PERIKANAN KAKAP & KERAPU DI LAMONGAN – JAWA TIMUR


Latar Belakang
Usaha penangkapan ikan di Pantai Utara Jawa hingga saat ini masih sangat ramai. Kepadatan penduduk di daerah ini mengakibatkan tingginya ketergantungan matapencaharian dengan mengandalkan sektor penangkapan ikan. Salah satu usaha nelayan adalah menangkap ikan kakap merah dan kerapu lodi dengan menggunakan pancing ulur, rawai dasar, dan bubu. Kapal ikan yang digunakan bermesin dalam dengan ukuran kurang dari 20 GT.

Lamongan termasuk salah satu daerah di Pantai Utara Jawa yang menjadi sentra perikanan kakap dan kerapu. Rekapitulasi sampai dengan bulan September 2019, hasil tangkapan ikan kakap dan kerapu yang terpantau di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong sebesar 623 ton. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.


 

Sumber: PPN Brondong 2019 (diolah)
 
Kebijakan pelarangan cantrang melalui: (1) Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, serta (2) Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, telah berdampak terhadap perikanan kakap dan kerapu di Laut Jawa. 

Tabel di atas dapat menunjukkan dampak dari kebijakan pelarangan cantrang, diantaranya sebagai berikut:
1. Jumlah trip penangkapan ikan dengan menggunakan cantrang menurun drastis dari 8.474 menjadi 5.748 atau sekitar 32% sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2018.
2. Jumlah trip penangkapan ikan untuk pancing rawai mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2017 yang mencapai 1.806 atau sekitar 94% dibandingkan tahun 2014.
3. Penurunan jumlah trip penangkapan ikan cantrang ternyata tidak berdampak signifikan terhadap hasil tangkapan ikan rawai dasar. Hal tersebut dimungkinkan daerah penangkapan cantrang dan rawai dasar berada di jalur yang sama atau terindikasi kerusakan parah terumbu karang di lokasi tersebut berpengaruh terhadap penurunan stok ikan kakap dan kerapu.
4. Hasil tangkapan ikan kakap dan kerapu untuk pancing ulur tercatat pada tahun 2018 dan 2019 dengan laju penangkapan per tripnya cukup baik. Hal ini dimungkinkan karena lokasi penangkapan pancing ulur lebih mendekati area terumbu karang dibandingkan dengan rawai dasar dan cantrang. 

Kinerja perikanan kakap dan kerapu dapat diketahui melalui observasi ke sentra nelayan kakap dan kerapu. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan nelayan pancing ulur dan bubu yang berdomisili di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur pada tanggal 3 – 5 Oktober 2019. Wawancara dilakukan dengan wakil ketua kelompok Rukun Nelayan Kandang dan 4 orang nelayan lainnya (KM. Margo Welas, KM. Iqbal Anestra, KM. Puji Jaya, KM. Semi Jawa). Berdasarkan hasil observasi tersebut diperoleh potret pengelolaan perikanan kakap dan kerapu di lokasi tersebut.

Ekologi
Daerah penangkapan ikan kakap dan kerapu untuk nelayan pancing ulur dan bubu asal Lamongan berlokasi di Perairan Selatan Pulau Kalimantan terutama area yang masih memiliki tutupan terumbu karang yang berkualitas baik. Secara spesifik lokasi penangkapan kakap dan kerapu di Perairan Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, sebelah Utara Masalembo, dan Matasiri. Aktivitas pemancingan dilakukan di area tidak jauh dari terumbu karang, bahkan di area sekitar hutan bakau atau 50 mil laut dari pantai yang memilki kualitas hutan bakau yang baik. 

Perikanan kakap dan kerapu dipengaruhi oleh musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Maret. Sedangkan musim timur biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan September. Aktivitas penangkapan ikan pada musim barat yaitu pada bulan Oktober, Nopember, Desember, dan Maret. Pada musim barat ketika musim hujan, nelayan memilih untuk beristirahat biasanya pada akhir Desember atau sekitar tanggal 20-an, serta pada bulan Januari, dan Februari. Pada saat musim timur ketika angin kencang dan gelombang tinggi, nelayan lebih baik tidak melaut terutama pada bulan Juli dan Agustus. Oleh sebab itu, penangkapan ikan kakap dan kerapu hanya efektif 7 bulan saja dalam setahunnya. 

