan yang
dimiliki, yaitu dalam bentuk angka.
Pengukuran unjuk kerja
dipergunakan untuk mencocokkan kesesuaian antara pengetahuan mengenai teori dan
keterampilan di dalam praktek sehingga hasil evaluasinya menjadi lebih jelas.
Penilaian penguasaan kompetensi aspek keterampilan atau psikomotor yang
dimiliki oleh seseorang atau peserta didik, hanya ada satu bentuk tes yang
tepat yaitu tes perbuatan (performance assessment). Artinya orang yang akan
dinilai kemampuan skillnya harus menampilkan atau melakukan skill yang
dimilikinya di bawah persyaratan-persyaratan kerja yang berlaku.
Namun demikian permasalahan yang
dihadapi seringkali instrumen yang dibangun kurang valid terutama dalam
mengukur proses melalui lembar pengamatan bahkan cenderung tidak reliabel jika
yang menilai hanya 1 atau 2 orang dari panitia penyelenggara.
2.
Masalah
Makalah
ini harus mampu untuk menjawab kritikan berikut ini:
-
apakah
data yang dikumpulkan valid dan instrumen cenderung reliabel untuk mengukur keterampilan?
3.
Teori yang relevan
Menurut
Trespeces (Depdiknas 2003), Performance Assessment adalah berbagai macam tugas
dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan
mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai
macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Berdasar
pendapat Mardjuki (1988), orang yang
dinilai kemampuan skillnya harus menampilkan atau melakukan skill yang dimiliki
dibawah persyaratan-persyaratan kerja yang berlaku. Menurut pendapat Zainal
(1990) tes unjuk kerja adalah bentuk tes yang menuntut jawaban peserta didik
dalam bentuk perilaku, tindakan atau perbuatan. Peserta didik bertindak sesuai
dengan apa yang diperintahkan atau ditanyakan. Jadi Performance Assessment
adalah suatu penilaian yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan
mengaplikasikan pengetahuan unjuk kerja ke dalam berbagai macam konteks sesuai
dengan yang diinginkan.
Berk
(1986) menyatakan bahwa asesmen unjuk kerja adalah proses mengumpulkan data
dengan cara pengamatan yang sistematik untuk membuat keputusan tentang individu.
4.
Hasil dan pembahasan
A. Karakteristik Penilaian Unjuk
Kerja (Performance Assessment)
Tes
unjuk kerja dapat dilakukan secara kelompok dan juga dapat dilakukan secara
individual. Dilakukan secara kelompok berarti guru menghadapi sekelompok
testee, sedangkan secara individual berarti seorang guru seorang testee. Tes
unjuk kerja dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu suatu pekerjaan yang telah
selesai dikerjakan, keterampilan, kemampuan merencanakan sesuatu pekerjaan dan
mengidentifikasikan bagian-bagian sesuatu piranti mesin misalnya.
Hal
yang penting dalam penilaian unjuk kerja adalah cara mengamati dan menskor
kemampuan kinerja peserta didik. Guna meminimumkan faktor subyektifitas
keadilan dalam menilai kemampuan kinerja peserta didik, biasanya rater atau
penilai jumlahnya lebih dari satu orang sehingga diharapkan hasil penilaian
mereka menjadi lebih valid dan reliabel. Di samping itu, dalam pelaksanaan
penilaian diperlukan suatu pedoman penilaian yang bertujuan untuk memudahkan
penilai dalam menilai, sehingga tingkat subyektifitas bisa ditekan.
Penilaian
unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan
peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian unjuk kerja cocok digunakan
untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan
tugas tertentu, seperti: praktek di laboratorium, praktek olah raga,
presentasi, diskusi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca
puisi/ deklamasi, termasuk juga membuat busana. Cara penilaian ini dianggap
lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan
kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Tingkat penguasaan terhadap
bagian-bagian yang sulit dari suatu pekerjaan. Unsur-unsur yang menjadi
karakteristik inti dari suatu pekerjaan akan menjadi bagian dari suatu tes
unjuk kerja.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tes unjuk kerja adalah ketersediaan
peralatan dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan untuk tugas-tugas spesifik,
kejelasan, dan kelengkapan instruksi. Secara garis besar penilaian pembelajaran
keterampilan pada dasarnya dapat dilakukan terhadap dua hal, yaitu : (1) proses pelaksanaan pekerjaan, yang
mencakup : langkah kerja dan aspek personal; dan (2) produk atau hasil
pekerjaan. Penilaian terhadap aspek proses umumnya lebih sulit dibanding
penilaian terhadap produk atau hasil kerja.
