TEORI SISTEM SOSIAL DALAM PENYULUHAN PERIKANAN
1. Latar
belakang
Undang-undang
Nomor: 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyediakan sarana
dan prasarana penyuluh perikanan. Bidang Perikanan pasca berpisah dari
Kementerian Pertanian dibagi menjadi 2 subsektor yaitu perikanan tangkap dan
perikanan budidaya. Sektor perikanan sebenarnya telah memiliki modal dan
pengalaman organisasi dalam mengembangkan usaha penangkapan dan budidaya ikan.
Pengembangan
usaha penangkapan ikan berhubungan erat dengan masalah nelayan. Saat ini
nelayan masih dianggap kurang diperhatikan oleh Pemerintah sehinggga ini
menjadi tantangan bagi penyuluh perikanan tangkap untuk merencanakan dan
merubah kualitas hidup mereka menjadi mandiri dan sejahtera. Nelayan dalam
menjalankan usahanya sangat dipengaruhi oleh iklim dan alam. Perubahan iklim
dan fluktuasi sumberdaya ikan di laut mengakibatkan nelayan harus beradaptasi.
Disamping itu tantangan lainnya adalah ketergantungan yang tinggi pada bahan
bakar solar. Biaya operasi untuk melaut diperkirakan mencapai 40% – 70% per
trip. Nelayan yang sukses menangkap ikan di laut saat mendarat harus mampu
memasarkan hasil tangkapannya. Oleh karena itu diperlukan penguatan modal,
teknologi, dan pasar. Penguatan tersebut tidak hanya fokus pada penyediaan
infrastruktur fisik, akan tetapi perlu peningkatan kemampuan dan kapasitas SDM
nelayan agar mampu secara mandiri mengakses teknologi, modal, dan pasar.
Peningkatan
kapasitas nelayan adalah dengan merencanakan dan merubah pengetahuan, sikap,
dan perilaku. Untuk merubah perilaku diperlukan inovasi. Inovasi dalam
perikanan tangkap berupa gagasan, metoda, teknik, dan alat menangkap ikan. Inovasi tersebut harus didifusikan dan
diintegrasikan ke dalam sistem nelayan. Kementerian Kelautan dan Perikanan
telah membangun sistem jaringan kelembagaan yang menghubungkan researcher dengan nelayan. Aliran
inovasi dikelola dengan baik oleh kelembagaan penyuluh perikanan sehingga mudah diadopsi oleh nelayan.
Kelembagaan penyuluh perikanan berperan
sebagai penghubung komunikasi timbal balik antara ilmuwan/researcher dan nelayan.
Untuk
meningkatkan kapasitas nelayan dan penyuluh perikanan KKP membangun cyber
extension yang berguna untuk menyebarkan inovasi dibidang kelautan dan
perikanan. Materi yang disebarkan berupa video, poster, petunjuk teknis, dan
berita.
Namun
demikian, tingkat pemanfaatan cyber extension masih rendah baik oleh penyuluh
perikanan maupun nelayan. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pemanfaatan
diantaranya pemetaan sistem sosial dalam cyber yang belum bisa menggambarkan
kondisi real di masyarakat nelayan.
Berdasarkan
data Simluh KP 2013 jumlah penyuluh perikanan 8.863 orang yang tersebar di 458
Kab/Kota, terdiri dari:
PNS =
3.251
CPNS =
161
PPTK =
1.332
Swadaya
= 4.081
PPTK
daerah = 65
Swasta =
4
Honorer
= 32
Namun dalam forum diskusi cyber
extension KKP diperkirakan yang memanfaatkan hanya 150 orang penyuluh perikanan
atau kurang dari 2%.
Sedangkan kelompok pelaku utama berjumlah 32.603
kelompok terdiri dari:
POKDAKAN : 18.611 kelompok
KUB : 8.151 kelpmpok
POKLAHSAR :
3.309 kelompok
KUGAR : 2.072 kelompok
POKMASWAS : 143 kelompok
KELOMPOK LAINNYA : 313
kelompok
Namun dalam forum diskusi dan
blog cyber extension hanya 5 kelompok yang bergabung dan menjadi link.