Kebijakan pelarangan pukat hela dan pukat tarik termasuk cantrang tidak serta merta memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan nelayan lainnya terutama pengguna pancing ulur dan bubu dari Kabupaten Lamongan. Daerah penangkapan ikan dirasakan semakin jauh dari pelabuhan pangkalan. Jarak ke fishing ground sekitar 150 – 300 mil dari pelabuhan pangkalan. 

Target utama nelayan pancing ulur dan bubu adalah kakap merah atau bambangan dan kerapu lodi. Kedua jenis ikan tersebut menjadi target utama karena menjadi komoditas ekspor. Oleh karenanya, harga kedua ikan tersebut sudah sangat transparan di tingkat nelayan. Bahkan nilai hasil tangkapan kakap merah dan kerapu lodi dapat menutupi biaya operasional penangkapan ikan setiap tripnya. Harga kakap merah bisa mencapai Rp. 76.000,- per kilogramnya sedangkan harga kerapu lodi bisa mencapai Rp. 200.000,- per kilogramnya. 

Ukuran hasil tangkapan kakap merah cenderung tidak ada perubahan hanya saja semakin sulit untuk menangkapnya. Jumlah proporsi anakan kakap merah yang tertangkap tidak lebih dari 0,5% atau sekitar 5 ekor dari 200 kg total kakap merah. Ukuran anakan diperkirakan kurang dari 300 gram per ekornya. 

Berkurangnya tutupan terumbu karang berakibat pada sulitnya mencari lokasi penangkapan kakap dan kerapu sehingga operasi penangkapan nelayan yang dulunya hanya 1 minggu, justru saat ini mencapai 12 – 14 hari di laut. 

Teknologi penangkapan ikan
Nelayan menangkap ikan kakap merah dan kerapu lodi sebagai target utama. Hasil tangkapan sampingan yang dominan adalah ikan kuwe. Sarana penangkapan ikan yang digunakan yaitu kapal bermesin dalam 30 PK dengan ukuran 10 – 20 GT. Awak kapal berjumlah 7 – 9 orang. Lama operasi di laut 10 – 15 hari laut. Selama operasi konsumsi BBM sekitar 30 jerigen (@ 36 – 38 liter) atau sekitar 4 drum (@ 210 liter). 

Alat penangkapan ikan yang digunakan pancing ulur, bubu, dan rawai dasar. Sebagian nelayan membawa 2 alat penangkapan ikan seperti membawa pancing ulur dan bubu. Pancing yang digunakan tipe J-hook dengan ukuran mata pancing ulur nomor 7 & 8 (gap = 15 mm, panjang= 48 mm), panjang tali utama 13 – 80 meter dan menggunakan 3 – 4  tali cabang sepanjang 1 meter per cabangnya. Pancing  rawai dasar nomor 5 (gap=20 mm, panjang= 56 mm) . Bubu yang dibawa sebanyak 50 – 100 unit berukuran 100 cm x 50 cm x 50 cm. Selain itu, sebagian nelayan menggunakan limbah tali cantrang sebagai rumpon. Upaya pembuatan rumpon ini untuk meningkatkan hasil tangkapan karena saat ini tutupan karang di Pantai Utara Jawa semakin berkurang. Nelayan pancing ulur menggunakan cumi-cumi dan layang sebagai umpan.


 
Gambar 1 Mata Pancing

Sosial ekonomi
Pembongkaran ikan dilakukan di dalam kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong dan di luar atau sentra nelayan Desa Kandang Semangkon. Kapal perikanan yang mendaratkan ikan di luar Pelabuhan Perikanan Brondong disebabkan kolam pelabuhan yang tersedia sudah tidak mampu lagi untuk tambat labuh. Mayoritas kapal perikanan yang tambat labuh serta bongkar muat adalah kapal cantrang. Kapal cantrang yang berukuran lebih besar dikhawatirkan akan menabrak kapal pancing. Sejak akhir tahun 2018 pengelola pelabuhan perikanan Brondong telah berhasil memindahkan sentra pendaratan dari TPI lama ke kolam Pelabuhan Brondong. Oleh karenanya, tingkat investasi industri dan bakul di Pelabuhan Brondong saat ini sangat tinggi. 