Penilaian
proses hanya dapat dilakukan dengan cara pengamatan (observasi), dan dilakukan
seorang demi seorang. Penilaian proses pada umumnya cenderung lebih subyektif
dibanding penilaian produk, karena tidak ada standar yang baku. Namun demikian,
penilai dapat lebih meningkatkan obyektivitas penilaiannya dengan cara analisis
tugas (analisis skill).
Sementara
itu, penilaian produk pada umumnya lebih mudah dilakukan daripada penilaian
proses, karena dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen yang lebih valid
dan reliabel, seperti alat-alat ukur mikrometer, meteran dan sebagainya. Dalam
penilaian produk, karakteristik yang digunakan sebagai standar biasanya adalah
berhubungan dengan kemanfaatan, kesesuaian dengan tujuan, dimensi, nampak luar,
tingkat penyimpangan, kekuatan dan sebagainya (Ahmad Jaedun, 2010)
a. Validitas Tes Unjuk Kerja
Validitas
suatu alat ukur atau tes atau instrumen dapat diketahui atau dapat dicapai dari
hasil teoritik atau pemikiran, dan dari hasil empirik atau pengalaman. Allen
dan Yen (1979) mengemukakan bahwa suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut
mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui apakah tes yang digunakan
benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur, maka dilakukan validasi
terhadap tes tersebut.
Fernandez
1984) mengemukakan bahwa validitas tes dikategorikan menjadi tiga, yaitu
validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk. Menurut Djemari
(1996), validitas tes unjuk kerja adalah penentuan evaluatif secara keseluruhan
tentang derajad bukti empiris dan rasional teori mendukung ketepatan dan
kesesuaian penafsiran dan tindakan berdasarkan sekor tes atau bentuk pengukuran
yang lain. Validitas isi mengacu pada sejauhmana butir-butir soal tes mencakup
keseluruhan isi yang hendak diukur. Hal ini berarti isi tes tersebut harus
tetap relevan dan tidak menyimpang dari tujuan pengukuran.
Pengkajian
validitas isi khusus pada tes unjuk kerja tidak dilakukan melalui analisis
statistik, tetapi dengan menggunakan analisis rasional. Yang dianalisis secara
rasional adalah validitas isi dan validitas konstruk Sebuah tes dikatakan
mempunyai validitas validitas isi yang tinggi apabila tes tersebut berisi
materi-materi yang ada pada GBPP, tolok ukur yang kedua adalah tujuan
instruksional. Jadi tes prestasi belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang
mempunyai validitas isi yang tinggi apabila butir-butir soalnya selaras dengan
tujuan yang diturunkan menjadi butir soal. Dengan kata lain bahwa suatu tes
dikatakan valid apabila materi tes tersebut betul-betul merupakan bahan-bahan
yang representatif terhadap bahan pelajaran yang diberikan.
b.
Reliabilitas Tes Unjuk Kerja Pengertian reliabilitas tes adalah berhubungan
dengan konsistensi, kestabilan atau ketetapan. Reliabilitas adalah derajad
keajegan yang menunjukkan hasil yang sama dalam waktu yang berlainan atau orang
yang berbeda dalam waktu yang sama. Tes demikian dapat dipercaya atau dapat
diandalkan (Sumadi, 1992). Berdasar pendapat Djemari Mardapi (1996) pada
reliabilitas suatu alat ukur, bukti yang perlu ditunjukkan adalah besarnya
konsistensi antar penilai (inter-rater). Misalnya suatu tugas yang dikerjakan
seseorang diamati atau dinilai oleh tiga orang, hasil tiga perangkat skor
tersebut dikorelasikan, bila harganya tinggi berarti penilai tersebut bisa
dipercaya dalam arti berhak melakukan penilaian. Bila koefisiennya rendah, maka
hasil pengukuran mengandung kesalahan yang besar
B. Pengembangan Penilaian Unjuk
Kerja
Langkah-langkah yang
perlu diperhatikan dalam menyusun penilaian keterampilan atau penilaian
kinerja, yaitu:
a. Mengidentifikasi semua
langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir
(output) yang terbaik
b. Menuliskan perilaku
kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan
tugas dan menghasilkan hasil akhir (output) yang terbaik
c. Membuat kriteria kemampuan yang
akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat
diobservasi selama siswa melaksanakan tugas
d. Mendefinisikan dengan jelas
kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang
bisa diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan
e. Mengurutkan kriteria-kriteria
kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati Menurut
Djemari Mardapi (2008), ada delapan langkah yang perlu ditempuh dalam
mengembangkan tes hasil atau prestasi, yaitu: 1) menyusun spesifikasi tes, 2)
menulis soal tes, 3) menelaah soal tes 4) melakukan uji coba tes 5)
menganalisis butir soal 6) memperbaiki tes 7) merakit tes 8) melaksanakan tes,
9) menafsirkan hasil tes Pengembangan penilaian unjuk kerja dilakukan melalui
kegiatan analisis jabatan, penentuan skala rating numerik, pembuatan tes unjuk
kerja, analisis manfaat, dan generalisasi validitas.