2. Permasalahan
Dari uraian di atas, rumusan permasalahan
dalam makalah ini adalah sejauhmana sistem sosial yang terbangun dalam cyber
extension sehingga dapat menggambarkan kondisi sistem sosial yang sebenarnya di
masyarakat perikanan.
3. Tujuan
Makalah
ini bertujuan pada hasil analisis sistem sosial dalam cyber extension KKP.
4. Teori
yang relevan
Komunitas
sebagai sebuah sistem sosial
5 faktor yang mempengaruhi
berjalannya hubungan sosial pada komunitas sebagai sistem sosial (Reiss, 1954) yaitu:
(1) ecology,yaitu tempat
terjadinya aktivitas sosial, tempat akan menjadi pembeda masing-masing
komunitas.
(2) Demografi, perbedaan etnis, jenis kelamin, usia, jumlah anggota,
akan berdampak pada perilaku sosial.
(3) Culture, yaitu nilai, tradisi, norma, keyakinan.
(4) Personality, yaitu sikap, psikologi, motivasi yang terbentuk.
(5) Time, yaitu hari ini berbeda dengan masa lalu terkait
karakteristik populasi dan kondisi alam, itulah warisan sosial.
Selanjutnya
sistem sosial melakukan proses interaksi sosial. 6 tipe interaksi sosial
menurut Young (1949) yaitu:
(1)
Cooperation;
bekerja keras bersama satu dengan yang lain untuk kebaikan, tujuan, atau
nilai.
(2)
Competition: lebih dari
satu orang atau kelompok berjuang untuk mencapai tujuan akhir tetapi mereka
fokus pada penghargaan atau reward daripada
competitor.
(3)
Conflict: lebih dari
satu orang atau kelompok berjuang untuk mencapai tujuan akhir dengan cara
saling menghalangi, melukai, dan menghancurkan.
(4)
Accommodation: usaha
terencana yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengurangi konflik dan
menjalin hubungan yang toleran serta mengurangi energi yang terbuang sia-sia.
(5)
Assimilation: percampuran
atau sharing prinsip hidup, nilai,
norma menjadi umum padahal dahulu sangat khusus.
(6)
Amalgamation: percampuran
lebih kearah biologi atau non biologi seperti perkawinan, merger usaha, dan
sebagainya.
Sistem
akan berjalan dengan baik jika ada kontrol sosial. Menurut Eubank (1932) tipe
kontrol sosial sebagai berikut:
(1)
Socialization: proses
yang menyiapkan anggota baru dapat beradapatasi dengan nilai, norma, dan aturan
yang ada dalam sistem sosial.
(2)
Persuasion: upaya untuk
mendapatkan persetujuan secara emosi dan alasan tertentu.
(3)
Suggestion: perilaku
yang didorong untuk dapat menjadi yang terbaik dan dapat menyesuaikan diri.
(4)
Coersion: meningkatkan
kepatuhan dengan tekanan pisik atau psikologi sehingga menyetujui secara
diam-diam.
Dalam
pandangan ilmu-ilmu sosial, sistem sosial diartikan sebagai hubungan antara
bagian-bagian (elemen-elemen) di dalam kehidupan masyarakat terutama
tindakan-tindakan manusia, lembaga sosial dan kelompok-kelompok sosial yang
saling memengaruhi (Setiadi dan Kolip, 2011:33). Hubungan antar elemen
tersebut, selanjutnya menghasilkan produk-produk interaksi itu sendiri, yaitu
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang keadaannya selalu dinamis.
Karakteristik sistem menurut Sumardjo (2014) adalah :
1.
Komponen atau elemen (component).
Suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling
berinteraksi (saling bekerjasama membentuk satu kesatuan). Komponen-komponen
dari suatu sistem adalah sub sistem yang mempunyai sifat-sifat dari sistem itu
sendiri dalam menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses sistem
secara keseluruhan.
2.
Batas sistem (boundary),
adalah area yang membatasi sistem yang satu dengan sistem yang lain atau dengan
lingkungan luarnya. Suatu sistem membentuk satu kesatuan dengan batasan fungsi
dan tugas dari subsistem yang berbeda tetapi saling berinteraksi.
3.