Secara umum, penjualan ikan kakap dan kerapu di tingkat nelayan dilakukan melalui bakul ikan. Proses jual beli dilakukan di TPI higienis Pelabuhan Brondong baik melalui bakul maupun sebagian kecil mekanisme lelang. Nelayan yang membongkar ikan di Desa Kandang Semangkon tetap menjual ikannnya di TPI higienis Pelabuhan Brondong. Pembayaran dilakukan 2 hari setelah proses jual beli apabila bertransaksi dengan bakul. Apabila dilakukan melalui lelang, pembayaran dapat diterima langsung saat transaksi. 

Target utama nelayan yaitu kakap merah dan kerapu lodi. Hasil tangkapan berkisar antara 800 kg – 1500 kg per tripnya. Biasanya diperoleh kakap merah 200 kg dan kerapu lodi hanya beberapa ekor saja. Harga ikan kakap merah mencapai Rp. 76.000,- per kilogram (5 Oktober 2019). Sementara itu, harga kerapu lodi mencapai Rp. 200.000,- per kilogram. Akan tetapi, hasil tangkapan kakap merah dan kerapu lodi hanya sekitar 20% - 60% saja per trip nya. Hasil tangkapan sampingan sepert ikan kuwe atau putihan hanya sekitar Rp. 40.000,- per kilogramnya dan kuniran Rp. 15.000,- per kilogramnya. Harga ikan fluktuatif tetapi cenderung ada kenaikan tipis setiap tahunnya.

Kualitas hasil tangkapan kakap dan kerapu dibedakan menjadi komoditi ekspor, non ekspor, dan pasar. hasil pilihan oleh bakul kemudian dijual kepada eksportir, dibawa ke pabrik, atau dijual ke pasar lokal. Ukuran kakap merah dan kerapu lodi minimal 450 gram per ekor untuk ekspor, apabila kurang dari 450 gram maka akan menjadi komoditas non ekspor artinya untuk konsumsi pasar lokal saja. Khusus ikan kuwe yang mahal biasanya berukuran 300 gram, apabila melebihi ukuran tersebut harganya semakin murah.  
  
Pemilik kapal biasanya ikut serta melaut sekaligus menjadi nakhoda kapal. Kelas jabatan di atas kapal biasanya terdiri dari nakhoda, pemelihara mesin, tukang masak, dan ABK biasa. Para nelayan kakap dan kerapu di Lamongan bekerja sesuai musim. Dalam setahun hanya sekitar 7 bulan saja efektivnya melaut. Oleh karena itu, sistem bagi hasil secara turun temurun diterapkan di Lamongan karena sekitar 3 sampai  4 bulan nelayan memilih istirahat atau tidak melaut jika terjadi hujan deras dan gelombang tinggi. 