Guna mengevaluasi
apakah penilaian unjuk kerja sudah dapat dianggap berkualitas, maka berdasar
pendapat Popham (Sriyono, 2004:5) maka perlu diperhatikan tujuh kriteria,
yaitu:
a. Generalizability, apakah kinerja
peserta tes (student performance) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut
sudah memadai untuk digeneralisasikan pada tugas-tugas lain. Apabila
tugas-tugas yang diberikan dalam rangka penilaian keterampilan atau penilaian
unjuk kerja sudah dapat digeneralisasikan, maka semakin baik tugas yang
diberikan
b. Authenticity, apakah tugas yang diberikan
tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek
kehidupan sehari-hari
c. Multiple foci, apakah tugas yang diberikan
kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan
d. Teachability, tugas yang diberikan
merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha pembelajaran.
Tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja adalah
tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat diajarkan guru
e. Fairness, apakah tugas yang diberikan sudah
adil (fair) untuk semua peserta tes
f. Feasibility, apakah tugas yang
diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja memang relevan
untuk dapat dilaksanakan, mengingat faktor-faktor biaya, tempat, waktu atau
peralatan
g. Scorability, apakah tugas yang
diberikan dapat diskor dengan akurat dan reliabel?
Teknik Penilaian Unjuk Kerja Hal yang penting
dalam pembelajaran keterampilan adalah diperolehnya penguasaan keterampilan
praktis, serta pengetahuan dan perilaku yang berhubungan langsung dengan
keterampilan tersebut. Sehubungan dengan itu, maka para ahli telah
mengembangkan berbagai metode pembelajaran keterampilan yang berbeda-beda,
tergantung pada sasaran atau maksud yang hendak dicapai di dalam pembelajaran
tersebut.
Model yang sederhana
untuk pembelajaran keterampilan kerja adalah metode empat tahap TWI (Training
Within Industry). Tahap-tahap tersebut meliputi :
a. Persiapan
Dalam hal ini, pendidik atau instruktur mengutarakan
sasaran-sasaran latihan kerja, menjelaskan arti pentingnya latihan,
membangkitkan minat para peserta pelatihan (peserta didik) untuk menerapkan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam situasi yang riil.
b. Peragaan
Pada tahap ini, instruktur memperagakan keterampilan
yang dipelajari oleh peserta didik, menjelaskan cara kerja dan proses kerja
yang benar. Dalam hal ini, instruktur harus mengambil posisi sedemikian rupa
sehingga para peserta pelatihan akan dapat mengikuti demonstrasi mengenai
proses kerja dengan baik.
c. Peniruan
Pada tahap ini, peserta pelatihan menirukan
aktivitas kerja yang telah diperagakan oleh instruktur. Dalam hal ini,
instruktur mengamati peniruan yang dilakukan oleh peserta pelatihan, menyuruh
melakukannya secara berulang-ulang dan membantu serta mendorong para peserta
pelatihan agar dapat melakukan pekerjaannya dengan benar.