Lingkungan luar sistem (environment), adalah sesuatu di luar batas sistem yang mempengaruhi
operasi dari suatu sistem di luar. Lingkungan luar sistem ini dapat
mempengaruhi secara tidak langsung terhadap suatu sistem.
4.
Penghubung (interface).
Sistem merupakan suatu media penghubung antara satu
subsistem dengan subsistem lainnya untuk membentuk satu kesatuan sehingga
sumber-sumber daya mengalir dari subsistem yang satu kesubsistem lainnya.
Dengan kata lain, melalui penghubung ini output dari satu suatu sistem akan
menjadi input dari subsistem lainnya.
5.
Masukan (input), adalah energi yang dimasukkan ke dalam
suatu sistem.
6.
Pengolahan (proses) adalah proses mengubah input menjadi
output
7.
Keluaran (output) adalah hasil dari energi yang telah
diolah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu sistem
terdiri dari komponen-komponen yang membentuk satu kesatuan fungsi tertentu
yang saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran (output) tertentu atau
mencapai tujuan bersama.
Komponen
sistem sosial dalam penyebaran inovasi
Sebuah sistem sosial didefinisikan sebagai
seperangkat unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah
bersama untuk mencapai tujuan bersama. Seperangkat unit dari sistem sosial
dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi, dan / atau subsistem
(Rogers, 1983).
Menurut Lippitt et al. (1953) mengkategorikan
sistem client ke dalam: 1) Individu, 2) kelompok kecil, 3) organisasi besar,
dan 4) komunitas. Selain itu penyuluh harus memahami tipe keputusan inovasi
menurut Rogers (1983) tipe keputusan dikelompokan menjadi tipe keputusan
opsional/individu, tipe keputusan kolektif, dan tipe keputusan opsional.
Menurut Rogers (1983) beberapa komponen sistem sosial yang mempengaruhi proses difusi inovasi yaitu:
(1)
Penerima inovasi
(adopter), terdiri dari:
-
Inovator, petualang yang
suka mencoba gagasan baru. Karakteristik mereka: berani mengambil resiko, suka
berhubungan dengan pihak di luar sistem.
-
Early adopter, pelopor
yang meneliti terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk menggunakannya.
Karakteristik: berani mencoba, tauladan.
-
Early majority, pengikut
dini dengan karakteristik sangat hati-hati dan penuh pertimbangan.
-
Late majority, pengikut
akhir dengan karakteristik skeptis, sangat hati-hati, memerlukan dorongan dari
teman-temannya.
-
Laggards, pengikut akhir
yang kolot dengan karakteristik wawasan sempit, fanatik terhadap nilai tradisi
pendahulunya, tradisional, melihat ke masa lalu.
(2)
Agen perubahan (change
agent), berperan sebagai:
-
Penghubung
-
Keputusan inovasi
individu, kolektif, otoritas.
-
Promosi
-
Orientasi klien
-
Kerjasama dengan tokoh
masyarakat.
(3)
Tokoh masyarakat,
orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat.
(4)
Saluran komunikasi,
terdiri dari :
-
Interpersonal atau secara
langsung tatap muka.
-
Media massa
-
Saluran lokal atau
lokalit
-
Saluran kosmopolit.
(5)
Struktur sosial
-
Sistem sosial modern
-
Sistem sosial tradisional
-
Homofili adalah
orang-orang yang cenderung berinteraksi atau bergabung dengan yang setara
kepercayaan, status sosial, pendidikan, pekerjaan.
-
Heterofili adalah
individu yang berinteraksi akan tetapi tidak sepadan pengetahuan, status
sosial.
Menurut
Rogers (1983) adopsi inovasi juga mengakibatkan perubahan sosial. Konsekuensi
yang muncul akibat inovasi apakah dinginkan atau tidak dinginkan, langsung atau
tidak langsung, dapat diantisipasi atau tidak dapat diantisipasi.
Secara
umum tata kelola inovasi dari peneliti
kepada kelayan dapat digambarkan dengan menggunakan model Lionberger et al.
(1982) sebagai berikut:
(1)
Inovasi
: menciptakan inovasi sesuai sifat inovasi.
(2)
Validasi:
uji coba invensi atau inovasi sebelum disebarluaskan.
(3)
Diseminasi:
berdasarkan hasil uji coba inovasi disepakati dan dirancang bahan/materi
diseminasi inovasi.