Sistem Bagi Hasil Perikanan Kakap dan Kerapu

Nelayan di Indonesia umumnya bekerja berdasarkan musim. Indonesia terutama dipengaruhi oleh musim barat dan timur. Disamping itu, sebagian wilayah utara dipengaruhi oleh musim utara. Sistem bagi hasil di tingkat nelayan sebagai bagian dari kearifan lokal dalam pengelolaan perikanan. Kearifan lokal perlu dipertimbangkan sesuai mandat dari Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Implementasi sistem bagi hasil melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2016 Tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan. Pengupahan awak kapal perikanan meliputi gaji pokok, tunjangan berlayar, bonus produksi, uang lembur, dan uang tunggu. Selain itu, pengupahan dapat dilakukan melalui sistem bagi hasil perikanan (Pasal 24 ayat (3)).
Formula bagi hasil perikanan kakap dan kerapu di Desa Kandang Semangkon menggunakan angka baku hasil bagian yaitu 1:40, 1:42, dan 1:43. Sementara, nelayan di Pelabuhan Perikanan Brondong menggunakan angka baku hasil bagian 1:32. Nilai hasil yang dibagi adalah berasal dari keuntungan per trip. Keuntungan per tripnya diperoleh dari nilai penjualan ikan dikurangi biaya operasional melaut setiap trip. Nakhoda berhak mendapat 3 bagian, pemelihara mesin 1 ¼ bagian, tukang masak 1 ¾ sampai 2 bagian, dan ABK biasa 1 bagian saja.
Kapal pancing ulur ukuran 10 – 20 GT mesin 30 PK setiap trip menghasilkan kakap merah sekitar 20% - 60%, kerapu lodi hanya beberapa ekor, sisanya ikan kuwe, kuniran, dan lainnya. Total hasil tangkapan sekitar 800 – 1500 kilogram per trip (12 – 14 hari laut). Biaya operasional terdiri dari solar 800 – 1000 liter, 25 buah es balok, dan sembako.
Simulasi Sistem Bagi Hasil:
Kapal Pancing Ulur GT 20, awak kapal 9 orang, trip 15 hari, mesin 30 PK. (Desa Kandang Semangkon)
Asumsi  konsumsi BBM 1.140 liter (@ Rp. 6000,- per liter), total hasil tangkapan 1.000 kg, 40% kakap merah, 40% kuwe, 20% ikan kuniran dan lainnya.  Harga kakap merah Rp. 76.000,- per kg, kuwe Rp. 40.000,- per kg, kuniran dan lainnya Rp. 15.000,- per kg. Estimasi hasil penjualan ikan Rp. 49.400.000,- dan biaya operasional Rp. 14.090.000,- per tripnya. Biaya lainnya adalah bonus bongkar sebesar Rp. 2.000.000,- untuk semua awak kapal ikan karena bagi hasil akan diperoleh setelah 2 hari dari bakulnya.
Keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 49.400.000,- dikurangi Rp. 16.090.000,- = Rp. 33.310.000,-.  Keuntungan ini dibagi dengan 1:40 atau dibagi 40 maka didapat Rp. 832.750,- per bagian.
Sistem bagi hasil perikanan kakap dan kerapu diperoleh yaitu: Nakhoda mendapat Rp. 2.498.250,- (3 bagian), pemelihara mesin Rp. 1.040.000,- (1 ¼ bagian), tukang masak Rp. 1.457.000,- (1 ¾ bagian), dan ABK biasa Rp. 832.750,- (1 bagian). Sisa keuntungannya sebesar Rp. 23.318.250,- untuk pemilik kapal.


Tata Kelola
Secara umum tata kelola perikanan kakap dan kerapu kurang baik, indikasinya sebagai berikut:
(1)Persepsi nelayan Lamongan – Jawa Timur yang menganggap bahwa pencarian lokasi penangkapan kakap merah semakin sulit sehingga terpaksa harus menggunakan rumpon buatan dari bekas tali cantrang, ini menunjukkan bahwa tutupan terumbu karang di Utara Perairan Lamongan sangat buruk. Selain itu, pemerintah daerah belum bisa mengendalikan investasi kapal ikan sehingga jumlah kapal terus bertambah tanpa memperhatikan  jumlah stok ikan kakap dan kerapu.

(2)Pemerintah belum dapat mengintervensi harga kakap merah non ekspor yang harganya dapat ditentukan oleh bakul tertentu saja. Sementara harga ekspor saat ini sudah sangat transparan. Hasil tangkapan sampingan seperti kuwe, kuniran, dan lainnya bisa mencapai 60% dan harga nya belum terbentuk secara sempurna. Disamping itu, belum adanya asosiasi pengusaha kakap dan kerapu sebagai forum bisnis.

(3)Kekurangan pasokan solar pada saat mulai musim penangkapan ikan terutama bagi kapal-kapal yang berpangkalan di luar Pelabuhan Perikanan Brondong. Ini disebabkan oleh sulitnya perizinan mendirikan SPBU di sentra nelayan serta dimungkinkan adanya perantara atau agen solar yang memanfaatkan rekomendasi BBM. 

Rekomendasi
(1)Perlu penghentian dan penegakan hukum untuk pengguna cantrang karena berdampak buruk terhadap terumbu karang yang menjadi habitat kakap merah.

(2)Perlu upaya pengendalian ukuran dan proporsi anakan kakap merah dan kerapu lodi yang boleh didaratkan di pelabuhan perikanan atau sentra nelayan.  

(3)Membuka stasiun bahan bakar solar di sentra-sentra nelayan.

(4)Mendorong pendirian asosiasi kakap dan kerapu sebagai forum bisnis.

(5)Modernisasi sistem lelang ikan secara digital.



Foto-Foto:


Comments

Popular posts from this blog

Asumsi dan Limitasi

Cara Menilai atau Evaluasi Hasil Study Tour atau Studi Banding

TEORI BELAJAR SOSIAL (SOCIAL LEARNING THEORY)