d. Praktik
Setelah instruktur yakin bahwa peserta pelatihan
telah dapat melakukan tugas pekerjaan dengan cara kerja yang benar, maka
selanjutnya instruktur memberikan tugas kepada peserta pelatihan untuk
melakukan tugas pekerjaannya. Dalam hal ini, peserta pelatihan mengulangi
aktivitas kerja yang baru saja dipelajarinya sampai keterampilan tersebut dapat
dikuasai sepenuhnya. Instruktur melakukan pengamatan untuk melakukan penilaian
baik terhadap aktivitas atau cara kerja peserta pelatihan maupun hasil-hasil
pekerjaan atau produk yang dihasilkannya. Metode empat tahap ini mempunyai
keterbatasan, karena hanya cocok untuk pembelajaran keterampilan yang bertujuan
membuat barang (fabrikasi), sedangkan pembelajaran keterampilan yang memiliki
karakteristik yang berbeda (seperti: trouble shooting, layanan/jasa) tidak
tepat menggunakan langkah-langkah pembelajaran tersebut (Jaedun, 2010)
Permasalahan yang sering dihadapi dalam penilaian unjuk kerja.
Menurut Popham (1995), terdapat tiga sumber
kesalahan (sources of error) dalam
performance assessment, yaitu: a. scoring instrument flaws, instrumen pedoman
pensekoran tidak jelas sehingga sukar untuk digunakan oleh penilai, umumnya
karena komponen-komponennya sukar untuk diamati (unobservable) b. procedural
flaws, prosedur yang digunakan dalam performance assessment tidak baik sehingga
juga mempengaruhi hasil pensekoran c. teachers personal-bias error, penskor
(rater) cenderung sukar menghilangkan masalah personal bias, yakni ada kemungkinan
penskor mempunyai masalah generosity error, artinya rater cenderung memberi
nilai yang tinggi-tinggi, walaupun kenyataan yang sebenarnya hasil pekerjaan
peserta tes tidak baik atau sebaliknya. Masalah lain adalah adanya kemungkinan
terjadinya subyektifitas penskor sehingga sukar baginya untuk memberi nilai
yang obyektif.
Dengan menerapkan pedoman penilaian, merupakan salah
satu cara yang baik dalam memberikan penilaian pada pekerjaan siswa secara
obyektif. Seorang guru tidak menggunakan format penilaian, maka penilaiannya
akan mengada-ngada, menerkanerka, sehingga dia tidak bisa memberikan penilaian
yang objektif kepada pekerjaan siswa. Berkenaan dengan penilaian keterampilan
atau penilaian unjuk kerja (performance assessment) untuk bidang busana pada
peserta didik di sekolah menggunakan skala rentang. Penerapan skala rentang
diharapkan memperoleh ketepatan proses menilai untuk memperkecil kesalahan
penilai atau rater. Disamping itu juga dalam membuat rubrik perlu tergambar
jelas, pelatihan perlu ditingkatkan untuk rater, dan pemantauan
berkesinambungan dalam proses menilai.
Penilaian kinerja atau unjuk kerja adalah teknik
pengumpulan data dengan cara pengamatan perilaku siswa secara sistematis
tentang proses atau produk berdasarkan kriteria yang jelas, yang berfungsi
sebagai dasar penilaian. Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai
konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai
kemampuan melakukan komunikasi di tempat kerja misalnya, perlu dilakukan pengamatan
atau observasi komunikasi yang beragam, seperti: (1) komunikasi dengan
pelanggan eksternal dilaksanakan secara terbuka, ramah, sopan dan simpatik; (2)
bahasa digunakan dengan intonasi yang cocok; (3) bahasa tubuh digunakan secara
alami/natural tidak dibuat-buat ; (4) kepekaan terhadap perbedaan budaya dan
sosial diperlihatkan; (5) komunikasi dua arah yang efektif digunakan secara
aktif (Andono, dkk. 2003:42). Dengan cara demikian, gambaran kemampuan peserta
didik akan lebih utuh.
Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat
menggunakan alat atau instrumen berikut:
a. Daftar Cek ( Check-list )
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan
menggunakan daftar cek. Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat
nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh
penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai.
Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya
benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati, baik-tidak baik. Dengan
demikian tidak terdapat nilai tengah. Namun daftar cek lebih praktis jika
digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar. Terdapat tiga jenis rating
scale, yaitu: (1) numerical rating scale; (2) graphic rating scale; (3)
descriptive graphic rating scale (Grounlund, 1985:391). Pada praktek pembuatan
busana, teknik penilaian checklist, misalnya diterapkan pada pengambilan ukuran
badan. Pengambilan ukuran badan hanya dapat dinilai dengan benar dan salah,
karena mengambil ukuran dengan tepat akan menghasilkan busana sesuai dengan
ukuran yang sebenarnya.
b. Skala Penilaian ( Rating Scale )
Penilaian unjuk kerja menggunakan skala penilaian
memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi
tertentu karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai
lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat
sempurna. Skala tersebut, misalnya, tidak kompeten – agak kompeten – kompeten -
sangat kompeten. Untuk memperkecil faktor subjektivitas, perlu dilakukan
penilaian oleh lebih dari satu orang, agar hasil penilaian lebih akurat.
Terdapat tiga jenis rating scale, yaitu: (1) numerical rating scale; (2)
graphic rating scale; (3) descriptive graphic rating scale (Grounlund, 1985)
Kesukaran yang paling utama ditemukan dalam penilaian keterampilan atau
penilaian kinerja (performance assessment) adalah pensekorannya. Banyak faktor
yang mempengaruhi hasil pensekoran penilaian keterampilan atau penilaian
kinerja. Masalah pensekoran pada penilaian keterampilan atau penilaian kinerja
lebih kompleks dari pada pensekoran pada bentuk soal uraian.
5. Kasus
Dalam keterampilan mengemas ikan asin secara modern para
pengasin dituntut untuk terampil dalam mengemas ikan asin secara baik dan
berkualitas. Sehingga dalam penilaian keterampilan pengemasan dapat dibuat
lembar penilaian dan observasi.
Lembar Penilaian Pengemasan Ikan Asin
No.
|
Aspek yang dinilai
|
Penilaian
|
Bobot
|
Jumlah
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
||||
A.
|
PERSIAPAN
|
|||||||
1
|
Kelengkapan alat
|
|||||||
2
|
Kelengkapan bahan
|
|||||||
Jumlah
10%
|
||||||||
B.
|
PROSES
|
|||||||
1
|
Pemakaian alat dan bahan
|
|||||||
2
|
Kecepatan kerja
|
|||||||
3
|
Kebersihan tempat kerja
|
|||||||
Jumlah
30%
|
||||||||
C.
|
HASIL
|
|||||||
1
|
Susunan ikan
|
|||||||
2
|
Mutu klem
|
|||||||
3
|
Kandungan udara
|
|||||||
4
|
Posisi label
|
|||||||
5
|
Berat kotor
|
|||||||
6
|
Ukuran plastik
|
|||||||
Jumlah
60%
|
||||||||
Jumlah
100%
|
Contoh lembar observasi
No.
|
Aspek yang dinilai
|
Hasil
Observasi
|
|
Benar
|
Salah
|
||
1
|
Menggunakan timbangan
|
||
2
|
Menggunakan klem
|
||
3
|
Menempel label
|
||
4
|
Memilih kemasan
|
Standar penilaian harus jelas terutama lembar observasi
harus dimengerti oleh tim penilai syarat dan ketentuan dalam penggunaan
timbangan, penggunaan alat klem, penempelan label, dan pemilihan plastik yang
tepat.
6. Kesimpulan
Penyusunan instrumen untuk
mengukur keterampilan yang valid dan reliabel sangat ditentukan oleh tujuan
pembelajaran dan pokok-pokok pembelajaran yang ditetapkan oleh panitia
penyelenggaraan pelatihan.
Referensi:
Andono, dkk.
(2003). Standar kompetensi bidang keahlian busana ”Custom-made” Jakarta: PPPG
Kejuruan
Allen, M. J &
Yen, W. M. (1979). Introduction to measurement theory. California: Brooks/Cole
Publising Company
Djemari Mardapi.
(2008). Teknik penyusunan instrument tes dan non tes. Yogyakarta: Mitra
Cendekia
Djemari (1996).
Penilaian unjuk kerja sebagai usaha meningkatkan sumber daya manusia. Pidato
Dies Natalis XXXII IKIP Yogyakarta
Grounlund, N.E.
(1985). Measurement and evaluationin testing (5th Ed.) New York: Macmillan
Publising Co, Inc
Popham,
W. James. (1996). Classroom assessment. Boston: Allyn & Bacon
Sumarna
Surapranata. (2006). Pedoman Pengembangan Penilaian Portofolio. Jakarta: Puspendik
Balitbang Depdiknas
Comments
Post a Comment