(4)
Integrasi:
Penyuluh mampu mengintegrasikan inovasi di lingkungan klien.
Lippit,
Watson, dan Westley (1960) menyebutkan tentang kekuatan pendorong perubahan
sebagai berikut:
(a) Ketidak puasan masyarakat
terhadap situasi yang ada,
(b) Ada kesenjangan what is dan what
might be,
(c) Ada tekanan dari luar sistem
sosial sehingga masyarakat berkeinginan menyesuaikan diri, dan
(d) Adanya kebutuhan meningkatkan
efisiensi.
Sedangkan
faktor penghambat perubahan sosial (Soerjono Soekanto, 1974:7-239) adalah
sebagai berikut:
(a) Kurang adanya hubungan dengan
masyarakat lain,
(b) Perkembangan ilmu pengetahuan
yang terlambat,
(c) Sikap masyarakat yang
tradisional,
(d) Vested
interest (adanya
kepentingan yang telah tertanam dengan kuat),
(e) Adanya rasa takut terjadinya
kegagalan pada integrasi kebudayaan,
(f) Adanya prasangka terhadap hal-hal
baru,
(g) Adanya hambatan yang bersifat
ideologis, dan
(h) Adat atau kebiasaan.
Sejalan
dengan itu, Lippit, Watson, dan Westley (1960) menyebutkan bahwa penghambat
perubahan tersebut disebabkan adanya kekuatan bertahan (resistence forces) yang menurunkan kemauan masyarakat diantaranya:
(a) Ketidakyakinan perubahan yang
ditawarkan akan membawa perbaikan,
(b) Perlu bukti nyata akan kegiatan
yang cepat dirasakan dan perlu dihubungkan dengan kebutuhan pokok masyarakat,
(c) Sumber perubahan dianggap tidak
tepat (ada kesangsian/tidak meyakinkan),
(d) Tidak tersedia fasilitas yang
diperlukan,
Kekuatan pengganggu perubahan
Lippit, Watson, dan Westley (1960) adalah sebagai berikut:
(a) Kekuatan masyarakat yang saling
bersaing: mengambil hati/cari nama,
(b) Kesulitan/kerumitan perubahan,
dan
(c) Terbatasnya sarana perubahan.
5. Analisis
kasus
Marine and Fisheries Cyber
Extension
Sistem Informasi Penyebarluasan
Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
Penyuluh Perikanan sebagai
pendamping kompeten dituntut mampu
menjembatani berbagai sumber informasi dengan pelaku utama/usaha perikanan
sebagai pengguna. Untuk itu penguasaan teknologi mutlak dimiliki penyuluh, seiring
dengan 1) peningkatan kualitas sumber daya pelaku utama/usaha perikanan, 2)
kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi, serta 3) pertimbangan efektivitas
dan efisiensi penyebarluasan informasi.
Kehadiran teknologi informatika
merupakan tantangan bagi penyuluh perikanan agar menguasai keterampilan
komputer dan memanfaatkan internet. Sejalan dengan rra pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi, maka perlu adanya penyampaian informasi teknologi
serta materi penyuluhan terbaru dengan cepat, dan murah kepada penyuluh
perikanan. Untuk percepatan diseminasi materi penyuluhan kelautan dan perikanan
yang bersumber dari teknologi kelautan dan perikanan yang dihasilkan unit kerja
penghasil teknologi kelautan dan perikanan tersebut, maka Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan menginisiasi membangun sistem informasi penyebarluasan
materi penyuluhan KP atau cyber extension.
Lippit, Watson, dan Westley
(1960) menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong perubahan adalah keinginan
tindakan yang lebih efektif dan efisien. Cyber Extension adalah suatu mekanisme
pertukaran informasi melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik
interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
sebagai media baru penyuluhan ini dirasa lebih efektif dan efisien dalam
penyelenggaraan penyuluhan guna
meningkatkan akses informasi kepada penyuluh
sehingga proses transformasi ilmu ke pelaku utama/usaha menjadi update.
Disamping itu, user juga dapat secara interaktif berbagi informasi dan ilmu
pengetahuan di kolom yang disediakan.
