Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN)


Deklarasi Juanda telah melahirkan visi “ laut sebagai pemersatu bangsa”. Oleh karenanya, Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki perairan kepulauan, selat, teluk, laut teritorial, dan zona ekonomi ekslusive. Indonesia pun terkenal dengan keanekaragaman hayati laut, habitat unik, dan sumber daya ikannya. 

Salah satu potensi laut yang sudah termanfaatkan adalah sektor perikanan. Perikanan laut diharapkan menjadi sumber protein bagi rakyat. Laut bukan sekedar pemersatu tetapi juga sebagai sumber ketahanan pangan dan matapencaharian. Potensi perikanan ini seharusnya menjadi masa depan bangsa. 


 Hasil gambar untuk taman nasional laut

 Sumber: superadventure.co.id

Cita-cita bangsa ini akan terwujud apabila pengelolaan perikanan dapat menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian dan bertanggung jawab melalui aktivitas pelestarian sumber daya ikan. Tanggungjawab pengelolaan tidak sebatas menjaga overcapacity tetapi juga menjaga lingkungan ekologi perikanan. Kebijakan jalur dan penempatan alat penangkapan ikan di WPPNRI dirasa belum optimal. Pembatasan kapasitas dan selektivitas alat penangkapan ikan masih terus perlu diperbaiki karena masih banyak ditemukan hasil tangkapan non target, jenis ikan yang dilindungi (hiu monyet, hiu martil, hiu koboi), dan juvenil ikan (baracuda, bawal hitam, tuna). Oleh karena itu, sebaiknya upaya pembatasan alat penangkapan ikan didukung juga dengan pencadangan kawasan konservasi perairan nasional sehingga pemulihan sumber daya ikan lebih cepat pasca dilakukan penangkapan ikan. 

Peningkatan biomas ikan di laut hingga 12,54 juta ton per tahun (Keputusan MKP Nomor 50/KEPMEN-KP/2017) telah diklaim sebagai dampak dari upaya pemberantasan IUU fishing. Padahal Indonesia juga telah berhasil mencadangkan kawasan konservasi perairan nasional sebesar 20,87 juta Ha atau 6,42% atau sebanyak 177 kawasan.  Indonesia berupaya untuk memenuhi target 10% cadangan konservasi laut yang disepakati dalam dokumen SDGs 14. Sisa target 3,58% atau 11,63 juta Ha masih sangat berat apalagi terkendala masalah kelembagaan pengelola kawasan. Meskipun sudah ada komitmen dari Kementerian Aparatur Negara, namun untuk mengelola kawasan konservasi sebesar 10% dari luas laut nasional perlu biaya yang tidak sedikit. 

Setidaknya ada dua lembaga Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yang mengelola yaitu KKPN Pekanbaru untuk TWP Pieh dan Anambas serta KKPN Kupang untuk Taman Nasional Laut Sawu dan kawasan konservasi daerah timur Indonesia. Jika melihat posisi kantor dan cakupan wilayah konservasi yang tersebar luas maka kinerja menjadi kurang efektiv. Hal ini dapat dilihat dari tidak terkendalinya kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh pengeboman ikan, pengambilan koral, tambang pasir, dan sampah plastik. 

Jenis kawasan konservasi perairan terdiri dari taman nasional perairan, suaka alam perairan, taman wisata perairan, dan suaka perikanan. Kawasan konservasi juga dikelola berdasarkan sistem zonasi yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan. Penetapan kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan: (1) melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutanfungsi ekologisnya; (2) mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan; (3) melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan konservasi perairan; dan (4) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan (Peraturan MKP Nomor 02/MEN/2009 dan Nomor 47/PERMEN-KP/2016). 

Sektor perikanan tangkap masih diperbolehkan pada zona perikanan berkelanjutan dengan pembatasan ukuran kapal < 10 GT dan menggunakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif dan statis seperti pancing, gillnets, dan bubu. Meskipun masih ada mamalia laut yang terjerat jaring atau terperangkap tapi ada kecenderungan masyarakat yang tinggal di kawasan lebih sejahtera.
Biomas ikan di laut Sawu meningkat dua kali lipat pada tahun 2017.  KKPN Kupang juga mengkalim telah menghasilkan banyak sekali larva ikan yang berkontribusi terhadap kelestarian sumber daya ikan terutama untuk WPPNRI 714, 718, dan 573. Sementara biomas ikan karang di Pulau Pieh juga membaik atau sebesar 438, 51 kg/Ha. Selain itu, cenderung semakin berkurangnya pendaratan penyu. Keberhasilan dan efektivitas kawasan konservasi sebaiknya dimonitoring dengan angka-angka secara periodik. 

Strategi pemerintah untuk meningkatkan efektivitas kawasan konservasi diantaranya: (1) inisiasi dan komitmen pemerintah daerah untuk menambah luasan kawasan konservasi terutama di WPPNRI 712 dan 713, (2) komitmen pemerintah pusat untuk melegitimasi lembaga pengelola kawasan, (3) meningkatkan dukungan stakeholders untuk membiayai pengelolaan kawasan, (3) mengarahkan riset sesuai dengan kebutuhannya, (4) menajamkan kembali angka-angka dalm sistem e-KKP3K, (5) mencegah terjadinya pengeboman ikan di area terumbu karang melalui proses penyuluhan, pengawasan berbasis masyarakat, dan konservasi go to school.

Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

Cara Menilai atau Evaluasi Hasil Study Tour atau Studi Banding

TEORI BELAJAR SOSIAL (SOCIAL LEARNING THEORY)