Informasi inovasi teknologi kelautan dan perikanan yang sudah mendapat
rekomendasi oleh unit kerja penghasil inovasi teknologi kelautan dan perikanan
yang dimuat dalam cyber extension untuk
digunakan oleh penyuluh perikanan sebagai
bahan penyusunan materi penyuluhan kepada pelaku utama perikanan
Tujuan yang diharapkan dari operasional dan
pemanfaatan cyber extension kelautan dan perikanan adalah:
(1)
Menyediakan
dan menyebarluaskan teknologi kelautan dan perikanan yang terekomendasi kepada
penyuluh perikanan dan pelaku utama/usaha perikanan di Indonesia melalui media
on-line berbasis web, sehingga memungkinkan jangkauan penyebaran materi
penyuluhan meluas dan tidak dibatasi waktu dan tempat.
(2)
Mengumpulkan
materi penyuluhan spesifik lokasi hasil kaji terap dan kearifan lokal dari
daerah yang memungkinan penyuluh perikanan berbagi (sharing) materi penyuluhan
dengan penyuluh perikanan di daerah lain untuk diketahui atau dapat digunakan
oleh penyuluh perikanan di daerah lain.
(3)
Mendapatkan
umpan balik (feed-back) dari penyuluh perikanan dan pelaku utama/usaha
perikanan terhadap materi penyuluhan dari teknologi yang sudah mendapat
rekomendasi yang dimuat dalam cyber extension kelautan dan perikanan untuk
disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan dan
unit kerja teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan penghasil teknologi
kelautan dan perikanan.
(4)
Mendapatkan
informasi kebutuhan teknologi KP terkini yang dibutuhkan oleh pelaku utama dan
pelaku usaha kelautan dan perikanan untuk disampaikan kepada Badan Penelitian
dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan dan unit kerja teknis Kementerian
Kelautan dan Perikanan penghasil teknologi kelautan dan perikanan.
(5)
Meningkatkan
jejaring lembaga penghasil teknologi KP dengan lembaga penyuluhan serta teknis
dinas di daerah,
Secara etimologi, cyber extension
terdiri dari dua kata yaitu cyber dan extension. Cyber menurut Oxford
Dictionary berarti yang berhubungan dengan Teknologi Informasi, Internet, dan
virtual reality. Sedangkan Extension secara harfiah dapat disebut sebagai
“tindakan atau proses memperluas atau memperpanjang sesuatu”. Itu bisa
Perluasan area, waktu maupun ruang. Jadi Extension atau penyuluhan adalah
sebuah mekanisme sentral dalam proses pembangunan, baik dari segi transfer
teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.
Cyber extension adalah sistem
sosial baru yang menggambarkan komunitas dibidang kelautan dan perikanan
khususnya dalam upaya penyebaran inovasi dibidang tersebut. Cyber extension
sebagai sebuah sistem sosial dapat dinilai dengan metode rating scale
menggunakan skala likert.
Secara
ringkas hasil analisis cyber
extension KKP khususnya bidang perikanan tangkap, dengan menggunakan skala Likert (1=kurang, 2=cukup,
3=baik) disajikan dalam tabel 1 berikut :
Tabel
Hasil Analisis Marine and Fisheries Cyber Extension
Dengan
Pendekatan Komponen-Komponen Sistem Sosial
No
|
Unsur Sistem sosial
|
Hasil Analisis
(skor)
|
Keterangan
|
|||
1
|
2
|
3
|
||||
1
|
Faktor
pengaruh cyber extension sebagai sistem sosial
|
|
|
|
|
|
|
-ecology
|
x
|
|
|
tidak ada data
potensi KP, gambar, dan peta
|
|
|
-demografi
|
x
|
|
|
Tidak
ada data penyuluh, kelompok pelaku utama, komposisi usia, gender.
|
|
|
-culture
|
|
x
|
|
Ada materi
spesifik lokal, namun belum ada fitur khusus yang memuat nilai dan tradisi
lokal.
|
|
|
-personality
|
|
x
|
|
Semangat penyuluh
dalam memperkaya materi spesifik lokal
|
|
|
-time
|
|
|
x
|
Akses
kapanpun sesuai kebutuhan, tanggal unggah materi, dsb
|
|
2
|
Interaksi
sosial
|
|
|
|
|
|
|
-kerjasama
|
|
x
|
|
Kerjasama
penyuluh dan admin
|
|
|
-persaingan
|
|
x
|
|
Penyuluh berlomba
untuk muatan spesifik lokal, dan lomba blog
|
|
3
|
Kontrol
sosial
|
|
|
|
|
|
|
-sosialisasi
|
|
x
|
|
Tidak ada manual
book namun ketentuan layanan ada, tidak ada contact person, about us
|
|
|
-koersi
|
|
x
|
|
Ada reward atau
penguatan, penghargaan pd penyuluh yang aktif
|
|
4
|
adopter
|
|
|
|
|
|
|
-inovator
|
x
|
|
|
Belum ada
|
|
|
-early
adopter
|
x
|
|
|
Belum ada
|
|
|
-early
majority
|
x
|
|
|
|
|
|
-late
majority
|
x
|
|
|
|
|
|
-laggards
|
x
|
|
|
|
|
5
|
Peran agen
perubahan
|
|
|
|
Aktifitas
penyuluh belum tergambar
|
|
|
-penghubung
|
|
x
|
|
|
|
|
-keputusan
inovasi
|
x
|
|
|
|
|
|
-promosi
|
x
|
|
|
|
|
|
-fokus klien
|
x
|
|
|
|
|
|
-kerjasama
dengan tokoh
|
x
|
|
|
|
|
6
|
Peran tokoh
masyarakat
|
x
|
|
|
Belum tergambar
|
|
7
|
Saluran
komunikasi
|
|
|
|
|
|
|
-interpersonal
|
x
|
|
|
belum tergambar
|
|
|
-media massa
|
|
x
|
|
belum tergambar
|
|
|
-lokalit
|
x
|
|
|
Aktifitas radio
tidak tergambar
|
|
|
-kosmopolit
|
|
x
|
|
belum tergambar
|
|
8
|
Struktur
sosial
|
|
|
|
Belum tergambar
|
|
|
-tradisional
|
x
|
|
|
|
|
|
-modern
|
x
|
|
|
|
|
|
-homofili
|
x
|
|
|
|
|
|
-heterofili
|
x
|
|
|
|
|
9
|
Konsekuensi
perubahan sosial
|
|
|
|
Belum tergambar
dampak penyuluhan
|
|
|
-Diinginkan
atau tidak?
|
x
|
|
|
|
|
|
-langsung
atau tidak?
|
x
|
|
|
|
|
|
-dapat
diantisipasi atau tidak?
|
x
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kesimpulan
|
Ditinjau dari teori sistem sosial, Cyber extension KKP
termasuk dalam kategori Kurang
|
|
||||
Saran
|
Diperlukan umpan balik saran untuk perbaikan dan
penyempurnaan MFCE
|
|
||||
Keterangan :
1 = Kategori
Kurang 2 = Kategori Cukup 3 = Kategori Baik
|
|
|||||
Berdasarkan tabel diatas Cyber Extension KKP belum bisa menggambarkan sistem sosial yang
nyata di masyarakat perikanan karena belum terlihat aktivitas penyuluhan dan
fitur-fitur yang diperlukan sehingga dapat menggambarkan susasana real di
lokasi penyuluhan. Padahal menurut Setiadi dan Kolip, 2011:33, sistem sosial
diartikan sebagai hubungan antara bagian-bagian (elemen-elemen) di dalam
kehidupan masyarakat terutama tindakan-tindakan manusia, lembaga sosial dan
kelompok-kelompok sosial yang saling memengaruhi. Interaksi sosial menghasilkan
produk yang dinamis.
Sedangkan karakteristik sistem
menurut Sumardjo (2014), terdiri dari elemen, batas sistem, lingkungan luar, penghubung,
input, proses, output sudah tergambar dalam cyber extension KKP. Namun belum
maksimal dalam pengelolaan aliran inovasi keterlibatan peneliti, peran
penyuluh, dan respon pelaku utama. Tata aliran inovasi yang dikelola dengan
baik akan menghasilkan materi penyuluhan yang berkualitas dan kredibel. Untuk
itu Lionberger (1982) memetakan aliran inovasi yang dilakukan oleh peneliti
dengan keterlibatan penyuluh dan kelayan melalui validasi, diseminasi, dan
integrasi.
Operasional dan pemanfaatan cyber
extension membutuhkan komitmen kerja sama yang baik dari berbagai stakeholder
pembangunan kelautan dan perikanan, khususnya lembaga penghasil teknologi dan
lembaga penyuluhan di pusat dan daerah.
Faktor
penghambat kemajuan cyber extension KKP disebabkan karena keterampilan
penggunaan komputer dan internet dikalangan penyuluh dan pelaku utama masih rendah,
kondisi masyarakat masih tradisional sehingga internet belum membudaya
dikalangan masyarakat perikanan.
Sehingga
hambatan tersebut menyebabkan masyarakat perikanan resisten terhadap cyber
extension, sejalan dengan itu, Lippit, Watson, dan Westley (1960) menyebutkan
bahwa penghambat perubahan tersebut disebabkan adanya kekuatan bertahan (resistence forces) yang menurunkan
kemauan masyarakat diantaranya:
(a) Ketidakyakinan perubahan yang
ditawarkan akan membawa perbaikan,
(b) Perlu bukti nyata akan kegiatan
yang cepat dirasakan dan perlu dihubungkan dengan kebutuhan pokok masyarakat,
(c) Sumber perubahan dianggap tidak
tepat (ada kesangsian/tidak meyakinkan),
(d) Tidak tersedia fasilitas yang
diperlukan,
6. Kesimpulan
Cyber
Extension KKP merupakan media komunikasi inovasi baru yang memanfaatkan
jaringan internet, komunikasi melalui komputer dan multimedia interaktif
digital untuk menjembatani proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi
baru di berbagai bidang secara cepat. Namun dalam pengelolaannya belum optimal
sehingga tidak menggambarkan sistem sosial masyarakat perikanan yang
sesungguhnya dalam menyelesaikan masalah sosial.
Keterlibatan Penyuluh dan Pelaku Utama
masih rendah. Padahal sasaran Cyber Extension meliputi penyuluh perikanan dan
pelaku utama dan usaha perikanan. Disamping itu, karena aplikasi bersifat
on-line maka bisa dimanfaatkan oleh siapa pun yang berminat dan peduli pada
pembangunan kelautan dan perikanan.
Pencapaian tujuan belum terlihat
dalam aplikasi Cyber extension. Padahal MFCE diharapkan dapat memberikan
kontribusi kepada peningkatan pengetahuan dan keterampilan khususnya penyuluh
perikanan dalam memberikan materi penyuluhan kepada pelaku utama dan pelaku
usaha kelautan dan perikanan.
7. Saran
Perlu pengembangan sistem cyber
extension KKP dengan meminta masukan dari ahli bidang penyuluhan pembangunan
dan membuat fitur khusus untuk saran pengembangan sistem.
Daftar Pustaka
Albert
J. Reiss, Jr. 1954. A Review and Evolution
of Research on Community. Nash-Ville:Privately mimeographed, p.83
Earle
Edward Eubank. 1932. The Concept of
Sociology. New York: D.C. Health and Company, p.234
Kimball
Young. 1949. A Study of Society and
Culture. 2 edition.New York: American Book Company, p.64
Lionberger, HF, Gwin H. Paul. 1982. Communication Strategies: A Guide for
Agricultural Change Agents. The Interstate Printers & Publishers, Inc.
Lippitt,
R., Watson, J., Westley, B. 1953. The
Dinamic Of Planned Change. Harcourt, Brace & Word, Inc.
Marine and Fisheres Cyber
Extension
Rogers, EM. 1983. Diffusion
Of Innovation (Third edition). A Division Of Macmillan Publishing, Co, Inc.
Sanders,
Irwin T. 1958. The Coommunity An
Introduction to a Social System. New York: The Ronald Press Company
Setiadi,
Elly. M dan Kolip, Usman. 2011. Pengatar
Sosiologi. Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan
Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sumardjo.2014.
Materi Kuliah KPM 711. Sistem Penyuluhan Pembangunan. Program Studi PPN – SPS IPB Bogor (tidak diterbitkan). Bogor: Institut Pertanian Bogor
Comments
Post a Comment